Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Gelombang ke 4 Menyapa, Gimana Nasib Kita?

Politik | 2022-06-25 23:22:00

Banyak yang menyangka covid 19 sudah berakhir, berharap semua kembali seperti dulu lagi. Bebas untuk saling berkumpul, bersalaman, berpelukan tanpa khawatir dan risau akan tertular atau menularkan. Apalagi sudah banyak yang divaksin lebih dari sekali. Sayangnya, kenyataan tak berkata demikian.

Lonjakan Covid-19

Dilansir dari laman republika.com (20/6/2022), selama empat hari terakhir, kasus harian Covid-19 di Indonesia kembali tembus di atas 1.000 kasus. Terakhir pada Ahad (19/6/2022), tercatat 1.167 orang terkonfirmasi positif Covid-19. Subvarian baru Omicron BA.4 dan BA.5 yang telah masuk ke Indonesia dinilai sebagai penyebab kembali meningkatnya jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia. Para ahli memprediksi kasus Covid di Indonesia bisa mencapai dua puluh ribu per hari dan memicu gelombang keempat.

Menanggapi hal ini Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta pemerintah membatalkan kebijakan bebas masker di ruang terbuka menyusul peningkatan jumlah kasus Covid-19 sepekan terakhir. Walau akhirnya ditanggapi tak ada pembatalan kebijakan tapi seluruh rakyat dihimbau untuk tetap waspada dan menjaga protokol kesehatan.

Senada dengan PB IDI, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan kenaikan kasus Covid-19 dalam beberapa waktu terakhir merupakan alarm yang perlu diwaspadai bersama sehingga perlu memperketat kedisiplinan protokol kesehatan.

Abai Testing

Seyogyanya jika ada kasus aktif maka angka kematian harus ditekan dan angka kesembuhan harus ditingkatkan. Namun, fakta di lapangan tidak demikian. Dari sini, harus disadari bahwa testing adalah salah satu hal yang urgent dilakukan. Apalagi subvarian omicron B4 dan B5 ini bisa terjadi tanpa gejala.

Sayangnya masih banyak masyarakat yang abai akan pentingnya testing. Bisa jadi karena biaya yang dibutuhkan untuk testing yang lumayan. Kemudian karena lingkungan yang mendukung untuk diabaikannya testing dengan menyepelekan sakit yang bergejala. Terlebih dengan adanya pilih kasih hukuman pada kerumunan.

Kontestasi Politik

Di tengah kondisi yang genting dan mendebarkan ini, para politisi justru tengah disibukkan dengan pemilihan siapa yang akan diusung menjadi pemimpin negara pada tahun 2024. Mereka bahkan meminta aspirasi rakyat agar dapat diperoleh pasangan yang cocok.

Mitigasi masyarakat yang seharusnya menjadi sesuatu yang penting saat ini jadi kalah penting dibandingkan urusan kontestasi politik. Para elit politik sibuk mengamankan kekuasaan. Mulai dari konsolidasi partai politik, hingga tujuan penguatan koalisi pemerintahan. Akibatnya, nampak bahwa penguasa abai terhadap nasib kesehatan rakyatnya.

Kebijakan dzalim yang tidak malu diatasnamakan bagi rakyat diterapkannya. Hak rakyat untuk diurusi secara baik oleh penguasa dirampas dengan alasan bukan tugas negara atau mendidik rakyat jadi mandiri. Mereka lupa janji manis yang diucapkan saat kampanye pemilu. Dan saat pemilu mendatang, mereka pun akan kembali meluncurkan jurus yang sama. Gombal kesana kemari tapi amnesia saat sudah menjadi penguasa negeri.

Ini terjadi karena tujuan menjadi pejabat negeri hanya berputar pada kekuasaan dan cuan. Tidak melibatkan iman dan takut akan penghisaban. Sehingga wajar, bukannya memikirkan mitigasi agar rakyat sehat dan selamat, para penguasa kini malah sibuk sendiri. Klaim positif dan pencitraan disana sini.

Inilah potret buram kapitalisme yang diterapkan sebagai sistem kehidupan negeri ini.

Penanggulangan Pandemi

Kita punya solusi hakiki, yang datang dari ilahi rabbi. Sistem islam yang pernah diterapkan di jaman Rasulullah saw, para sahabat mulia dan dilanjutkan selama kurang lebih 13 abad lamanya. Inilah solusi bagi semua problematika kita, termasuk masalah penanggulangan pandemi.

Jauh sebelum jaman astronot terbang ke Bulan, masih di jaman unta dan keledai, Islam sudah mengajarkan bagaimana cara berhadapan dengan pandemi. Kita kenal tha'un Amwaz saat masa pemerintahan Umar bin Khaththab. Karantina wilayah dilakukan, semua kebutuhan rakyat yang terinfeksi dipasok oleh negara. Sehingga tak akan ada rakyat yang keluar dari tempat karantinanya untuk mencari nafkah, memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, wabah pun akan lebih cepat teratasi. Karena meminimalisir penularan pada yang sehat.

Gerak cerdas dan cepat dilakukan oleh penguasa. Karena mereka paham setiap tindakan mereka akan dihisab. Setiap nyawa yang gugur karena kelalaian mereka akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Dan ini lebih berat dari pada mengeluarkan dana oleh negara untuk menanggulangi pandemi termasuk memenuhi kebutuhan rakyat yang terdampak.

Inilah potret gemilang saat Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan. Tidakkah kita juga ingin mencicipi kejayaannya?

Wallahu'alam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image