Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rifka Zammilah, S.Pd.Si

Menangkal Hoaks Melalui Pembelajaran Matematika

Guru Menulis | Thursday, 30 Sep 2021, 16:23 WIB

Gelombang globalisasi semakin kuat kita rasakan. Penggunaan teknologi yang tidak terbatas menjadikan banyak informasi yang masuk. Tanpa kemampuan filter yang baik, informasi-informasi yang hoaks maupun yang kurang layak tidak dapat dipilah dengan efisien dan efektif. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang kurang mampu dalam memfilter informasi yang diterimanya. Hal ini menimbulkan tumbuh suburnya hoaks di kalangan masyarakat Indonesia. Selain hoaks, informasi-informasi yang tidak sesuai dengan norma agama dan norma sosial hendaknya juga harus difilter dengan baik.

Istilah hoaks tidak terlepas dari misinformasi dan disinformasi. Misinformasi mengacu pada informasi salah, tidak akurat dan biasanya tersebar luas ke orang lain meski tidak ada niat untuk mengelabui orang lain. Sedangkan disinformasi adalah penyampaian informasi yang salah (dengan sengaja) untuk membingungkan orang lain. Baik misinformasi maupun disinformasi adalah dua hal yang dapat menimbulkan dampak negatif. Beberapa dampak negative tersebut antara lain dapat menjerumuskan seseorang dalam informasi yang salah sehingga berisiko mengambil keputusan yang tidak tepat. Hal ini tentu bisa membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Terkait dengan hoaks, pada Agustus 2021 lalu, Kominfo memberikan laporan isu hoaks yang terjadi di Indonesia. Laporan tersebut memuat empat berita hoaks dan dua disinformasi yang beredar di masyarakat. Berita-berita tersebut mencakup isu-isu nasional yang berkembang, diantara adalah bansos, vaksinasi, serta covid-19. Selain keenam isu tersebut, tentu masih banyak lagi isu yang terjadi di masyarakat mulai dari level lokal hingga nasional.

Keberadaan hoaks baik misinformasi maupun disinformasi dapat menimbulkan keresahan, kekecewaan, hingga berkurangnya tingkat kepercayaan terhadap orang lain. Hal ini tentu sangat meresahkan masayarakat dan dapat menimbulkan kesalahpahaman hingga perpecahan di masyarakat. Begitu berbahaya dampak yang ditimbulkan hoaks ini. Apabila budaya hoaks ini dibiarkan, maka akan dapat membahayakan kehidupan bermasyarakat.

Salah satu cara dalam menangkal hoaks adalah melalui pembelajaran matematika. Mengapa matematika? Hal ini disebabkan matematika memiliki metode pembuktian. Diantara metode pembuktian yang dimiliki matematika adalah bukti langsung, bukti tak langsung, bukti kosong, bukti trivial, dan pembuktian dengan kontradiksi. Proses pembuktian tersebut dimulai dengan mengaitkan postulat, teorema, dan argument-argumen yang logis.

Mengapa dibuktikan? Philiph J. Davis dalam esainya yang berjudul Proof mengungkapkan paling tidak ada enam motivasi mengapa orang melakukan pembuktian. Keenam motivasi tersebut adalah to establish a fact with certainty, to gain understanding, to communicate an idea to others, for the challenge, to create something beautiful, to construct a large mathematical theory. Motivasi ini senada dengan motivasi mengapa kita perlu membuktikan kebenaran suatu berita, yaitu untuk menemukan fakta dan memperoleh pemahaman terhadap suatu berita.

Pembuktian dalam matematika dilakukan sesuai dengan jenis pembuktian yang ingin dilakukan. Misal dengan mengambil contoh pembuktian dengan bukti langsung. Bukti langsung ini biasanya diterapkan untuk membuktikan teorema yang berbentuk implikasi p Þ q (baca: jika p maka q). Di sini p sebagai hipotesis digunakan sebagai fakta yang diketahui atau sebagai asumsi. Selanjutnya, dengan menggunakan p kita harus menunjukkan berlaku q. Secara logika pembuktian langsung ini ekuivalen dengan membuktikan bahwa pernyataan p Þ q benar dimana diketahui p benar.

Pembuktian dalam matematika harus melibatkan oleh postulat, aksioma, maupun teorema yang mendukung. Relevansinya dengan kehidupan nyata adalah kita perlu menyelidiki berita-berita terkait yang diragukan validitasnya dari sumber lain. Hal ini berfungsi sebagai pembanding. Selain itu juga diperlukan kemampuan menginterpretasi informasi sehingga dapat menemukan informasi penting yang bermanfaat dalam penarikan kesimpulan apakah berita itu hoaks atau tidak.

Kemampuan melakukan pembuktian ini bisa diasah melalui pembelajaran matematika. Materi pembuktian sudah dilatih sejak di bangku sekolah dasar, akan tetapi untuk pembuktian secara lengkap mulai diberikan di bangku sekolah menengah atas. Melalui pembelajaran matematika, khususnya pada materi pembuktian, peserta didik diharapkan dapat melakukan pembuktian matematis. Harapannya, logika yang digunakan dalam pembuktian matematis dapat diterapkan dalam membuktikan informasi yang diragukan validitasnya.

Dengan demikian, melalui pembelajaran matematika, kita dapat membentuk nalar generasi muda untuk kritis terhadap isu-isu yang beredar di masyarakat. Tidak mudah percaya dengan berita yang beredar sebelum mengetahui tingkat validitas dari berita tersebut.

*) Guru Matematika SMA Ali Maksum Krapyak, Bantul, Yogyakarta.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image