Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edo Segara Gustanto

Zakatnomics dan Pengentasan Kemiskinan

Agama | Friday, 08 Oct 2021, 13:50 WIB
Sumber foto: Republika Online

Pada tanggal 15 Juli 2021, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis laporan bahwa pada Maret 2021 sebesar 10,14% atau sebanyak 27,54 juta penduduk Indonesia berstatus miskin. Tingkat kemiskinan Maret 2021 ini sedikit turun dari September 2020 namun masih lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi pada September 2019.

Kondisi pandemi menyebabkan banyak sektor usaha terdampak. Yang bisa bertahan barangkali hanya industri farmasi dan pendidikan. Karena itu pula, sektor ini yang tidak dibantu oleh Pemerintah lewat skema BPUM. Sedangkan sektor lainnya hampir semua terdampak. Dampak pandemi ini juga menyebabkan banyak pengangguran-pengangguran baru disebabkan Pemberhentian Hak Kerja (PHK) secara masal.

Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar jumlahnya. Para pegiat dan pelaku zakat harusnya bisa merespon kondisi ini. Beberapa Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) sudah melakukan, misalnya BAZNAS dengan program "Kita Jaga Usaha" atau yang dilakukan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) dengan program bantuan untuk para penyintas COVID-19 serta beberapa program-program lainnya dari LAZ. Namun sudah optimal kah program-program tersebut dalam pengentasan kemiskinan terutama masa pandemi ini? Menarik kiranya, membahas peran zakatnomics terhadap pengentasan kemiskinan.

Gagasan Zakatnomics

Gagasan zakatnomics dikenalkan oleh Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (PUSKAS) BAZNAS dalam acara Acara Seminar Nasional Zakatnomics dan Public Expose 2019 di Universitas Muhammadiyah Malang. PUSKAS BAZNAS pada saat itu dipimpin oleh Dr. Irfan Syauqi Beik. Zakatnomics merupakan sebuah konsep untuk memajukan ekonomi masyarakat melalui zakat.

Konsep zakatnomics didefinisikan sebagai kesadaran untuk membangun tatanan ekonomi baru untuk mencapai kebahagiaan, kesetimbangan kehidupan dan kemuliaan manusia yang didasari dari semangat dan nilai-nilai luhur syariat zakat. Zakatnomics juga dapat diterjemahkan sebagai nilai-nilai ekonomi zakat dan mengimplementasikan semangat zakat di berbagai sektor perekonomian seperti pertanian, pertambangan dan manufaktur, perdagangan dan jasa.

Zakatnomics pada dasarnya adalah ilmu ekonomi zakat, dimana zakat menjadi dasar filosofis, baik epistemologi, antologi maupun aksiologi, dari ilmu ekonomi yang dikembangkan. Ini tentu berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional. Namun karena zakat memiliki dimensi ibadah yang kuat, dimana al-Qur'an dan sunnah Nabi SAW menjadi dasarnya, maka zakatnomics tidak bisa dipisahkan dari ilmu ekonomi Islam, dengan spektrum lebih khusus yaitu membahas pilar ZISWAF sebagai pilar ketiga dari sistem ekonomi Islam, selain pilar sektor riil syariah dan sektor keuangan syariah. (Irfan Syauqi Beik, Kolom Iqtishodia Republika 26 Desember 2019)

Zakat dan Pengentasan Kemiskinan

Dalam bidang ekonomi, zakat bisa berperan dalam pencegahan terhadap penumpukan kekayaan pada segelintir orang saja dan mewajibkan orang kaya untuk mendistribusikan harta kekayaannnya kepada sekelompok orang fakir dan miskin. Maka, zakat juga berperan sebagai sumber dana yang potensial untuk mengentaskan kemiskinan.

Dari hasil penelitian empiris menunjukkan bahwa zakat memberi dampak positif bagi pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Ini membuktikan bahwa zakat yang dikelola dengan baik oleh institusi amil yang amanah dan profesional, maka implikasi terhadap pengurangan jumlah rumah tangga miskin dan mengecilnya kesenjangan pendapatan penerima zakat dapat direalisasikan.

Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya yang lebih maksimal di dalam menghimpun dan menyalurkan zakat secara produktif melalui sosialisasi dan edukasi tentang kewajiban dan harta-harta yang dikenai zakat dan mengupayakan agar para muzakki (wajib zakat) membayarkan zakatnya melalui BAZ/LAZ yang sah serta menciptakan program zakat produktif yang inovatif dan kreatif.

Kahf (1999) mengingatkan bahwa distribusi zakat tidak akan pernah dapat mengentaskan kemiskinan jika ”kue” zakat yang dibagi masih kecil. Diskursus tentang zakat sebagai alat untuk pengentasan kemiskinan tidak dapat menghindar dari pertanyaan bagaimana memperluas basis zakat sehingga diameter ”kue” zakat yang akan dibagi menjadi lebih besar lagi. Wallahua'alam.[]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image