Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Jindar Thiyafy

Sexual Harassment Melalui Media Sosial

Eduaksi | Thursday, 23 Jun 2022, 22:11 WIB

Perkembangnya zaman semakin maju apalagi dibidang teknologi internet. internet kini semakin luas dan mudah ditemukan, terutama di bidang media sosial yang semakin banyak platform-platfrom untuk berkomunikasi. Dimasa pandemi Covid-19 persentase penggunaan sosial media melonjak dengan pesat, Setengah dari penduduk Indonesia sendiri aktif menggunakan media sosial dalam kesehariannya. Kita tau media sosial adalah sebuah media yang digunakan untuk berkomunikasi secara online yang dimana disitu tidak dibatasi ruang dan waktu.

Di dalam bersosial media, kita bisa berkomunikasi dimanapun dan kapanpun kita berada. Media sosial juga bisa berdampak besar dalam kehidupan keseharian kita, seperti seorang yang dulunya tidak dikenal masyarakat lalu menggunakan sosial dengan mahir, akhirnya orang itu dikenal oleh masyarakat luas. Selain itu, media sosial ada juga manfaatnya yang bisa kita gunakan, seperti sebagai media untuk berjualan online, mencari koneksi, mencari relasi secara luas lagi. Media sosial secara tidak langsung membuat diri kita tahu dunia maya yang dimana itu berisikan dunia sangat bebas tanpa adanya batasan yang berisi orang-orang dari dunia nyata. Di dunia maya juga setiap orang bisa menjadi siapapun dan apapun itu yang bisa menjadikan ancaman berkelanjutan jika pengguna media sosial tidak hati hati dalam menggunakannya.

Sexual Harassment atau pelecehan seksual merupakan perilaku atau sikap yang dianggap melanggar norma kesusilaan dan norma kesopanan yang bertujuan memuaskan nafsu pribadi yang bisa dilakukan oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. pelecehan seksual menurut komnas perempuan di dalam artikelnya yang menjelaskan tentang pelecehan seksual ialah tindakan seksual melalui sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksualitas korban. Pelecehan seksual dibedakan menjadi dua yaitu pelecehan verbal dan nonverbal, pelecehan verbal biasanya terjadi melalui sentuhan, rabaan, siulan, atau kontak fisik lainnya. Sedangkan pecelahan nonverbal biasanya terjadi pelecehan yang menggunakan kata-kata dalam keadaan langsung ataupun melalui media sosial.

Pada masa pandemi Covid-19 sendiri pengguna media sosial meningkat dengan pesat yang membuat meningkatnya juga jumlah platfrom media sosial, bisa jadi itu membuat semakin besar juga kemungkinan pelecehan seksual terjadi. Pelaku pelecehan seksual biasanya melakukan aksi didalam platfrom ternama seperti Twitter, Instagram, dan platfrom terkenal lainnya, biasanya pelaku melakukan aksinya dengan mengomentari foto korban dari bagian tubuh korban, ada juga pelaku yang melakukan aksinya dengan menyebarkan foto atau video yang berbau seksual di media sosial, dan ajakan berhubungan intim atau tindakan seksual lainnya.

Di Indonesia, telah ditetapkannya Undang-undang baru pada selasa,12 April 2022 yaitu Undang-Undang Tindak Pindana Kekerasan Seksual (UU TPKS)

Pada Pasal 5 UU TPKS mengatur bahwa pelaku perbuatan seksual nonfisik dapat dipidana hingga 9 bulan penjara. "Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)."

Tak hanya itu, UU TPKS juga mengatur pelecehan seksual fisik sebagai salah satu tindak pidana kekerasan seksual. Menurut Pasal 6 UU, pelaku pelecehan seksual fisik dapat dipidana hingga 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 300 juta. "Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)," bunyi Pasal 6 huruf a UU TPKS. "Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)," lanjutan Pasal 6 huruf b.

Walaupun sudah ditetapkannya hukum dan aturan baru tidak membuat para pelaku pelecehan di Indonesia merasa segan dan takut. Seharusnya orang-orang harus lebih berhati-hati dalam berkomentar kepada orang lain, karena tidak tau apa dampak yang dirasakan orang tersebut. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual di media sosial, kita harus berhati-hati dalam berkomentar melalui media sosial, karena apa yang ada dimedia sosial bersifat publik atau bisa dilihat orang banyak, Marilah kita manfaatkan media sosial ke arah hal yang positif dan semestinya menggunakan sosial media dengan benar dan jadikanlah media sosial tidak menjadi tempat rawan terjadinya pelecehan seksual.

Tim penulis :

Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H (Dosen FH Unissula)

Muhammad Jindar Thiyafy (Mahasiswa S1 PBSI Unissula)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image