Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adeummunasywah Adeummunasywah

Status Anak lahir hasil zina?

Gaya Hidup | Thursday, 16 Jun 2022, 08:02 WIB

Status anak lahir hasil zina ?

Oleh : Heni Nuraeni

Maraknya pergaulan bebas dinegeri ini tak kunjung selesai. Misal kasus zina ,semakin hari semakin meningkat bahkan manjadi budaya. Padahal dari proses zina tersebut ada hasil yang rata-rata dari hasilnya itu jarang diterima yakni " kehamilan yang tidak dikehendaki". Lantas , status anak hasil dari hubungan tanpa ikatan pernikahan itu gimana???

Kejelasan keturunan ini menjadi perhatian Islam. Karena, selain berhubungan dengan nasab, kejelasan keturunan juga akan menjadi patokan dalam pembagian warisan.

Islam sangat memelihara keturunan. Itu sebabnya, ada aturan yang menjelaskan tentang nasab, pentingnya nasab. Manusia sampe sekarang berkembang biak melalui proses generatif, diturunkan. Bukan dengan proses membelah diri atau bertunas. Nah, karena proses generatif, maka harus jelas hubungan antara induk yang menurunkan dengan anaknya. Itu sebabnya, dalam Islam disyariatkan pernikahan.

Kenapa harus jelas ikatannya? Karena Islam memang menghargai keturunan. Bayangin kalau manusia bebas berzina. Ganti-ganti pasangan. Gimana kalau kemudian yang perempuan hamil. Pasti bingung menentukan anaknya: anak siapa? Karena begitu banyak lelaki yang telah berhubungan dengan wanita secara bebas. Tetapi jika terikat dengan pernikahan, maka sudah jelas pasangannya. Anak jelas ibunya dan bapaknya. Di sinilah Islam benar-benar menghargai manusia dengan syariatnya yang mengatur tentang keturunan yang jelas melalui ikatan pernikahan.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS ar-Ruum [30]: 21)

Jika sudah ada seseorang yang menarik hatimu; yang menghancurkan gunung es yang membeku di hatimu; yang membuatmu gelisah saat berada jauh darinya; yang membuatmu salah tingkah saat bertemu dengannya, bisa dipastikan, kamu sedang jatuh cinta. Jatuh cinta kepada seseorang yang telah membuatkan jalan untuk muara emosimu. Dialah kekasih hatimu.

Sejak hati tertambat di kerling matanya. Sejak mata tertahan pandangannya karena rupanya yang menawan. Dadamu terus bergejolak dengan rasa-rasa yang sebelumnya belum pernah menyapamu. Setelah kamu tahu keramahannya, dan juga begitu sholehahnya dia, rasa suka itu memenuhi ruang hatimu. Malam-malam yang dilalui terasa begitu berat. Siang-siang yang dilalui rasanya gersang. Tentu, jika tanpa menyebut namanya, atau tak bertemu dengannya.

Jika rasa itu begitu kuat mendesak, menekan, dan bahkan nyaris mengendalikanmu, hanya ada dua cara yang bisa dilakukan. Pertama, kuatkan tekad untuk meyakinkan diri agar lebih mantap menatap masa depan bersamanya. Menjalin cinta dan kasih sayang. Merenda bahagia dalam pernikahan yang suci. Itu sebabnya, sudah saatnya mulai menyusun rencana untuk mendekatinya. Untuk mengetahui sisi kehidupannya. Untuk menjelajahi identitas dirinya. Siapa tahu memang itu jodohmu.

Kedua, jika pernikahan terlalu berat untukmu saat ini. Merasa diri belum mapan, merasa mental masih belum kuat, tak ada salahnya untuk mengubur dulu keinginan menikah. Tak usah kamu paksakan. Karena segala sesuatu yang dipaksakan tanpa didukung kemampuan diri dan niat yang kuat, biasanya tak akan berjalan dengan baik. Jadi, sementara hindari dulu dengan banyak mengukur diri. Menyingkir dari obrolan-obrolan temanmu tentang pernikahan, dan lebih banyak menahan hawa nafsu dan menjauhi segala hal yang menjadi pembangkit gharizah an’nau dalam dirimu. Bukan mustahil jika itu akan membuatmu lebih tenang dalam menikmati hidupmu. Sambil terus berbenah untuk masa depan yang insya Allah akan kamu jalani terus selama hayat masih dikandung badan.

Ya, hanya dua jalan itu yang tersedia. Tak ada jalan lain. Itu sebabnya, merayakan naluri mencintai dengan jalan selain itu hanya mengundang bahaya. Ketika kamu merayakan ‘rasa cintamu’ dengan cara yang hewani, maka itu sama artinya telah merelakan bahaya mengancam dirimu, mengancam sang pujaan hatimu, dan juga mengancam orang-orang yang ada di sekitarmu yang telah menaburkan benih-benih cintanya kepadamu.

Cinta yang suci ini tak pantas dan tak layak untuk diekspresikan dengan cara-cara yang merujuk kepada hawa nafsu semata. Tak pantas pula dilakukan oleh seorang mukmin yang telah menjadikan hidupnya rela diatur syariat Allah. Seorang muslim sejati tak akan pernah ridha untuk menodai cintanya dengan perbuatan yang dilarang ajaran agamanya.

Jelasnya nasab, yakni karena diikat dengan pernikahan yang sah, akan memberikan kemudahan dalam mewariskan harta. Syariat tentang warisan adalah salah satu bentuk kepedulian Islam dalam pendistribusian harta. Bayangkan kalo keturunannya nggak jelas, atau karena nggak terikat pernikahan, maka keturunan yang seperti itu terancam nggak bisa dapet warisan. Wah, kasihan juga kan?

Dari Abdullah bin Amr bin Ash, beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan bahwa anak dari hasil hubungan dengan budak yang tidak dia miliki, atau hasil zina dengan wanita merdeka tidak dinasabkan ke bapak biologisnya dan tidak mewarisinya.” (HR Ahmad 7042, Abu Daud 2267, dihasankan Syuaib al-Arnauth)

Kita perlu sedikit tahu tentang definisi waris. Muhammad Ali ash-Shabuni (dalam buku Pembagian Waris Menurut Islam, Gema Insani Press, hlm. 33), menjelaskan bahwa al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa – yaritsu – irtsan – miiraatsan. Maknanya, menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.

Nah, pengertian menurut bahasa ini nggak terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan harta, tetap mencakup harta benda dan nonharta benda. Ayat-ayat al-Quran banyak menegaskan hal ini, demikian pula sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya Allah berfirman (yang artinya): “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud ” (QS an-Naml [27]: 16)

Kalau hadis ada nih, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Al-‘Ulamaa’u warotsatul an-biyaa’i–Ulama adalah pewaris nabi.”

Sedangkan makna al-miirats menurut istilah (makna hukum) yang dikenal para ulama adalah bepindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i.

Sekarang, apa aja sih sebab-sebab yang bisa menjadikan seseorang dapetin harta warisan? Islam memberikan batasan bahwa sebab-sebab waris-mewarisi ada empat: Pertama, kekeluargaan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” (QS an-Nisaa’ [4]: 7)

Sebab kedua seseorang boleh mendapatkan warisan atau mewarisi adalah karena perkawinan alias pernikahan. Ketiga, dengan jalan memerdekakan dari perbudakan sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, (yang artinya): “Hubungan orang yang memerdekakan hamba dengan hamba itu seperti hubungan keturunan, tidak dijual, dan tidak dihibahkan (diberikan).” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim)

Sebab keempat dalam waris-mewarisi adalah karena hubungan Islam. Orang yang meninggal dunia apabila tidak ada ahli warisnya yang tertentu, maka harta peninggalannya diserahkan ke baitul maal untuk umat Islam dengan jalan pusaka alias warisan. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): “Aku menjadi waris orang yang tidak mempunyai ahli waris.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)

Maksud hadis ini, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam nggak menerima warisan untuk diri beliau sendiri, tetapi beliau menerima warisan seperti itu untuk dipergunakan bagi kemaslahatan umat Islam. Sebabnya, selain sebagai Nabi dan Rasul, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga adalah sebagai kepala negara. Jadi tuh harta dari orang yang tidak memiliki ahli waris bakalan diserahkan ke negara. Tepatnya ke baitul maal untuk kemaslahatan kaum muslimin.

Dari paparan diatas tentang nikah dan waris ini semakin membuktikan bahwa Islam sangat memperhatikan keturunan. Menjaga dan memeliharanya.Itu sebabnya, islam melarang zina.

Wallahu alam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image