Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asshofiana Najwa

Tradisi Membuang Ayam di Gunung Pegat Lamongan: Hanya Mitos atau Ada Sejarahnya?

Sejarah | Monday, 06 Jun 2022, 05:57 WIB

Gunung Pegat merupakan bukit kapur yang dikepras untuk dibuat jalan jalur Babat-Jombang yang masuk wilayah desa karangkembang kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Gunung Pegat sangat populer di kalangan warga Lamongan dan sekitarnya (Bojonegoro, Tuban, Jombang). Selain karena terdapat destinasi wisata dan kuliner sego gunung yang cukup populer, terdapat sebuah tradisi yang sering dilakukan oleh sebagian warga Lamongan dan sekitarnya saat melakukan proses pengiringan pengantin yang harus melewati gunung pegat.

Tradisi tersebut berbentuk membuang ayam yang masih hidup saat rombongan iring-iringan pengantin melewati gunung pegat, tradisi ini dilakukan dengan tujuan agar pengantin tersebut tidak pegatan (Cerai) dan apabila pengantin tidak melempar ayam saat melewati gunung pegat maka diyakini pengantin tersebut akan cerai. Tradisi ini sudah dilakukan turun temurun oleh sebagian masyarakat Lamongan dan sekitarnya, terutama warga desa karang Kembang Babat. Tata cara membuang atau melempar ayam yang biasanya dilakukan oleh warga sekitar dengan melempar satu ekor ayam hidup ke arah sebelah kiri agar ayam tersebut tidak tertabrak kendaraan yang melintas di jalan Babat-Jombang sekitar gunung pegat tanpa di awali dengan doa-doa khusus. Penulis kemudian tertarik untuk melakukan wawancara terkait tradisi ini kepada salah satu pemuda desa karang kembang Babat Lamongan.

“Sampai sekarang tradisi atau kepercayaan membuang ayam masih banyak dilakukan, intinya kalau ada pengantin dan rombongannya baik perempuan atau laki-laki kalau lewat gunung pegat pasti kebanyakan membuang ayam dan tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh warga Babat tapi sekitarnya juga terutama daerah selatan kecamatan Babat” Ujar Ari.

Selain itu penulis juga mencoba menelusuri salah satu keluarga yang pernah melakukan tradisi tersebut dimana saat menjemput rombongan mempelai pria yang berasal dari daerah timur Lamongan, keluarga mempelai wanita melemparkan ayam ketika melintasi gunung pegat.

“ Iya keluargaku pernah melakukan tradisi ini, tepatnya saat ada salah satu anggota keluarga kami menikah ketika menjemput rombongan mempelai pria, rombongan keluargaku melempar ayam di jalanan sekitar gunung pegat kemudian biasanya ayam tersebut diambil warga sekitar, karena ada keyakinan kalau misal tidak membuang ayam takutnya akan pegatan (cerai)” Ujar Mutiara

Tidak diketahui secara pasti asal usul tradisi membuang ayam oleh pengantin di gunung pegat yang telah diyakini dan dilakukan turun-temurun oleh masyarakat sekitar gunung pegat Babat Lamongan. Namun ada sumber yang mengatakan bahwa tradisi ini bermula dari kisah yang terjadi saat zaman Belanda dimana terdapat pasangan putera dan puteri yang saling mencintai dan sedang bertapa di gunung pegat. Namun mereka harus dipisahkan karena ada pemotongan gunung pegat untuk pembukaan jalan jalur Babat-Jombang sehingga gunung pegat terbelah menjadi dua dimana gunung sebelah timur dinamakan sebagai gunung putera dan gunung sebelah barat dinamakan gunung putri. Setelag gunung pegat terbelah menjadi dua putera dan puteri pertapa tersebut melakukan upacara pelemparan ayam kampung sebagai bentuk tolak bala agar warga sekitar tidak mengalami pegatan (cerai).

Namun ada juga sebagian warga sekitar yang tidak melakukan tradisi membuang ayam di gunung pegat dikarenakan adanya pola pikir yang berbeda baik dipengaruhi adanya keyakinan agama maupun yang lainnya sehingga menganggap tradisi membuang ayam agar tidak pegatan hanyalah sebuah mitos belaka. Namun hingga saat ini tradisi membuang ayam di area gunung pegat masih di jalankan oleh sebagian masyarakat yang mempercayainya karena dianggap sebagai tradisi yang turun-temurun dari nenek moyang untuk dipertahankan eksistensinya dan apabila tidak lakukan akan mendapat

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image