Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Suci Indah Novitasari

Sejarah Wakaf pada Masa Dinasti Islam

Sejarah | Monday, 18 Oct 2021, 20:42 WIB
ilustrasi wakaf.

Wakaf pada mulanya hanyalah keinginan seseorang yang ingin berbuat baik dengan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan yang pasti. Namun setelah masyarakatIslam merasakan betapa manfaatnya lembaga wakaf, maka timbullah keinginan untuk mengatur perwakafan dengan baik. Kemudian dibentuk lembaga yang mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara dan menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu atau keluarga.

Pada masa dinasti Umayyah yang menjadi hakim Mesir adalah Taubah bin Ghar Al-Hadhramiy pada masa khalifah Hisyam bin Abd. Malik. Ia sangat perhatian dan tertarik dengan pengembangan wakaf sehingga terbentuk lembaga wakaf tersendiri sebagaimana lembaga lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah yang pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan diseluruh negara Islam. Pada saat itu juga, Hakim Taubah mendirikan lembaga wakaf di Basrah. Sejak itulah pengelolaan lembaga wakaf di bawah Departemen Kehakiman yang dikelola dengan baik dan hasilnya disalurkan kepada yang berhak dan yang membutuhkan.

Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan “shadr al-Wuquuf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf. Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, sehingga lembaga wakaf berkembang searah dengan pengaturan administrasinya.

Pada masa Dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf cukup menggembirakan, dimana hampir semua tanah-tanah pertanian menjadi tanah wakaf dan semua harta wakaf tersebut dikelola oleh Negara dan menjadi milik Negara (baitulmal). Pada saat Shalahuddin Al Ayyubi memegang pemerintahan di Mesir saat itu ia bermaksud mewakafkan tanah-tanah milik Negara yang diserkan kepada yayasan keagamaan dan yayasan sosial sebagaimana yang telah dilakukan dinasti Fatimiyyah pada masa sebelumnya. Orang pertama yang mewakafkan tanah milik negara kepada yayasan keagamaan dan yayasana sosial adalah Raja Nuruddin Al Syahid dengan ketegasan fatwa yang dikeluarkan oleh seorang ulama pada masa itu ialah Ibnu ‘Ishrun dan didukung oleh ulama lain bahwa mewakafkan harta milik negara hukumnya boleh (jawaz).

Pada masa Dinasti Mamluk perkembangan wakaf pada masa itu sangatlah pesat dan beraneka ragam, sehingga apapun yang bisa diambil manfaatnya boleh diwakafkan. Yang paling banyak diwakafkan pada masa itu adalah tanah pertanian dan bangunan. Pada masa itu terdapat hamba sahaya yang diwakafkan untuk merawat lembaga-lembaga agama, seperti mewakafkan budak untuk memelihara masjid dan madrasah. Hal ini pertama kali dilakukan oleh penguasa Dinasti Utsmani ketika menaklukkan Mesir, seperti Sulaiman Basya yang mewakafkan budaknya untuk merawat masjid. Wakaf telah menjadi tulang punggung dalam roda ekonomi pada masa Dinasti Mamluk, perUndang-Undangan wakaf pada Dinasti Mamluk dimulai sejak Raja Al Dzahir Bibers Al Bandaqdari (1260-1277 M/658-676 H).

Sejak abad ke lima belas, kerajaan Turki Utsmani dapat memperluas wilayah kekuasaan, sehingga Turki dapat menguasai sebagian besar wilayah Arab. Di anatara Undang-Undang yang dikeluarkan pada mana Dinasti Utsmani ialah peraturan tentang pembukuan pelaksanaan wakaf yang dikeluarkan pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H. Undang-Undang tersebut mengatur tentang wakaf, sertifikat wakaf, cara pengelolaan wakaf, upaya mencapai tujuan wakaf dan melembagakan wakaf dalam upaya realisasi wakaf dari sisi administrasi dari perUndang-Undangan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image