Bahaya Junk Food bagi Kesehatan Remaja dan Upaya Menurunkan Resiko Penyakit Degeneratif
Gaya Hidup | 2022-06-09 20:05:07Perkembangan zaman ditambah lagi dengan peningkatan pesat dalam bidang teknologi membuat kehidupan yang dijalani manusia lebih mudah. Ada banyak hal yang bisa dijangkau manusia hanya lewat teknologi canggih contohnya melalui ponsel. Melalui ponsel, kita dapat melakukan segala hal dengan mudah misalnya mengabari teman yang berbeda kota lewat aplikasi pesan, membeli pakaian dan alat kosmetik lewat aplikasi belanja, memesan ojek untuk menghantar kita ke tepat tujuan bahkan membeli makanan melalui aplikasi online. Membahas memesan makanan melalui aplikasi online, ada beragam aplikasi yang menawarkan kemudahan untuk membeli dan memesan makanan walau sedang jauh dari restoran tersebut. Misal aplikasi Shopefood, Gojek dan Grab. Ketiga aplikasi ini memberikan kemudahan pembelian makanan dengan bisa membeli apa saja dengan harga yang sudah tertera.
Makanan yang menjadi kesukaan kebanyakan anak-anak atau remaja adalah makananan cepat saji. Makanan cepat saji/junk food atau secara harfiah yang berarti makanan sampah, makanan rongsokan atau disebut makanan yang tidak berguna. Ketika masa remaja tiba, mereka dituntut oleh nafsu makan yang naik seiring bertambahnya usia dan pubertas. Oslida (2018: 1157) mengungkapkan bahwa sebagian besar remaja memesan makanan atau makan makanan cepat saji/junk food. Remaja juga memiliki candu dengan rasa junk food yang lezat. Meskipun junk food adalah makanan yang dapat dimakan cepat saji namun junk food termasuk makanan yang bernilai gizi rendah dengan kandungan kalori yang tinggi. Kebanyakan orang jika dalam masa diet akan menghindari makanan cepat saji karena dapat dengan mudah menambah bobot tubuh.
Jenis-jenis makanan junk food yang sering ditemukan sedang dikonsumsi remaja seperti gorengan, makanan kalengan, hamburger (makanan daging yang diolah), mie instan dan snack. Junk food mencangkup segala makanan yang cepat saji serta memiliki kandungan lemak yang tinggi dan jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan penyakit serius. Lemak-lemak yang didapat dari makanan cepat saji akan mengalami auto-oksidasi sehingga dapat dengan mudah menambah bobot tubuh atau radikal-radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas yang diakibatkan tingginya lemak dalam makanan akan menimbulkan penyakit degenaratif seperti penyakit jantung, diabetes dan kanker. Junk food juga dapat menimbulkan obesitas atau kegemukan karena memiliki kadar lemak yang tinggi dalam tubuh.
Selain mengandung lemak yang tinggi junk food atau makanan cepat saji juga mengandung zat aditif. Zat aditif dalam junk food seperti penggunaan penyedap rasa yang tinggi atau mono sodium glutamate. Zat aditif ini digunakan dalam penyedap dan pengawet makanan serta dalam pewarna makanan. Jika berlebihan mengkonsumsi MSG dapat menimbulkan efek samping secara langsung. Fildzah (2020) mengungkapan MSG dapat menimbulkan mual, ruam, alergi bahkan kambuhnya asma. Junk food juga mengandung tinggi gula terutama gula buatan. Gula buatan dapat meningkatkan resiko penyakit gula darah atau diabetes. Walau memiliki efek negatif bagi tubuh, junk food juga memiliki kelebihan-kelebihan, menurut Fildzah (2020) mengungkakan bahwa junk food dapat menghemat waktu, praktis, mudah untuk menemukannya, pengolahan yang relatif cepat dan memiliki rasa yang enak.
Kandungan gizi yang minim, penyajian makanan seperti kemasan yang digunakan sebagai pembungkus junk food patut diwaspadai. Hengky Darmawan, Ketua Federasi Pengemasan Indonesia menyebutkan hanya 10% pengemasan kemasan pada makanan. Menurutnya hal ini disebabkan karena produsen makanan tidak atau kurang mempertimbangkan kesehatan konsumennya. Produsen makanan terfokus untuk memberikan tampilan yang menarik untuk membungkus makanan produksinya. Atterwill dan Flack (dikutip Fildzha, 2020) mengungkapkan kandungan kemasan makanan menggunakan plastik dan sterofoam dapat menyebabkan produksi hormon testosteron terhambat.
Dengan penjelasan-penjelasan di atas mengenai bahaya konsumsi makanan cepat saji terutama pada remaja yang merupakan masa depan generasi muda Indonesia. Sudah sepatutnya, remaja-remaja memiliki gizi yang cukup dan seimbang sehingga berdampak baik bagi kesehatan mada muda mau pun masa tua nantinya. Untuk menyikapi bahaya junk food, terdapat upaya yang dapat dilakukan guna mengurangi konsumsi junk food. Sutrisno dkk (2018: 8) mengungkapkan cara mengurangi konsumsi junk food yaitu: mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok karena lebih cepat mengeyangkan, minum air putih secukupnya, meminum jus buah, mengurangi konsumsi kulit ayam, mengkonsumsi salad sayur maupun salad buah untuk menambah serat untuk tubuh. Masak makanan sendiri dari bahan-bahan yang diberi di pasar dan masih dalam keadaan segar dapat menjadikan makanan yang diolah lebih sehat.
Upaya mengurangi makan makanan dengan gizi yang rendah dapat dijadikan PR bagi produsen makanan untuk dapat membuat makanan dengan kadar gizi yang cukup serta minim mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh. Produsen makanan juga harus menyiapkan langkah awal untuk membuat kemasan makanan yang baik bagi makanan itu sendiri serta tidak menimbulkan efek berbahaya bagi konsumen. Produsen makanan juga harus bisa membuat pembungkus makanan yang ramah lingkungan sehingga tidak menciptakan sampah yang tidak bisa diurai.
DAFTAR PUSTAKA
Amaliah, Fildzah. 2020. Dampak Junk Food Bagi Kesehatan Tubuh. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pdf. (diakses tanggal 03 Juni 2022).
Martony, Oslida. 2018. Junk Food Makanan Favorit dan Dampaknya Terhadap Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Open journal Systems. 13(4). 1157. Pdf. (diakses tanggal 03 Juni 2022).
Sutrisno, dkk. 2018. Edukasi Baaya Junk Food (Makanan dan Snack) dan Jajan Sembarang dikalangan Remaja. Journal of Community Engagement in Health. 1(1). 8. (diakses tanggal 03 Juni 2022).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.