Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image febry renaldi

Korupsi Menggerogoti Nilai Etika Pancasila: Peran Apa Yang Harus Diambil Anak Muda?

Olahraga | Thursday, 07 Jul 2022, 13:29 WIB

Sebelum mengupas lebih dalam tentang korupsi, alangkah baiknya kita harus mengetahi terlebih dahulu definisi dari korupsi itu sendiri. Korupsi atau rasuah atau mencuri (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, mencuri, maling) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan wewenang yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok. Menurut Robert Klitgaard korupsi adalah suatu tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, dimana untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi atau perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri, atau dengan melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena mencuri harta negara dan memiskinkan rakyat. Tentunya korupsi termasuk suatu tindakan yang melanggar hukum demi kepentingan pribadi maupun kelompok dengan tujuan memperkaya diri. Termasuk Indonesia yang mengalami peningkatan tiap tahun dalam kasus korupsi, sehingga Indonesia dalam kasus korupsi menduduki peringkat 96 dari 180 negara di dunia. Oleh karena itu lah, Indonesia mengalami banyak kerugian sehingga imbasnya bisa menyengsarakan rakyat. Selain itu, korupsi juga melanggar nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak boleh dinodai atau dilanggar dengan tindakan yang dapat merugikan semua pihak.

Korupsi ini menjadi penyakit bagi tubuh negara. Jika di tubuh negara di dalamnya banyak terjadi korupsi maka negara tidak akan pernah sehat dan bersih. Hukuman yang paling tepat bagi koruptor adalah harus mengembalikan kekayaan negara itu sebanyak-banyaknya, tidak boleh ada toleransi terhadap para pelaku korupsi.

Pelaku korupsi bukan termasuk orang yang dapat disepelekan, hal ini dikarenakan mereka mempunyai peluang yang dapat digunakan untuk melakukan tindak korupsi melalui penyalahgunaan wewenang dengan infrastruktur yang tersedia. ((Nur & Ningsih, 2019).

Masih banyak masyarakat yang menjalankan kehidupannya dengan tidak mengimplentasikan nilai etika pancasila. Dapat kita lihat dari maraknya kasus korupsi di kalangan pejabat yang terus meningkat. Kebanyakan korupsi memang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan dalam politik atau sering disebut pejabat negara. Hal ini lah yang bisa menyebabkan citra bangsa memudar dan mencoreng muka negara. Untuk itu sudah sepantasnya diberi hukuman yang seadil-adilnya bukan seberat-beratnya. Karena adil belum tentu berat dan berat belum tentu adil.

Pancasila merupakan pedoman bagi masyarakat Indonesia untuk bersikap dan berperilaku baik sebagai warga negara. Untuk menciptakan keharmonisan dalam kehidupan bernegara, perlu mengimplementasikan nilai etika Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

1. Ketuhanan yang Maha Esa. Sila ini memiliki makna bahwa masyarakat Indonesia memiliki keimanan dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semua sepakat bahwa keenam agama yang ada di Indonesia menolak adanya korupsi. Adanya penolakan tersebut disebabkan perilaku koruptor yang tidak pantas dengan perilaku manusia beriman yang seharusnya. Secara tidak langsung para koruptor melanggar perintah Tuhan karena merugikan orang lain dan tentunya akan mendapat balasan yang setimpal di akhirat nanti.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sepertinya rasa peri kemanusiaan pada diri seorang koruptor masih perlu dipertanyakan, apakah masih ada atau sudah mati? Sila ini memandang bahwa korupsi sama saja merendahkan persamaan derajat. Para koruptor pasti kurang memiliki rasa peri kemanusiaan dan keadaban kepada sesama manusia, karena hak yang bukan miliknya, mereka rampas demi keuntungan pribadi tetapi merugikan orang lain.

3. Persatuan Indonesia. Sila ini menegaskan bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama dimata hukum. Jika seseorang melakukan korupsi sama saja melanggar sila ini. Seorang koruptor hanya mementingkan keinginan pribadi tanpa menyadari apa yang diperbuatnya dapat berdampak serius kepada masyarakat dan Negara. Selain itu sama saja dengan memecah-belah persatuan dan kesatuan karena perbuatannya berimbas kepada seluruh masyarakat Indonesia sehingga tidak bisa merasakan kekayaan Negara sendiri.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Dengan adanya korupsi terlebih di kalangan pejabat, jelas bertentangan dengan sila ke empat. Kepercayaan pada sistem demokrasi diserahkan kepada perwakilan rakyat. Rakyat sudah mewakilkan suaranya, nasibnya, dan harapan nya kepada para pejabat Negara. Ketika perwakilan negara sibuk menghabiskan anggaran negara, maka terjadilah pelanggaran terhadap sila keempat sehingga menimbulkan kekecewaan publik bahwa para wakil rakyat sudah tidak bisa dipercaya lagi.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan seketika hilang saat kesenjangan sosial semakin meluas yang disebabkan karena perbuatan rakus para koruptor Negara. Anggaran negara tidak lagi pro rakyat. Kepentingan publik dibingungkan oleh pembangunan yang belum selesai, karena dana pembangunan ada di tangan pelaku korupsi. Jika banyak agenda pembangunan tidak berjalan seperti yang diharapkan, kemajuan pembangunan yang adil dan peluang keadilan sosial akan hilang.

Lalu peran apa yang bisa diambil oleh anak muda di tengah bobroknya etika para pemimpin bangsa saat ini?

Untuk dapat berperan secara optimal dalam pemberantasan korupsi adalah dengan pembenahan terhadap diri sendiri dan lingkungan. Dengan kata lain, generasi muda seperti pelajar dan mahasiswa bahwa diri dan lingkungannya harus bersih dan jauh dari perbuatan korupsi. Faktor diri generasi muda kurangnya pemahaman tentang korupsi sudah menjadi hal yang lumrah bahkan sebagai kebiasaan. Dari kebiasaan yang dianggap lumrah tersebut, dapat tertanam kebiasaan yang akan dianggap wajar. Masalah kecil jika dilakukan terus-menerus akan dapat memasuki ranah mental dan perilaku generasi mudah yang sulit diubah.

Tolok ukur sesungguhnya, bukan perkara nilai atau kelulusan. Tetapi, bagaimana internalisasi pola antikorupsi tersebut dapat diimplementasikan para pemuda dalam kehidupan bermasyarakat. Pada masyarakat sendiri, kita melihat bahwa masih banyak yang terkungkung budaya koruptif. Lihat saja di sekitar kita, betapa maraknya fenomena yang mencerminkan perilaku tersebut. Di jalanan, kita bisa melihat maraknya pelanggaran lalu lintas. Mulai dari mengebut saat lampu traffic light menyala merah, tidak memakai helm, menggunakan jalur busway, dan sebagainya. Pada dunia pendidikan, kita juga melihat banyaknya siswa/pelajar/mahasiswa yang mencontek pada saat ujian berlangsung.

Solusi pemberantasan korupsi yang paling tepat tak serta merta langsung merujuk pada pejabat negara. Kita harus menilik lebih jauh lagi dari mana kita memulai untuk meluntukkan kebiasan korupsi yang sudah menjadi noda pada bangsa kita. Sulit apabila dibayangkan, akan tetapi setelah dijalankan akan terasa lebih mudah. Setiap pengorbanan bangsa dalam memberanta korupsi past memiliki tujuan mulia yakni memakmurkan Indonesia. Sebagai generasi muda apa yang harus kita lakukan?

Penerapan terhadap hasil pendidikannya dapat dilakukan dengan aksi-aksi sosial, baik dalam bentuk kerja bakti terhadap masyarakat atau dengan aksi demonstrasi yang edukatif untuk menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Pemuda kemudian dapat aktif melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah seperti seminar, dialog, debating, riset yang berkuat soal isu korupsi.

Peran pemuda pada aspek penindakan, pencegahan, dan pendidikan dalam pemberantasan korupsi wajib progres. Pemuda melawan korupsi bukanlah perkara mudah karena korupsi sudah menjalar ke seluruh lapisan masyarakat. Pemuda harus mampu melawan orang tuanya yang korupsi, saudaranya yang korupsi, paling tidak teman atau tetangganya yang korupsi. Pemuda harus mampu melawan dirinya untuk tidak ikut serta menikmati harta hasil korupsi, tidak menjadi penjilat koruptor.

Tantangan kedepan memang semakin berat, terbukti saat ini banyak pemuda yang acuh. Umumnya mengalami keganjalan karena infiltrasi globalisasi, liberalisasi, dan dominasi asing buah dari pasar bebas. Hal itu bisa dilihat dari perilaku generasi muda Indonesia yang bertambah hedonistis, dan apatis terhadap problematika kebangsaan. Terlebih hari ini kita dilanda degradasi moral anak kandung liberalisme, mendukung mental korup berkembang.Mirisnya banyak tokoh muda yang menjadi harapan bangsa terlibat kasus-kasus korupsi. Padahal ancaman korupsi dari hari ke hari makin masif. Hal itulah musuh nyata bangsa kita hari ini,

Begitu pentingnya peranan pemuda dalam pembangunan bangsa harus disadari oleh pemuda itu sendiri. Seharusnya pemuda hari ini aktif menjadi bagian dari solusi pada problematika bangsa, bukan kemudian menjadi bagian dari masalah dan acuh. Akhirnya, hal sederhana yang perlu kita lakukan bersama adalah, mulailah aktivitas dengan “membiasakan yang benar bukan membenarkan yang biasa.” Jika itu yang selalu dilakukan, kita pun bisa berharap, kelak anak cucu/generasi bangsa kita bisa terbebas dari belenggu korupsi.

Untuk menghilangkan budaya korupsi di Negara ini, salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh anak muda adalah melakukan “Perubahan”.

Perubahan itu butuh modal. Modal itu bernama kesadaran. Perubahan juga butuh awal. Nah, awal itu juga bernama kesadaran.

Penting banget buat kita sebagai anak muda calon penerus bangsa untuk sadar, bahwa Tuhan sudah memberikan kita akal dan pikiran untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang merugikan dan mana yang menguntungkan, mana yang akan menyakiti orang lain dan mana yang akan membantu orang lain.

Mereka yang menempuh kehidupan dengan sadar tentu berbeda dengan mereka yang tak sadar. Kita sering kali lupa bahwa ada hati untuk merasa, ada akal untuk berpikir da nada kaki untuk melangkah. Sebagai anak muda kita harus sadar bahwa Tuhan telah menciptakan kita dengan berbagai kekurangan dan kelebihan, bukan untuk baperan tapi untuk berperan!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image