Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image dewi soviariani

Miris! Demi Kepentingan Bisnis, Red List Bakal Dihapus

Wisata | Monday, 11 Oct 2021, 04:42 WIB
ilustrasi sumber: republika

Indonesia sebagai negara eksotis selalu menawan dalam perburuan para wisatawan, sayangnya di musim pandemi ini semua aktivitas wisata dalam negeri harus terhenti. Sebagai pintu gerbang ekonomi negara, sektor wisata menjadi lumpuh seketika menghadapi wabah. Kebijakan Red list atas Indonesia pun akhirnya diputuskan mengingat tingginya angka penyebaran covid di wilayah khatulistiwa ini. Bagi para pengusaha sektor industri pariwisata tentunya kondisi ini sangat mempengaruhi pendapatan mereka. Pengelola hotel, restoran, dan objek wisata diambang kebangkrutan jika pandemi ini masih tak tertangani.

Dengan dalih agar pariwisata Indonesia Kembali hidup dengan masuknya wisatawan mancanegara akhirnya pemerintah Mendesak untuk segera menghapus red list ( kebijakan zona merah internasional). Ada apa sebenarnya dengan penghapusan red list ini, untuk kepentingan siapa kah pengaruh dari dihapus nya kebijakan Red list, semua menjadi tanda tanya besar, apalagi kalau melihat peluang masuknya wisatawan asing ke negara kita semakin terbuka, tidak khawatirkah pemerintah dengan dampak virus yang akan dibawa mereka dengan beragam jenis variannya. Bukankah hal tersebut akan membuat cluster baru yang bisa jadi memicu lonjakan korban covid 19 semakin tinggi.

Pemerintah seakan tergesa-gesa untuk memutuskan situasi Indonesia mulai kondusif dari pandemi, sehingga begitu mendesak agar kebijakan red list segera dihapuskan. Hal ini diperjelas dengan langkah yang diambil oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, yang meminta petinggi negara sahabat untuk menghapus Indonesia dari daftar merah perjalanan.

Retno mengatakan dalam pertemuan tinggi di Sidang Majelis Umum PBB ke 76 di New York, Jumat (24/9/2021) malam waktu AS, IA sudah melakukan pembahasan isu dengan 18 negara membahas beberapa isu. Salah satunya terkait penanganan Covid-19. Klaim pemerintah terkait kasus covid 19 yang melandai tidak bisa menjadi patokan bahwa negeri ini tuntas menangani pandemi, begitu pun negara negara lainnya. Bahkan uji coba sekolah tatap muka kembali menunjukkan angka lonjakan korban covid 19 meningkat kembali. Kontras sekali dengan fakta di lapangan dengan data yang disampaikan oleh pemerintah. Lantas kenapa memaksa keadaan untuk segera membangkitkan sektor pariwisata dengan alasan menghidupkan ekonomi. Sudah tergambar bukan apa yang akan diakibatkan oleh penghapusan red list tersebut?

Tak hanya mendesak penghapusan red list saja, ternyata pemerintah pun sudah mulai membuka keran masuk industri pariwisata nasional, terutama Bali yang menjadi pusat daya tarik wisata dunia. Melalui Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace). Beliau mengungkapkan, pihaknya kini masih sedang menyusun rencana pembukaan pariwisata Bali untuk internasional. Sebab, pembukaan pariwisata untuk wisman tidak semudah domestik serta harus diumumkan satu bulan sebelumnya guna persiapan penerbangan dan sebagainya. "Jadi kalau kita berbicara (pembukaan wisman) di November, tentu kita harus umumkan di akhir September ini. Nah kita sedang usulkan, kalau misalnya direncanakan November untuk (pariwisata) internasional, tentu kita tidak bisa melihat seperti hitam dan putih," terang Cok Ace.

Melihat persiapan yang dilakukan memang tak main-main, pemerintah serius menyiapkan grand design untuk membuka industri pariwisata dalam waktu dekat. Lunaknya persyaratan untuk menunjang berjalan nya program ini merupakan bukti nyata bahwa rencana ini akan segera terealisasi.

Masih segar diingatan kita bagaimana tingginya korban jiwa setiap hari mewarnai ruang berita. Suara sirine ambulan mondar-mandir dijalanan menjadi rutinitas tak terelakkan. Tim nakes yang terus silih berganti menjalankan peran tak urung akhirnya menjadi korban. Suasana mencekam sesaat setelah pemerintah mulai membuka ijin masuk nya wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia. Apakah kini akan terulang kembali dengan angka korban yang lebih tinggi dari sebelumnya jika desakan penghapusan red list terus dilakukan oleh pemerintah. Akan ada nyawa rakyat yang akan melayang menjadi tumbal hausnya para pembisnis melahap rupiah dengan pemerintah sebagai perpanjangan tangan mereka.

Rangkaian kebijakan menarik masuk wisman bukanlah kepentingan ekonomi mayoritas rakyat tapi hanya menguntungkan segelintir pebisnis (konglomerasi hotel-pengelola tempat wisata). Rakyat dalam hal ini akan menjadi korban terdepan. Resiko terpapar virus hingga kondisi ekonomi yang akan semakin memburuk menjadi ancaman terbesar atas kebijakan ini. Pemerintah mengklaim pariwisata merupakan kunci pertumbuhan ekonomi karena mampu mencetak lapangan kerja untuk semua umur, segala level keterampilan, dan untuk bidang apa saja. Jokowi pun menetapkan pariwisata sebagai sektor unggulan pembangunan nasional. Mengingat SDA telah dikuasai asing dan aseng, maka pertumbuhan ekonomi yang “memandirikan rakyat” dilakukan dengan menjual pesona alam (pariwisata), sekaligus memberi lapangan pekerjaan sekalipun tanpa diurus pemerintah. Kemenparekraf mencatat, sektor ini berpotensi menyerap 13 juta orang tenaga kerja. Di antara konglomerasi bisnis itu adalah para pemilik hotel dan pengelola tempat wisata. Para pebisnis menggelontorkan suntikan dana yang tidak sedikit kepada pemerintah. Pada sisi lain, lembaga kapitalistik global siap memberikan bantuan dana bagi negara yang berupaya meningkatkan pariwisatanya. Sebut saja United Nations World Tourism Organizations (UN WTO), World Travel and Tourism Council (WTTC), World Bank, dan Islamic Development Bank (IDB).

Bersembunyi dibalik layar, ekonomi kapitalis neoliberal seakan menjadi penyelamat ekonomi rakyat. Desakan penghapusan red list menjadi narasi buruk bagi nasib rakyat. Akibat penerapan sistem kapitalisme yang mengusung ekonomi neoliberal inilah akhirnya berbagai kebijakan rusak lahir dengan berbungkus kemasan manisnya mengelabui dan menimbulkan penderitaan. Harusnya pemerintah fokus menangani tuntas pandemi ini dengan aturan yang tepat dan menbawa kemaslahatan bagi bangsa. Namun mustahil sekali jika penerapan ekonomi liberal masih menjadi landasan dalam menatur negeri ini. Inilah akar permasalahan sesungguhnya.

Memang benar jika Allah memerintahkan kepada kita agar mengatur kehidupan dengan memutuskan setiap perkara mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya secara totalitas. Agar problematika bangsa ini bertemu solusi. "Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS An-Nisa: 65). Dalam Islam tak ada rakyat yang harus menjadi tumbal akibat salah kebijakan. SDA yang berlimpah akan dikelola dengan baik tanpa campur tangan asing dan swasta. Sehingga penanganan terhadap wabah tak mengalami hambatan dalam hal dana. Ekonomi Islam akan menjadikan masyarakat produktif dan kreatif dalam menjalankan peran nya. Sektor pariwisata akan menjadi sarana edukasi dan dakwah kepada masyarakat lokal maupun mancanegara bukan dieksploitasi untuk menyelamatkan ekonomi segelintir orang saja apalagi sampai jadi sarana penyebaran wabah. Tentunya hal ini bukan sekedar cerita, sejarah mencatat nya sebagai masa gemilang peradaban dunia dibawah naungan Islam. Penerapan Islam kaffah layak menjadi role model untuk mengatasi problematika dunia yang sudah semakin lemah dalam menghadapi keterpurukannya ditengah wabah. Kembali pada aturan Islam solusi hakiki akan terwujud nyata bebaskan dunia dari penjajahan kapitalisme yang menghancurkan.

Allahu A'lam bisshawwab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image