Dongeng: Putri Sipuk Singwangibakpandan
Sastra | 2022-05-26 07:04:18Dongeng: Putri Sipuk Singwangibakpandan
Putri Sipuk Singwangibakpandan (Bagian 1)
Negeri Nakurat dipangku oleh Raja bernama Eron Bijakbajik. Permaisurinya bernama Ayu Singapikklakuane. Nah, putri tunggalnya bernama Sipuk Singwangibakpandan. Sebagai negeri idaman, kerajaan ini menyimpan berbagai kisah. Rakyat hidup aman sejahtera. Raja memerintah dengan bijak dan bajik sehingga apa pun yang menjadi keputusan raja, tidak perlu ada gejolak apalagi sampai rakyat turun berunjuk rasa di bundaran Ha-i-hi-hi-hi, nama alun-alun kerajaan. Misalnya, waktu harga BBM (Bahan Bumbu Masak) dan minyak goreng dinaikkan. Mana ada ibu-ibu rumah tangga yang protes?
Sang Putri Raja, Sipuk Singwangibakpandan selalu melibatkan diri untuk urusan kebijakan Negeri Nakurat. Dia sibuk memberikan penjelasan latar belakang naiknya BBM. Meskipun usianya belum genap 17 tahun, dia memang sering diajak Baginda Raja bertemu dengan berbagai lapisan masyarakat.
Kebijakan kenaikan BBM diambil baginda Raja Nakurat antara lain dalam rangka memperoleh masukan keuangan negara. Hal ini disebabkan, permintaan akan BBM dan minyak goreng di luar kerajaan begitu tinggi. Jika penghasilan kerajaan meningkat, kesejahteraan rakyat juga meningkat.
“Nah, itulah pertimbangan kerajaan. Bagaimana Ibu-ibu dan sahabat saya putri remaja?” ungkapnya dalam sebuah pertemuan di Balai Desa Jatiraden.
“Setuju. Tapi, janji Tuan Putri mau ngajar kami jadi, kan?” kata seorang ibu.
“Oh, tentu! Saya akan mengusulkan kepada Hulubalang Menteri Pendidikan agar sebagian keuntungan kenaikan BBM dapat diberikan kepada kita berupa: membangun gedung sekolah, mendirikan taman keprigelan di desa ini, dan membeli buku- buku ilmu pengetahuan. Tapi ada syaratnya, lo!”
“Apa itu Tuan Putri?” tanya seorang remaja.
“Semua warga disini harus sudah melek huruf . Semua warga: anak-anak, remaja, dan para orang tua harus sudah pandai membaca. Selain itu, kita harus semakin meningkatkan kerja keras.”
“Setuju, Tuan Putri!”
Sang Putri Sipuk yang terbiasa dekat dengan rakyat selain mengajar baca tulis, juga memberikan keterampilan menyulam, menjahit, dan memperkenalkan berbagai bentuk variasi sulaman kepada anak-anak, remaja, dan para orang tua.
Dari 61 desa yang merupakan wilayah bagian kerajaan Nakurat, sebagian besar penduduk mengandalkan hidupnya dari hasil pertanian dan hasil hutan (terutama rotan dan kayu). Namun, di desa Jatiraden inilah sawah dan ladang jarang ditemukan. Justru yang banyak ditemukan adalah situ, danau, sungai, dan empang. Beternak ikan juga dilakukan penduduk desa ini. Namun, hasilnya kurang memadai. Entah kurang cocok dengan alamnya, atau kurangnya pengetahuan penduduk, yang banyak dijumpai hanyalah tumbuhan eceng gondok yang begitu subur dimana-mana. Sementara di sekitar rumah penduduk, yang banyak tumbuh adalah pohon pisang dan pohon jarak.
Sang Putri Sipuk berpikir keras mengatasi keadaan ini.
“Eceng gondok ... pohon pisang, harus diapakan ya? Semua orang menganggap eceng gondok hanya sebagai hama pengganggu dan tumbuhannya sering dibuang percuma. Demikian pula gedebog pisang.”
(Bersambung)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.