Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Virgo Alifian Wahyu

Penderita OCD dapat Mendengar Bisikan Gaib, Benarkah??

Eduaksi | 2022-06-04 00:11:42

Beberapa waktu lalu sempat mencuat kabar bahwa salah satu publik figur Indonesia, yaitu Muhammad Ali Syarief atau yang lebih dikenal dengan nama Aliando Syarief tengah mengalami kelainan mental Obsessive-compulsive disorder yang kemudian disingkat dengan istilah OCD. Dikarenakan hal tersebut kemudian menjadikan Aliando memutuskan untuk vakum selama kurang lebih 2 tahun dari dunia hiburan tanah air.

Akibat mencuatnya kabar tersebut ke permukaan, menjadikan kelainan mental ini sebagai sorotan dan perbincangan di tengah-tengah netizen Indonesia. Banyak di antara mereka yang bertanya-tanya apa itu OCD, apakah OCD itu berbahaya, dan bagaimana proses penanganan yang tepat terhadap kelainan mental yang satu ini. Oleh karena itu, artikel ini ditulis untuk membahas secara singkat mengenai OCD dengan berdasarkan pada literatur dan cerita pengalaman narasumber yang pernah menderita OCD.

Mengenal Obsesive Compulsive Disorder (OCD)

Herdi Indardi berpendapat bahwa Obsesive Compulsive Disorder (OCD) merupakan sejenis gangguan kecemasan, yaitu penyakit yang berpotensi mengganggu serta memerangkap orang dalam siklus pikiran dan perilaku yang berulang (2016: 3). Seseorang yang menderita kelainan mental ini akan mengalami peperangan batin yang sangat hebat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Bagaimana tidak, ketika sedang mengunci pintu di malam hari yang seharusnya cukup dilakukan dalam satu kali aksi, tetapi akibat adanya dorongan dari “suara yang tak dikenal” menjadikan kegiatan mengunci pintu dilakukan berulangkali hanya untuk mengecek apakah pintu sudah terkunci dengan benar atau tidak.

Kecemasan yang timbul secara terus-menerus dan terngiang-ngiang di dalam pikiran menjadikan penderita OCD tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan tenang karena takut jika tidak menuruti keinginan dari “suara yang tak dikenal” itu dapat menjadikan timbulnya mala petaka bagi dirinya sendiri maupun orang lain yang disayanginya.

Lalu dari mana datangnya “suara tak dikenal” itu?

Bisikan Gaib oleh Suara Tak Dikenal

Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis kepada narasumber VA (19), mantan pengidap OCD, didapatkan informasi bahwa dirinya mengaku tidak tenang dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Setiap kali ingin melakukan kegiatan selalu saja ada “suara tak dikenal” yang memerintahkan dirinya untuk mengulangi setiap kegiatan yang dilakukan sebanyak 2, 3, bahkan ratusan kali. Menurut pengakuannya, akan ada kerugian besar yang menimpa dirinya jika tidak menuruti “suara tak dikenal” itu. Misalkan adalah saat melangkah keluar dari tempat tidur menuju ke pintu keluar, VA harus melangkah sebanyak tujuh kali, jika tidak tepat tujuh langkah maka kakinya akan lumpuh keesokan harinya. Ketika langkah kaki VA tidak tepat tujuh langkah maka dia harus mengulang kembali semua langkahnya dari tempat tidur ke pintu keluar sebanyak-banyaknya hingga tepat tujuh langkah. Setelah tepat tujuh langkah baru VA dapat melakukan kegiatan lainnya.

Oleh karena tindakan VA yang demikian menjadikan banyak orang memandang aneh kepada VA sehingga menjadikan dirinya minder dan menutup diri dari dunia luar. Sayangnya, tindakan yang dilakukan VA tersebut salah besar karena malah menjadikan OCD-nya semakin parah dari hari ke hari.

Keparahan kelainan mental yang dialami VA kemudian berlanjut sampai di satu titik di mana kegiatan belajarnya pun turut terganggu oleh OCD-nya. Ketika VA belajar, “suara tak dikenal” itu mengatakan padanya agar dia harus mengulang-ulang bacaan yang sebenarnya sudah dikuasainya sebanyak 3-5 kali. Tentu hal ini sangat menguras waktu belajarnya di mana ia harus mempelajari materi lainnya yang belum dikuasai. Namun, sekali lagi jika dia tidak menuruti “suara tak dikenal” itu, maka dikhawatirkan dia lupa atau bahkan besok gagal dalam ujian.

Dari cerita VA dapat disadari bahwa ternyata “suara tak dikenal” ini bukanlah berasal dari gangguan makhluk gaib atau pengaruh sihir, tapi semata-mata muncul karena adanya gangguan pada kesehatan mental penderita dan memunculkan keinginan kuat yang menumpuk sebagai obsesi. Adanya obsesi ini menjadikan timbulnya “suara tak dikenal” yang senantiasa terngiang-ngiang di kepala dan seolah mendikte setiap kegiatan yang dilakukan oleh penderita.

Dari paparan tersebut, diketahui bahwa pengaruh OCD ini sangat luas dan dapat merugikan bagi penderitanya, sehingga tidak dapat dianggap remeh. Dilihat dari sisi negatifnya, banyak sekali kerugian-kerugian yang akan dialami oleh penderita. “Tentu kerugian yang saya rasakan adalah pertama waktu, kedua tenaga, ketiga kesehatan mental, keempat hubungan sosial,” ujar VA ketika ditanya terkait kerugian yang dialaminya saat masih mengalami OCD.

Penderita OCD akan mengalami kerugian waktu karena tersita habis hanya untuk menuruti obsesi tindakan kompulsi (berulang) yang dilakukannya. Dalam melakukan tindakan kompulsinya, tentu banyak tenaga yang dikuras untuk menyelesaikan satu “misi” kompulsi demi meraih ketenangan dari kekhawatiran yang terngiang di kepala. Rasa khawatir yang terus timbul menjadikan kesehatan mental penderita menurun dan terjadi perubahan karakter yang mencolok dari penderita. Penderita yang awalnya adalah sosok yang periang, mudah bergaul, suka bersosialisasi dapat menjadi orang yang cenderung murung, mengurung diri, dan menjauhi keramaian. Tindakan mengurung diri ini akan berdampak pada penurunan kemampuan bersosialisasi penderita dengan orang di sekitarnya yang dapat menjadikan sulitnya menjalin hubungan sosial dengan orang baru dan merenggangkan hubungan sosial dengan orang dekat.

Meskipun demikian, ada beberapa dampak positif yang dapat diperoleh penderita OCD, yakni menjadi pribadi yang teliti, tekun, perhatian pada hal kecil, penuh perhitungan dalam mengambil keputusan, dan memiliki daya ingat yang kuat. Walaupun begitu, sekali lagi dengan melihat kerugian yang besar pada penderita apalagi sampai menyangkut pada kesehatan mental dan hubungan sosialnya maka alangkah baiknya jika penderita OCD tetap harus dirangkul dan dibantu untuk dapat meraih kesembuhan.

Metode Penyembuhan, Terapi, dan Pengobatan

Untuk menyelesaikan kelainan OCD, ada beberapa saran metode penyembuhan dari narasumber VA agar dilakukan oleh penderita yang di antara metodenya melibatkan orang-orang terdekat. Beberapa metode tersebut adalah:

a. Penyembuhan Mandiri

Langkah ini dapat dilakukan oleh penderita dengan mengedepankan logika dan kesadaran diri yang sepenuhnya diiringi dengan motivasi yang kuat untuk sembuh dari dalam dirinya sendiri. Metode ini memang terdengar mudah, tetapi bagi penderita hal ini sangatlah sulit apalagi jika harus dihadapkan pada kecemasan diri sendiri. Seolah terjadi peperangan yang besar dan hebat dalam diri penderita yang menjadikannya harus melawan dirinya sendiri untuk bisa sembuh dan kembali beraktivitas normal. Tingkat keberhasilan metode ini tergantung dari seberapa besar motivasi penderita untuk sembuh, faktor dukungan orang dekat, dan tingkat keparahan OCD yang diderita.

Proses penyembuhan mandiri dapat dilakukan dengan mulai mengatasi pemikiran obsesif yang muncul. Langkah-langkah untuk mengatasi munculnya pemikiran obsesif dapat dimulai dengan mencari tahu pemicu kecemasan, melawan gejala kecemasan yang timbul dengan menantang pikiran obsesif dan tindakan kompulsi saat muncul, serta mengendalikan stres yang hadir dalam proses penyembuhan.

Jika proses ini belum berhasil, maka terapi adalah jalan keluar berikutnya yang dapat dicoba oleh penderita.

b. Terapi Perilaku Kognitif

Terapi penyembuhan OCD ini akan membantu penderita untuk menghadapi hal-hal penyebab munculnya kecemasan melalui tahapan-tahapan yang terpola dan dalam lingkup lingkungan yang aman. Dengan berani menghadapi pemicu kecemasan didampingi keluarga atau orang dekat, maka penderita akan mulai belajar untuk mengatasi rasa cemas mereka. Diharapkan seiring berjalannya waktu kecemasan dapat berkurang sedikit demi sedikit.

c. Melibatkan Orang Tua atau Orang Terdekat dalam Terapi

Orang tua atau orang terdekat tentu memiliki kekuatan tersendiri dalam membantu proses penyembuhan penderita OCD karena mereka adalah sosok yang menghabiskan sebagian besar waktunya dengan penderita. Adanya kehadiran orang terdekat selama terapi dapat memberikan motivasi lebih kepada penderita agar dapat sembuh bukan hanya demi dirinya sendiri, tetapi juga demi kebahagiaan orang yang disayang.

d. Perawatan Intensif di Rumah Sakit

Ketika terapi ringan belum dapat menunjukkan perkembangan positif dari penderita setelah kurun waktu tertentu hingga mengganggu kegiatan sosial, sekolah, hingga ibadahnya maka perawatan intensif di rumah sakit perlu untuk dilakukan sebagai tindak lanjut dari upaya penyembuhan terhadap penderita.

e. Menggunakan Obat-Obatan

Metode penyembuhan penderita OCD yang terakhir adalah dengan menggunakan obat-obatan. Pengobatan utama untuk OCD sebenarnya berupa terapi perilaku kognitif. Akan tetapi, pada kasus yang lebih parah, terapi perilaku kognitif mungkin dapat dikombinasikan dengan penggunaan obat-obatan golongan anti depresan dengan pengawasan ketat dari dokter. Obat anti depresan digunakan untuk membantu mengurangi kecemasan. Obat-obatan tersebut juga memungkinkan penderita menjadi lebih responsif terhadap terapi.

Penggunaan obat-obatan dapat dikurangi atau dihentikan setelah penderita menunjukkan perubahan positif dalam keterampilannya untuk mengatasi kecemasan. Dokter juga dapat memberikan resep berupa obat jenis lain kepada penderita untuk mengendalikan gejala kemarahan berlebihan yang mungkin akan mempersulit pengobatan.

Penutup

“Penderita OCD bukanlah orang gila, bukan juga orang aneh yang harus dihindari. Tapi mereka adalah orang yang sedang mengalami tekanan yang besar dan berat karena harus bertempur habis-habisan dengan dirinya sendiri agar dapat sembuh dan hidup normal selayaknya manusia biasa,” tutur VA.

Penderita OCD hendaknya jangan dijauhi, jangan dihindari, jangan juga dimaki. Memang mereka memiliki tingkah laku yang bisa dibilang berbeda dan aneh menurut orang lain, tapi mereka juga berhak untuk dirangkul dan diajak bersosialisasi sebagai salah satu sarana mereka untuk menyembuhkan diri. Mari buka mata dan buka hati untuk lebih peduli pada orang lain dengan segala kondisi dan situasi yang sedang mereka hadapi.

Referensi:

Indardi, H. (2016). Proses Komunikasi Interpersonal yang Dibangun oleh Orang Tua kepada Anak Penyandang OCD (OBSESSIVE COMPULSIVE DISORDER) Dalam Tahap Penyembuhan. Jurnal e-Komunikasi, 4(2).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image