Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asri Hartanti on Ahaa Channel

Ada Gap di Antara Kita Bagaimana Menyikapi Kondisi Seperti ini Dari Kacamata Islam?

Agama | Tuesday, 21 Jun 2022, 08:42 WIB

Manusia membutuhkan bersosialisasi dengan orang lain, karena dengan bersosialisasi, mereka dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan dalam hidupnya. Manusia akan senantiasa membutuhkan orang lain dalam memenuhi berbagai kebutuhan-kebutuhan ini. Pedagang sayur misalnya, akan selalu membutuhkan ‘channel’ petani sayur untuk mendapatkan barang dagangannya.

Seiring dengan berjalannya proses bersosialisasi tersebut, akan terjalinlah yang namanya jejaring sosial. Si A akan berteman dengan si B, namun tidak dengan si C, karena berbagai alasan. Salah satunya mungkin karena si C mempunyai mind set atau karakter yang berbeda dengan si A maupun si B. Ada pepatah dalam Bahasa Inggris yang mengatakan bahwa “Birds of two feathers flock together”, yang artinya burung yang berbulu sama akan bergabung menjadi kelompok yang sama.

Semakin kuat terbentuknya jejaring sosial tersebut, maka kemungkinan terjadinya gaps atau jarak antara kelompok A, B, maupun C akan terjadi, karena kelompok-kelompok tersebut mempunyai ‘kode’kode’ sendiri dalam menyikapi berbagai macam hal dalam kehidupan mereka. Sesuatu yang dianggap lucu oleh kelompok A misalnya, akan dianggap biasa-biasa saja oleh kelompok B. Kondisi ini membuat kelompok A tidak nyambung dengan kelompok B, dan B tidak nyambung dengan kelompok C. Ketidaknyambungan ini jika tidak disikapi dengan baik akan berdampak pada gaps di antara kelompok-kelompok tersebut. Dan ini adalah recipe for disaster atau sumber bencana dalam sebuah lingkungan pergaulan. Dalam sebuah lingkungan perusahaan misalnya, kondisi seperti ini bisa mengakibatkan ketidakkompakan antar teman kerja. Padahal kekompakan bisa menjadi kunci keberhasilan perusahaan tersebut dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan.

Lalu bagaimana Islam memandang fenomena gaps ini? Islam mengajarkan bagaimana adab bergaul dengan orang lain. Yang pertama, adalah tentang bagaimana memilih teman. Dalam perspektif Islam, salah satu kategori teman yang baik adalah yang selalu mengajak pada jalan kebenaran dan kebaikan. Maka ada istilah sahabat til jannah, yang berarti bahwa pertemanan harus mendorong seseorang untuk selalu berusaha meraih surga. Antar teman sebaiknya saling menasehati pada hal-hal yang bersifat kebenaran dan kebaikan. Dalam sebuah lingkungan perusahaan misalnya, antar teman harus saling mengingatkan jika ada yang berniat melakukan hal-hal seperti korupsi, baik waktu maupun materi.

Artinya, nge-gaps tidak direkomendasikan dalam Islam. Yang dianjurkan adalah jenis pertemanan dimana ada rasa saling menyayangi dan peduli satu sama lain. Ketika seseorang menyayangi dan peduli pada orang lain, maka ia akan menasehati jika orang lain tersebut keliru. Sehingga siapapun yang mempunyai visi dan misi yang sama, ia harus direngkuh ke dalam circle pertemanan kita. Dan yang tidak, maka ia harus dinasehati untuk memilih jalan yang benar.

Namun, menyamakan visi dan misi dalam pertemanan seperti ini adalah hal yang sulit. Masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda tentang bagaimana seharusnya pertemanan terjalin. Setiap orang menjalin pertemanan dengan alasan masing-masing. Ada yang melakukannya untuk mendapatkan keuntungan finansial. Ada pula yang melakukannya untuk status sosial mereka. Itulah repotnya berteman dalam negara demokrasi.

Sebaliknya, menyamakan visi dan misi (dalam pertemanan) akan menjadi perkara yang mudah ketika kita mempunyai standar yang sama dalam melihat apapun. Jika sebuah negara menerapkan Islam, maka standar dalam melakukan apapun adalah Islam, termasuk dalam menjalin pertemanan. Bisa dibayangkan ketika setiap orang menjalin pertemanan dengan alasan untuk kebaikan dunia dan akhirat mereka, maka norma-norma dan nilai-nilai yang baik yang berlaku di masyarakat akan senantiasa terjaga dengan sempurna.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image