Peranan Modal Sosial di Era Disrupsi COVID-19
Eduaksi | 2022-06-02 16:14:15Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang menyerang seluruh negara di dunia mulai ditemukan di Indonesia sejak awal tahun 2020. Sejumlah pengamat kesehatan mengkategorikan Covid-19 sebagai salah satu jenis virus yang sangat cepat menyebar, berbahaya,dan mematikan (Suherman et al., 2021). WHO mengemukakan pada sejumlah kasus, masyarakat yang memiliki daya tahan tubuh (immunitas) yang sangat lemah dapat berkaibat fatal apabila tidak mendapatkan penanganan medis secara cepat dan tepat yakni dapat mengakibatkan kematian (Yusup et al., 2020). Jumlah kematian hingga tulisan ini dibuat, menunjukkan angka 6,29 juta orang meninggal dari 530 juta orang yang terkonfimasi positif karena virus ini.
Untuk menekan angka penyebaran virus, pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan PSBB diterapkan untuk membatasi kegiatan masyarakat turut berdampak besar pada segala sektor kehidupan masyarakat (Obi et al., 2020). Tidak hanya di sektor kesehatan, namun turut meluluhlantakkan sektor perekonomian masyarakat. Muhyiddin (2020) mengungkapkan bahwa berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), masyarakat Indonesia mayoritas bekerja di sektor informal mengalami dampak langsung dari kebijakan PSBB yang berpotensi mengalami kerentanan sosial dan guncangan ketahanan ekonomi. Pada akhirnya, guncangan ekonomi ini meledakkan jumlah kemiskinan dengan peningkatan 12,4% atau sekitar 8,5 juta orang (Suryahadi et al., 2020). Pada skenario sangat berat, Indef memprediksi ekonomi bisa minus 0,20% dan tumbuh hanya 1,40% pada skenario ringan.
Modal Sosial (Social Capital) dianggap dapat memberikan solusi untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19. Penguatan modal sosial dalam menghadapi pandemi Covid-19 menjadi alternatif strategi untuk tetap bertahan di masa-masa sulit. Modal sosial mengintegrasikan dimensi sosial dalam paradigma pembangunan berkelanjutan. Paradigma pembangunan yang mengusung konsep modal sosial adalah pembangunan bottom up atau partisipatif, dimana masyarakat ikut andil dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bangsa. Partisipasi masyarakat dalam mengatasi dampak pandemi COVID-19 menjadi bagian penting dalam memenangkan pertarungan melawan pandemi.
Konsep modal sosial pertama kali dikenalkan seorang pendidik di Amerika Serikat bernama Lyda Judson Hanifan pada tahun 1916 dalam tulisannya 'The Rural School Community Centre'. Menurut Hanifan, modal sosial termasuk kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial. Modal sosial merupakan energi kolektif masyarakat (atau bangsa) guna mengatasi problem bersama dan merupakan sumber motivasi untuk mencapai kemajuan ekonomi bagi masyarakat atau bangsa tersebut (Durkheim, 1973). Modal sosial diyakini sebagai modal yang besar dalam pembangunan karena mendasari pergerakan kebersamaan (collective actions), mobilitas ide, rasa saling percaya, dan saling menguntungkan untuk mencapai tujuan bersama.
Pada dasarnya, modal sosial bertumpu pada nilai kebajikan-kebajikan sosial umum dalam kehidupan masyarakat. Modal sosial melebur pada kepercayaan dan faktor yang penting bagi kesehatan ekonomi sebuah negara, yang bersandar pada akar-akar kultural suatu bangsa (Fukuyama, 1996). Dalam suatu webinar yang mengusung tema nilai-nilai bangsa untuk bangkit dan maju, Kepala Bappenas, Suharso, menyatakan bahwa:
“Modal sosial merupakan nilai atau norma yang berkembang di masyarakat dan memfasilitasi tumbuhnya kepercayaan gotong royong di sana. Selama vaksin Covid-19 masih terus diupayakan, kerja sama masyarakat menjadi kunci penerapan intervensi nonfarmasi. Dalam situasi ketidakpastian yang tinggi, dalam masa pemulihan dampak Covid-19 saat ini, membangun kepercayaan, kesadaran dan gotong royong di masyarakat menjadi penting,”
Sebagaimana dinyatakan Suharso, modal sosial yang tumbuh dalam masyarakat menjadi aset penting suatu bangsa. Melalui trust antar individu dalam masyarakat, dan antar kelompok dalam masyarakat maka implementasi suatu kebijakan akan berjalan lebih baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Terlebih dalam kondisi pandemi, pemerintah tidak dapat memerangi pandemi dengan hanya mengeluarkan kebijakan-kebijakan saja, namun harus didukung oleh masyarakat dan seluruh elemen bangsa sebagai implementor kebijakan tersebut. Hal ini didukung oleh riset terhadap 7 tujuh negara di Eropa menunjukkan bahwa negara dengan indeks modal sosial yang lebih tinggi mampu menekan kasus kematian dan tingkat mobilitas masyarakat lebih rendah sebesar 17 persen sampai 32 persen[1].
Keberhasilan Indonesia dalam memerangi pandemi COVID-19 tidak lepas dari modal sosial yang cukup tinggi dari masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa modal sosial yang ada dalam masyarakat merupakan aset untuk menumbuhkan rasa saling percaya dalam bekerja sama. Indeks Modal Sosial masyarakat Indonesia pada tahun 2017 menunjukkan indeks 47,86. Pada tahun 2019 pun Indonesia masuk ke dalam Top 10 World Giving Index 2019. Angka tersebut menggambarkan bahwa kondisi modal sosial masyarakat Indonesia masih tergolong cukup untuk dijadikan modal pembangunan. Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah. Sebaliknya, modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong-royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran, kriminalitas, dan menghalangi setiap upaya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Pada sisi ekonomi, modal sosial juga memiliki peranan besar dalam kehidupan masayarakat Indonesia. Sebagaimana dinyatakan Muhyidin (2020) bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja di sektor informal (Usaha Kecil Menengah, Usaha Mikro, dan Usaha Ultra Mikro). Dalam situasi pandemi, kekuatan modal sosial untuk saling bergotong royong dan bahu membahu antar masyarakat menjadi hal mutlak yang diperlukan dalam pembangunan. Masyarakat berlomba untuk menggalang solidaritas untuk saling bahu-membahu satu dengan yang lainnya. Di sisi lain, inovasi produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di masa apandemi terus dilakukan untuk bangkit dari kondisi ekonomi yang terpuruk. Data menunjukkan PDB industri kreatif di Indonesia pada tahun 2020 sebanyak Rp 1.134 trilyun, dengan modal sosial budaya kuliner sebesar 41% atau Rp.455,44 trilyun, nilai ekspor produk kelapa sebanyak USD 1.032 juta, serta nilai ekspor rempah dan herbal sebanyak USD 9.64 juta.[2]
Berdasarkan data diatas, secara empiris terbukti bahwa modal sosial memegang perana penting dalam mengatasi dampak pandemi COVID-19. Sebagaimana dikemukakan Romli (2020) bahwa modal sosial dibutuhkan dalam rangka mengamankan ekonomi masyarakat, terutama masyarakat yang mengembangkan industri mikro. Ketahanan ekonomi mikro pada akhirnya berdampak pada ketahanan ekonomi pada level makro atau negara. Realita ini membuktikan bahwa modal sosial turut berperan dalam pembangunan.
Modal sosial yang mulai disadari ketika pandemi terjadi, seyogyanya tetap dikembangkan sebagai modal bangsa Indonesia menuju ke arah yang lebih baik. Jika disandingkan dengan visi Indonesia pada tahun 2045, Indonesia menetapkan tujuan ambisius untuk mencapai model pembangunan yang lebih inklusif. Dengan merevitalisasi dan memanfaatkan modal sosial bangsa Indonesia, visi Indonesia pada tahun 2045 untuk menjadi negara berpendapatan tinggi dan mengurangi kemiskinan hingga mendekati nol bukanlah hal yang mustahil dilakukan.
Sebagai penutup, tulisan ini menjadi pembelajaran penting untuk penulis khususnya dan pembaca bahwa modal sosial berupa kepercayaan dan gotong royong yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia tidak hanya berperan pada tataran individu, namun memiliki dampak besar dalam pembangunan bangsa. Sudah seharusnya, dalam era disrupsi globalisasi, nilai-nilai luhur bangsa Indonesia bukan dijadikan penghalang pembangunan yang harus dihilangkan, namun seyogyanga dijadikan pelengkap dalam pembangunan untuk mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045.
DAFTAR REFERENSI
Kemenkeu. (2021). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021. Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran, 1–48. https://www.pajak.go.id/id/artikel/mengenal-insentif-pajak-di-tengah-wabah-covid-19#:~:text=Pemberian fasilitas ini diberikan melalui,22 Impor kepada wajib pajak.&text=Ketiga adalah PPh Pasal 25,selama 6 bulan ke depan.
Muhyidin. (2020). Covid-19, New Normal, dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning, 4(2), 240–252. https://doi.org/10.36574/jpp.v4i2.118
Obi, S. E., Yunusa, T., Еzеoguеri-Oyеwolе, A. N., Sekpe, S. S., Egwemi, E., & Isiaka, A. S. (2020). The Socio-Economic Impact of Covid-19 on The Economic Activities of Selected States in Nigeria. Indonesian Journal of Social and Environmental Issues (IJSEI), 1(2), 39–47. https://doi.org/10.47540/ijsei.v1i2.10
Suherman, A., Supriyatna, A., Mulyana, E., Widyanti, T., Saripah, O., & Rostiani, A. (2021). Persepsi Masyarakat Terhadap Pemberlakuan Social Distancing Di Masa Pandemi Covid-19 Sebagai Implementasi Modal Sosial. 3(1), 25–31.
Suryahadi, A., Al Izzati, R., & Suryadarma, D. (2020). The Impact of COVID-19 Outbreak on Poverty: An Estimation for Indonesia (Draft). SMERU Working Paper, April(April), 1–20. http://smeru.or.id/en/content/impact-covid-19-outbreak-poverty-estimation-indonesia
Yusup, D. K., Badriyah, M., Suyandi, D., & Asih, V. S. (2020). Pengaruh bencana Covid-19, pembatasan sosial, dan sistem pemasaran online terhadap perubahan perilaku konsumen dalam membeli produk retail. Http://Digilib.Uinsgd.Ac.Id, 1(1), 1–10.
http://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-release/1266-kekuatan-modal-sosial-dan-budaya-mampu-dorong-pemulihan-ekonomi-nasional (diakses 2 Juni 2022)
https://www.bappenas.go.id/index.php/berita/modal-sosial-jadi-kunci-pengendalian-covid-19 (diakses tgl 2 Juni 2022)
[1] Suharso (https://www.bappenas.go.id/index.php/berita/modal-sosial-jadi-kunci-pengendalian-covid-19 )(diakses tgl 2 Juni 2022)
[2] http://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-release/1266-kekuatan-modal-sosial-dan-budaya-mampu-dorong-pemulihan-ekonomi-nasional (diakses 2 Juni 2022)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.