Tinta Pendidikan Indonesia Saat Pandemi
Guru Menulis | 2021-10-05 20:18:03Keseimbangan dunia pendidikan dapat ditarik dari keseriusan menempatkannya pada tatanan tertinggi kehidupan. Plato pernah berkata âPendidikan adalah hal paling penting bagi negaraâ untuk itu, setiap siapa pun seharusnya sadar akan pentingnya pendidikan. Bagaimana sekarang? Pendidikan terancam tidak berjalan dan tersentuh oleh anak-anak kita. Pendidikan seolah mati suri karena pandemi.
Hampir seluruh sekolah ditutup. Anak-anak terpaksa belajar di rumah dengan berbekal gawai dan paket data yang kadang naik-kadang turun sinyal. Menjadi penghambat belajar dan pemicu kekesalan anak yang dibebani banyak tugas sekolah. Seminggu mungkin Dodit senang bisa bersantai nan malas-malasan di rumah. Belajar kapan pun kecuali ibu-bapak guru meminta jadwal âzoom meetingâ dilaksanakan. Selebihnya Dodit lebih pusing dari ibu-bapaknya, tugas datang bertumpuk setiap mata pelajaran. Ibu-bapak guru yang tak pintar membaca situasi menemukan kunci untuk mudah mengajar daring dengan lebih banyak memberi tugas.
Sementara itu, di sekolah elite yang lebih tegas, anak-anak diwajibkan selalu menyalakan zoom atau meet dari awal jam sampai penghujung jam. Setiap jam, setiap mapel, tak perduli anak-anak memperdulikan atau tidak. Sinyal di rumah baik atau buruk. Zoom harus tetap berjalan dan guru siap sedia memberikan materi pelajaran. Ironi yang tetap dilakukan tanpa ada pembaharuan yang lebih baik. Atau karena memang tidak ada yang lebih baik?
Kebiasaan baru mungkin berarti kesadaran baru tentang bahaya laten bangsa kita yang tak bisa memikirkan jalan keluar dari masalah baru yang ada. Atau mungkin kita terlalu malas untuk memikirkan bagaimana bila hal seperti ini terjadi dan bagaimana solusi untuk menyelesaikan masalah.
Setahu saya, pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak lebih dari sekedar pilihan paksa yang dipakai sebagai kunci untuk pembelajaran sekarang. Ia belum relevan dipakai di Indonesia. Banyak faktor yang menjadi masalah, mulai dari kuota data, sinyal buruk, sampai gawai yang tak memadai, atau bahkan tak memilikinya. Belum lagi kinerja guru yang belum semua melek teknologi, membuat PJJ seakan menjadi agenda yang dipilih karena tidak ada pilihan lain.
Saya setuju dengan pilihan pembelajaran berjarak. Entah itu dari rumah, dari rumah tetangga, atau rumah pak RT. Tetapi rincian hal itu seharusnya lebih jelas. Apa hanya sekedar diartikan berjarak? Tanpa ada unsur lainnya yang diperhatikan, bagaimana dengan pembelajarannya. Itu harus dijelaskan lebih dalam ketimbang memilih jarak.
Terlepas dari pembelajaran daring yang berlaku saat ini. Saya senang sekarang sekolah sudah mulai buka. PJJ saat ini sudah tidak dipakai atau mulai dikesampingkan. Anak-anak sudah mendapatkan vaksin, tetapi harus tetap menaati aturan. Memakai masker dan menjaga jarak. Pemerintah telah mengatur jumlah anak perkelas dan berapa batasan jarak antar masing-masing anak.
Tetapi apakah permasalahan belajar selama pandemi habis sampai di sana? Tentu tidak. Anak-anak yang mulai bersekolah kembali, harus beradaptasi. Juga ibu-bapak guru yang telah lama kehilangan sentuhan mengajar secara langsung harus mulai mencari lagi rasa mengajar itu. Belum lagi mengajar dengan mengikuti aturan atau memakai masker di ruangan, cukup membuat napas berat dan susah.
Sejauh hal teknis itu, minat siswa juga harus âdipukulâ kembali untuk meningkatkan semangat mereka. Semangat belajar yang mulai hilang ketika terkurung di rumah dengan segala kenikmatan yang ada. Ketika anak-anak melewati gerbang sekolah dan menghirup aroma kerinduan kayu dari meja dan kursi yang mereka tinggalkan selama pandemi. Selain itu, mereka juga harus merindui bagaimana manis dan menyenangkannya belajar di sekolah.
Pandemi menjadi persoalan baru bagi dunia pendidikan, banyak hal baru yang mesti dipahami dan dilewati bersamanya. Yang pasti, satu hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana meningkatkan mutu dan komitmen semua pihak yang merasa bertanggung jawab akan pendidikan. Bukan hanya sekedar mengisi kejenuhan dengan kembalinya aktivitas sekolah. Tetapi bagaimana sekolah itu dapat berfungsi dengan baik sebagai wadah untuk anak tumbuh dan berkembang menjadi manusia berguna bagi nusa dan bangsanya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.