Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yanuardi Syukur

Belajar dari Orang Besar

Agama | Wednesday, 03 Nov 2021, 14:19 WIB
Foto bersama Ustadz Ghozali Moenawar

Sekira satu jam sebelum masuknya azan ashar, saya bersilaturahmi dengan Ustadz M. Ghozali Moenawar di Kantor Urusan Internasional Universitas Al-Azhar Indonesia, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (2/1). Ustadz Ghozali adalah cendekiawan muslim kelahiran 1968, alumni Gontor seangkatan Ustadz Bachtiar Nasir.

Silaturahmi ini merupakan bagian dari upaya untuk 'belajar dari pengalaman' para kolega yang luar biasa di bidangnya. Ustadz Ghozali adalah kolega saya di Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI Pusat. Beliau juga penulis buku, salah satunya ditulis bareng Sekjen MUI Dr. Amirsyah Tambunan terkait solusi Indonesia untuk perdamaian Afghanistan yang sambutannya diberikan oleh Wapres Jusuf Kalla.

Sebelumnya, bersama Ustadz Ihsan Nahromi, saya juga bersilaturahmi ke Nahrawi Center, sebuah pusat kajian dan penerbitan yang dinisbatkan pada Dr. KH. Nahrawi Abdussalam, ulama aswaja Indonesia yang meraih doktor pertama dalam perbandingan mazhab dari Universitas Al-Azhar, Mesir (1970). Di situ kami bersilaturahmi dengan anak beliau, Ustadzah Amirah Ahmad Nahrawi yang juga sesama pengurus Komisi HLNKI MUI.

Silaturahmi ke Ustadzah Amirah mendapatkan berbagai pendalaman terkait kegiatan MUI dan pengalamannya waktu studi di Kairo. Ibunya asli Mesir, ayahnya asli Betawi, keluarga ulama besar Betawi.

Silaturahmi ke Ustadz Ghozali yang saat ini menjadi Ketua Kantor Urusan Internasional UAI tersebut lebih banyak pada soal refleksi dan kontribusi untuk institusi dan umat Islam secara umum. Selain bercerita soal kontribusi kita untuk MUI, kita juga cerita inspirasi dari Prof. Dr. Ing B.J. Habibie.

Ustadz Ghozali cerita, pada 1994--kalau tidak salah ingat--Pak Habibie mengirimkan gajinya beberapa miliar untuk pembangunan asrama mahasiswa di Mesir. Pada 1997, gedung Wisma Nusantara yang berlokasi di 8 Wahran St. Rabea Adawea Nasr City, Kairo tersebut diresmikan oleh beliau.

Dalam prasasti, tertulis:

Gedung Wisma Nusantara, Cairo, diresmikan penggunaannya pada tanggal 20 Ramadhan 1417 H/29 Januari 1997 M. Di bawahnya tertulis Meneg Ristek selaku Ketua Badan Pembina Yayasan Abdi Bangsa, Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie.

Dari cerita itu, saya berefleksi: betapa luar biasa sosok Habibie yang kiprahnya berdampak jangka panjang. "Kapan-kapan kita ke sana sama-sama," kata Ustadz Ghozali yang pada 1993/1995 menjadi bendahara ICMI Orsat Cairo dan pada 1992 menjadi Chairman ASEAN Student's Association di Mesir.

Sejak dari Mesir, Ustadz Ghozali banyak belajar dari Pak Habibie. Ia juga aktif di IIFTIHAR, The International Islamic Forum for Science, Technology and Human Resource Development dan menjadi Fellowship The Habibie Center (2003-2009). Pada 2009, ia diutus THC ke Taiwan untuk ikut International Workshop on Cultural Creative Industry.

IIFTIHAR adalah organisasi cendekiawan muslim dunia, berdiri pada 14 Muharram 1417 M/1 Juni 1996 M. "Lembaga ini diresmikan di depan Ka'bah," kata Ustadz Ghozali. Selain Pak Habibie sebagai Ketua Umum ICMI, IIFTIHAR juga didirikan oleh Presiden Islamic Development Bank Dr. Ahmad Mohamed Ali, Sekjen General Musim World League Dr. Abdullah bin Saleh Al Obeid, Sekjen Commission on the Scientific Miracle of the Qur'an and the Sunnah Dr. Abdullah Musleh, Sekjen International Federation of Arabic and Islamic Schools Dr. Tawfiq Al Shawi dan Sekjen International Institute of Islamic Thought (IIIT) Dr. Ahmad Totonji.

Ustadz Ghozali menghadiahkan saya piagam pendirian IIFTIHAR dalam empat bahasa: Arab, Inggris, Prancis, dan Indonesia. Piagama tersebut dibuka dengan basmalah, ayat pertama surat Al-'Alaq ("bacalah dengan nama Tuhan-mu"; iqra' bismi rabbikallladzi khalaq), dan lima paragraf terkait pentingnya umat Islam mengembangkan ilmu pengetahuan, sains, teknologi, dan sumber daya manusia sebagai bentuk rahmat bagi semesta alam.

Pendirian Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta, tidak terlepas dari kiprah IIFTIHAR. Sebelumnya, IIFTIHAR juga berkontribusi dalam GlobalTV, akan tetapi tidak berjalan maksimal. Maka, kontribusi melalui pendidikan dirasakan lebih berumur panjang dan strategis.

Selain menerima piagam pendirian IIFTIHAR, saya juga dikirimkan beberapa foto Ustadz Ghozali bersama Pak Habibie dalam beberapa moment, salah satunya saat di depan ka'bah. Kartu nama Pak Habibie sebagai Chairman IIFTIHAR juga diberikannya kepada saya selain kartu nama beliau sebagai General Manager IIFTIHAR.

Saya mulai mengenal IIFTIHAR dari Ustadz M. Habib Chirzin, guru kami di Pesantren Darunnajah, Jakarta. Sekira 1997/1998, saya terkesan dengan materi yang beliau bawakan di Asrama Putri, selain materi yang tak kalah inspiratif dari Dr. Marwah Daud Ibrahim, Dr. Sofwan Manaf, dan lainnya.

Saat bersilaturahmi dengan Ust Habib Chirzin di Baitul Arqam, saya pernah dapat kartu nama beliau yang ada logo IIFTIHAR. Di lain waktu saat menghadiri ceramah Dr. Imaduddin Abdulrahim di Masjid Al-A'raf, Kwitang, Jakarta, saya--yang tertarik dalam studi islam dan pengetahuan--diarahkan untuk bertemu Dr. M. Dawam Raharjo, namun sampai akhir hayatnya tidak sempat bertemu. Namun, spirit untuk belajar dari para tokoh besar dan cendekiawan muslim Indonesia tersebut patut untuk terus ada, entah bersua atau tidak bersua di dunia.

Sebelum pulang, saya hadiahkan buku yang baru terbit, "Ada Surga di Maryland: Perjalanan Santri Indonesia di Amerika." Sebuah buku yang saya merasa beruntung dapat di-endorse oleh tokoh seperti Dr. Arifi Saiman, Dr. Sudarnoto Abd Hakim, Imam Fahmi Zubir Zakaria, Bachtiar Adnan Kusuma, Munawir Aziz,dan Tatang Hidayat.

Kata 'santri' dalam buku itu, selain merujuk pada identitas sebagai alumni pesantren juga pada spirit untuk belajar dan syukur-syukur--ke depannya--bisa menjadi pribadi ulil albab yang betul-betul berzikir kepada Allah dalam saat berdiri atau duduk serta memikirkan penciptaan langit dan bumi, dan berkata: "robbana ma kholaqta hadza bathila subhanaka faqina 'azabannar."

Depok, 3 November 2021

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image