Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Haifa Nur Raidah

Suara Kecil Menggaungkan Demokrasi Permusyawaratan

Politik | Wednesday, 13 Oct 2021, 19:11 WIB

Kalau soal politik nih, gua bukan orang yang paham betul tentang politik. Apa itu politik dan segala tek tek bengeknya. Gua ya kayak kebanyakan orang cuman tau politik karena nonton di TV atau baca di berita online semacam instagram, twitter atau platform lainnya. Tapi walaupun gua ga melek banget tentang politik, sedikit-banyaknya gua paham bagaimana bentuk pengamalan dari sila keempat yang berbunyi "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan". Sila keempat ini dikemukakan dan digambarkan dengan sejelas-jelasnya bahwa dalam kehidupan demokrasi bermasyarakat dan bernegara harus berdasarkan pada suara orang banyak yaitu suara rakyat. Ga boleh tuh ada 'suara besar' yang mendominasi kalau suara itu hanya untuk mencapai kepentingan pribadi. Kepentingan segelintir oknum-oknum nakal. Haram itu hukumnya.Loh kenapa gitu? Mengapa harus berdasar pada suara rakyat? Emangnya suara rakyat sudah pasti betul? Mengapa coba dalam kehidupan demokrasi berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada suara rakyat, karena untuk mengatur dan mengatur kehidupan rakyat tidak bisa jika cuman ngandelin satu suara saja. Apalagi yang diandelin itu suara oknum-oknum nakal. Perlu kesepakatan dan keseimbangan didalamnya. Nah kalau dalam bernegara 'suara besar' itu nantinya akan memegang suara-suara rakyat yang sudah jelas bisa kita anggap punya kebijaksanaan dalam kehidupan bermasyarakat secara lebih baik karena rakyat lah yang lebih dari apa yang mereka perintahkan, apa yang mereka inginkan dan apa yang seharusnya menjadi hak-hak mereka. Karena itu 'suara besar' ini perlu dikecilkan dan dijadikan lebih terbuka agar suara-suara rakyat dapat lebih dipahami dan dianggap keberadaanya. Karena pada hakikatnya 'suara besar' itu harusnya tercipta dari tampungan suara-suara rakyat itu sendiri. Lalu mengapa sila keempat ini berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan? Bukan perwakilan/permusyawaratan ? Mungkin ada beberapa orang yang luar biasa yaitu, salah satu sistem demokrasi kita ini membentuk musyawarah, mengambil keputusan bersama agar terciptanya keputusan yang dianggap terbaik untuk mengatur kehidupan masyarakat dan memecahkan masalah bersama juga yang nantinya akan diwakilkan. Disampaikan dan disuarakan oleh para wakil. Gua rasa musyawarah ini udah sering banget dibahas dan diajarin waktu kita masih duduk di bangku SD. Bahkan praktek musyawarah itu erat banget sama kehidupan sehari-hari. Dalam lingkungan keluarga kita bermusyawarah, dalam lingkungan sekitar rumah kita bermusyawarah, bahkan dalam pacaran pun kita bermusyawarah. Kenapa masih ada penyimpangan ya? Apa pemerintah ini mengurus amnesia saat mengatur urusan negara? Emang bener dalam politik ada beberapa praktek musyawarah yang muncul. Yaitu pemilu dan pemungutan suara. Jadi gue ga bilang kalau ga ada sama sekali praktek musyawarah yang diamalkan di dunia politik.Yang pasti ada cuman dalam hal pengamalannya masih banyak penyimpangan. Contohnya saja dalam pemilu. Kata politik uang udah ga asing lagi mampir di telinga kita. Karena faktanya praktek money politic itu ga bisa dipisahin dari pemilu. Dan jangan lupa juga tentang kamus dan penggelembungan suara. Kalau penyimpangan itu masih sering terjadi dan yang lebih parahnya lagi dianggap suatu hal yang lumrah, apa bisa dikatakan kalau negara kita ini berdemokrasi? Negara yang bangsanya mengamalkan sila ke 4 ? Yang sudah jelas kita semua tahu bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang harus kita amalkan dalam segala aspek kehidupan. Oh iya jangan lupa juga sama kasus matikan mic yang ikonik itu. Soalnya itu juga termasuk penyimpangan nilai demokrasi permusyawaratan loh. apa bisa dikatakan kalau negara kita ini berdemokrasi? Negara yang bangsanya mengamalkan sila ke 4 ? Yang sudah jelas kita semua tahu bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang harus kita amalkan dalam segala aspek kehidupan. Oh iya jangan lupa juga sama kasus matikan mic yang ikonik itu. Soalnya itu juga termasuk penyimpangan nilai demokrasi permusyawaratan loh. apa bisa dikatakan kalau negara kita ini berdemokrasi? Negara yang bangsanya mengamalkan sila ke 4 ? Yang sudah jelas kita semua tahu bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang harus kita amalkan dalam segala aspek kehidupan. Oh iya jangan lupa juga sama kasus matikan mic yang ikonik itu. Soalnya itu juga termasuk penyimpangan nilai demokrasi permusyawaratan loh. Tapi apakah wakil yang kita pilih dengan musyawarah itu mengamalkan secara utuh musyawarah dalam tugas yang mereka emban? Jawaban dari itu gak perlu gue jelasin lagi karena masing-masing dari kita udah tau kenyataan dalam prakteknya kayak gimana. Nah kasus kayak nih merupakan salah satu bukti walau berpendidikan tinggi, memiliki ilmu yang banyak, serta gelar yang terpampang bukan jaminan ilmu itu akan di praktekkan. Jadi ya sama aja, semua sia-sia. Karena sejatinya ilmu itu untuk diamalkan bukan hanya dihafalkan lalu disimpan. Dan sekarang masalahnya ini susah banget dapetin wakil rakyat yang sesuai. Wakil yang amanah dan nggak nyelingkuhin rakyat. Yang bisa mengamalkan semua sila dari Pancasila terkhusus sila keempat ini. Banyak banget pertanyaan diotak gua. Dan kalian semua tentunya. Apa “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” sudah teraplikasikan dengan benar dalam konstitusi negara ini? Apa para wakil rakyat udah bener-bener setia sama kita? Apa waktu bersumpah pakai nama Tuhan hati mereka bersumpah atau hanya sebatas berhenti di mulut doang? Wajar banget kalau kita nanyain hal-hal kayak gitu. Bahkan bertanya seribu pertanyaan pun itu wajar dan memang seharusnya kita bertanya tentang hal yang menurut kita tidak sesuai. Kan rakyat harus kritis. Supaya tidak mudah dibodohi. Bukan berarti saya wakil rakyat yang sekarang ga becus ya. Bukan gitu. Mereka semua hebat. Hebat banget. Tapi ibaratkan kehebatan mereka itu banyak kepake cuman buat ngePHPin rakyat doang. Karena bukan rahasia umum lagi kalau wakil rakyat ini emang membuat kekuasaannya bukan murni buat kepentingan rakyat, tapi buat kepentingannya pribadi dan kepentingan golongannya atau bisa kita sebut sebagai 'pengijonnya'. Mereka cuman ngejadiin partai politik dan kekuasaan itu sebagai tunggangan demi mencapai apa yang mereka mau. Dimana rakyat itu hanya dijadikan batu pijakan oleh para wakil beserta tunggangannya. Semakin kuat, semakin banyak hubungan dengan para penguasa semakin lancar pula. Seperti jalan tol, bebas tanpa hambatan. Bahkan ironisnya sering digunakan oleh rakyat kita sekarang karena popularitas dan kekayaannya bukan karena kualitasnya. Bagaimana negara ini bisa maju? Bagaimana demokrasi bisa dijalankan dengan benar-benarnya kalau penyanyi itu bahkan bisa diangkat menjadi wakil rakyat ngalahin calon-calon lain yang lebih kompeten di bidangnya. Yang sudah berpengalaman bertahun-tahun di partai politik. Tapi ya gua ga bisa berbuat banyak. Karena gua cuman rakyat biasa, orang kecil yang mengerti politik saja nggak. Gua cuman bisa berpendapat, menyuarakan kecemasan gua dan berharap semoga kelak para wakil ini bisa mengatasi kekecewaan rakyat karena sering diselingkuhi sama wakil-wakil sebelumnya. Bagaimana negara ini bisa maju? Bagaimana demokrasi bisa dijalankan dengan benar-benarnya kalau penyanyi itu bahkan bisa diangkat menjadi wakil rakyat ngalahin calon-calon lain yang lebih kompeten di bidangnya. Yang sudah berpengalaman bertahun-tahun di partai politik. Tapi ya gua ga bisa berbuat banyak. Karena gua cuman rakyat biasa, orang kecil yang mengerti politik saja nggak. Gua cuman bisa berpendapat, menyuarakan kecemasan gua dan berharap semoga kelak para wakil ini bisa mengatasi kekecewaan rakyat karena sering diselingkuhi sama wakil-wakil sebelumnya. Bagaimana negara ini bisa maju? Bagaimana demokrasi bisa dijalankan dengan benar-benarnya kalau penyanyi itu bahkan bisa diangkat menjadi wakil rakyat ngalahin calon-calon lain yang lebih kompeten di bidangnya. Yang sudah berpengalaman bertahun-tahun di partai politik. Tapi ya gua ga bisa berbuat banyak. Karena gua cuman rakyat biasa, orang kecil yang mengerti politik saja nggak. Gua cuman bisa berpendapat, menyuarakan kecemasan gua dan berharap semoga kelak para wakil ini bisa mengatasi kekecewaan rakyat karena sering diselingkuhi sama wakil-wakil sebelumnya. “ Lu itu ga melek politik tapi sosoan mau beropini soal politik?! “. Ya gua emang ga melek soal politik dan gua pun ga tertarik buat ikut andil di dalamnya. Tapi gua punya hak untuk bersuara. Kita semua punya hak. Negara ini kan negara demokrasi 'katanya'. Jadi berpendapat dan mengkritik itu hal yang wajar dong? Mau lu kaum pelajar, lu buruh kek, lu konglomerat atau apapun itu, selama kita masih warga Indonesia maka kita punya hak untuk bersuara. Menyerukan apa yang kita rasa tidak sesuai dan menuntut apa yang jadi hak kita. Tapi ironisnya dalam demokrasi ini suara-suara dan opini yang disampaikan kayak gini biasanya di kecam. Dianggap tidak menghormati pemerintah. Dimasukkan sebagai pelanggaran hukum. Sedih sekali ya. Padahal suara-suara kayak gini itu harus diterima dengan lapang dada dan dijadikan pengingat buat pemerintah. Dulu, ibu gua pernah bilang kalo nanti gua udah gede gua harus terjun ke dunia politik. Jadi orang besar dan benahi sistem didalamnya. Katanya dia gak mau gua jadi orang kecil. Harus jadi seorang pembaharu. Dan seketika respon gua saat itu cuman manggut-manggut doang. Berusaha kelihatan kalo gua mengiyakan proposalnya. Karena toh sah-sah saja kalau seorang ibu berharap anaknya menjadi seorang pembaharu. Apa yang harus dilakukan di negara yang memang harus. Tapi hati gua nolak. Menolak secara keras. Karena mengapa, gua selalu nyaman kalo nanti gua terjun ke dunia politik mau apapun pendirian gua, setebal apapun gua pasti nanti gua cuman dihadepin sama 2 kemungkinan. Mati dikhianati atau berdiri dan mungkin menjadi pengkhianat. Itu pendapat gua ya, disini gua ga ngajak atau maksa kalian buat ngikutin dan setuju sama pendapat itu. Toh kita semua bebas berpendapat. Bebas berpihak. Memang sih perkara politik, pancasila dan demokrasi tidak akan pernah ada habisnya untuk dibahas. Karena Pancasila sendiri punya banyak tafsir. Meskipun aja setiap orang gak akan satu sila dengan cara yang sama. Manusia mencari otak untuk berpikir, maka berpersepsi itu ga ada salahnya. Asalkan dalam pengamalan nya tidak ada yang menyeleweng atau keluar batas. Sama halnya kayak politik dan demokrasi. Alangkah baiknya negara kita ini bisa dikatakan baru belajar demokrasi. Dimana dalam pengamalan demokrasi ini masih banyak kekurangan dan ketidaksesuaiannya. Dan dalam memandang politik pun pasti ada perbedaan. Antara orang yang berpihak dan berbalik dari politik. karena itu kita sebagai rakyat, dan tentunya para wakil, pemerintah serta penguasa perlu bersama-sama, bergotong royong dalam menyempurnakan sistem demokrasi di negara kita. Gak bisa bergerak sendiri-sendiri. Karena kita ini satu tanah air, maka tujuan pun harus satu. Bersama sama membangun Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image