Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lulu Nugroho

Menakar Klaster Sekolah di Tengah Pandemi

Eduaksi | Thursday, 07 Oct 2021, 16:33 WIB

Sejalan dengan pandemi yang tampak melandai, kebijakan pembelajaran tatap muka pun diberlakukan. Sebagian masyarakat menyambutnya dengan senang, sebagian lainnya tidak. Apalagi kemudian tersiar kabar, terdapat 1.302 klaster sekolah. Terbanyak, 583 klaster dari Sekolah Dasar, 251 klaster dari PAUD, 244 klaster dari SMP, 109 klaster dari SMA, 70 klaster SMK dan 13 klaster SLB.

Angka-angka ini tentu mengkhawatirkan, tidak hanya bagi orang tua, tapi juga segenap tenaga pengajar. Setelah dilakukan evaluasi oleh Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), mereka menyatakan bahwa ada mispersepsi dalam pemberitaan tersebut.

Data yang masuk dianggap masih belum valid, ujar Jumeri, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek. Ia menerangkan, data itu didapatkan dari pendataan Kemendikbudristek mengenai ada atau tidaknya warga sekolah yang terkena Covid-19. (Detik.com, 25/9/2021)

Dari sekitar 46.500 sekolah yang menjadi responden, 2,8 persennya menjawab warga sekolahnya ada yang pernah terkena Covid-19, baik itu siswa, guru, maupun tenaga kependidikannya dan belum tentu penularan terjadi di sekolah. Tak berhenti sampai di sini, pemerintah terus melakukan upaya pencegahan agar tidak muncul kasus klaster sekolah.

Dua strategi yang diterapkan pemerintah yaitu strategi protokol kesehatan (perubahan perilaku atau 3M), serta strategi deteksi atau surveilans dengan 3T (testing, tracing dan terapi). Hal ini patut mendapat apresiasi. Akan tetapi, tentu belum cukup. Pemerintah tidak boleh lengah, sebab pandemi belum lagi reda.

Di sisi lain pembelajaran jarak jauh (PJJ) pun ternyata sulit diterapkan. Banyak masalah yang meresahkan orang tua dan para guru, di antaranya sulitnya kuota internet, terbatasnya jangkauan jaringan dan fasilitas gadget yang tidak memadai, hingga beban pelajaran yang padat. Maka hal ini pun perlu mendapat perhatian serius.

Demi menjaga anak-anak bangsa dan tentunya seluruh tenaga pengajar, tidak cukup hanya menghimbau agar masyarakat taat prokes ketika melaksanakan PTM. Tetapi juga perlu penyediaan sekolah yang layak PTM sesuai standar pandemi. Seraya terus melakukan evaluasi berkala terhadap hasil PTM, apakah sesuai target pendidikan atau tidak.

Sayangnya hal seperti itu sulit direalisasikan, sebab kapitalisasi telah merambah ke seluruh sendi kehidupan. Akibatnya karut marut di dunia pendidikan pun tak terelakkan. Pendidikan yang sejatinya bisa diakses semua kalangan, malah berbayar mahal. Begitu juga halnya dengan kondisi tidak meratanya sarana dan prasarana penunjang pendidikan, menjadikan kesenjangan di antara para pelajar.

Sehingga tatkala wabah Covid 19 melanda, seluruh masalah pendidikan semakin jelas terlihat. Oleh karenanya negara bertanggung jawab menuntaskan problematika umat. Satu-satunya solusi hakiki adalah meninggalkan kapitalisme-sekularisme dan kembali pada aturan Ilahi. Dengan ini maka penyelenggaraan pendidikan dalam keluarga, masyarakat maupun tataran negara, akan berjalan dengan baik.

Sebab dalam Islam, negara wajib menyiapkan pendidikan yang terjangkau oleh semua anak-anak bangsa, tanpa kecuali. Seluruh warga berhak mendapat kesempatan mengenyam pendidikan berkualitas tanpa perlu mengeluarkan biaya. Tujuan pendidikan pun diarahkan untuk mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam dan siap memakmurkan bumi dengan risalah-Nya.

Dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai, tenaga pengajar yang mumpuni, serta lembaga dan fasilitas riset, asrama, perpustakaan, yang semuanya diberikan secara cuma-cuma baik ketika ada wabah atau tidak. Melalui penerapan yang menyeluruh seperti ini maka pendidikan akan berjalan optimal, dengan seluruh sistem penunjang (support system) yang dikendalikan oleh akidah.

Inilah model pendidikan terbaik yang dirancang dengan penjagaan sistemik yang berlandaskan akidah Islam. Pun tidak hanya sektor pendidikan yang diperbaiki, namun seluruh kebijakan dan pengaturan pada media massa, persanksian, sistem ekonomi dan keuangan diproyeksikan untuk membentuk generasi yang siap memimpin peradaban. Wallahu 'alam bishshowab.

Ilustrasi: How to Homeschool My Child

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image