Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syukra (kaka) Alhamda

Covid-19 Membungkam Dunia Pendidikan

Guru Menulis | Monday, 27 Sep 2021, 13:41 WIB

Tak terasa dalam beberapa bulan kedepan kita akan merayakan aniversary ke-2 atas kedatangan Covid-19, atau yang lebih akrab disapa dengan virus Corona. Sejak kedatangan virus Corona ditanah Indonesia pada awal 2020, pola hidup dan kebiasaan diseluruh sektor berubah drastis, entah itu sektor pemerintahan, industri, kesehatan bahkan adat, tradisi, budaya, keagamaan, dan pendidikan tentu saja tidak luput dari pengaruh kedatangan virus Corona. Dan pada tulisan kali ini penulis ingin berbagi sedikit opini tentang virus Corona yang membungkam Dunia Pendidikan.

Kita semua tentu sangat paham betapa berbahayanya virus ini, Covid-19 atau corona dapat dengan mudah menular, dalam waktu singkat sejak awal teridentifikasi masuk ke Indonesia, ribuan hingga puluhan ribu orang terjangkit begitu saja, dan korban kematian tidak dapat lagi dielakkan. Pemerintah tentu saja tidak tinggal diam, berbagai aturan dan kebijakan sudah diberlakukan agar penularan virus Corona dapat diminimalisir, namun seperti yang sudah sangat kita pahami, aturan dan kebijakan yang diberlakukan pemerintah tidak jarang bagai pedang bermata dua, hingga beberapa kontroversi dan keributan dari berbagai kalangan tidak dapat dihindari.

Salah satu dari sekian banyak kebijakan pemerintah yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun adalah tidak diperbolehkannya sistem belajar tatap muka. Kebijakan ini diambil bukan karena tanpa alasan, sistem belajar tatap muka di sekolah akan menghadirkan keramaian, dan dalam keramaian siapa saja bisa terjangkit Covid-19, sedangkan disisi lain Covid-19 masih merupakan virus asing yang belum ditemukan penawarnya.

Pada akhirnya kebijakan yang melarang sistem belajar tatap muka memang membuahkan hasil, dengan menurunnya tingkat penyebaran virus Covid-19 dilingkungan pendidikan. Proses ajar mengajar yang biasanya dilakukan secarang langsung atau tatap muka di sekolah dan kampus, sejak tahun 2020 bermetamorfosa menjadi proses ajar mengajar dengan perantara jaringan online, atau banyak yang mengenal dengan sistem daring. Hingga pada akhirnya proses ajar mengajar antara guru dan murid dapat berlanjut meski tanpa harus bertemu langsung. Namun masalah baru mulai berdatangan. Disini penulis ingin mengambil tiga masalah pokok yang muncul sejak berubahnya sistem pada proses transfer ilmu antara guru dan murid.

1. Jaringan Internet

Proses ajar mengajar dengan sistem daring atau online mengandalkan jaringan Internet yang bagus agar komunikasi dua arah dapat berlangsung dengan baik. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, hal ini tentu saja bukan merupakan kendala, karena setiap kota di Indonesia sudah mendapatkan jaringan internet yang cukup, meski pada beberapa kasus belum sempurna, namun setidaknya mereka dapat melakukan komunikasi dua arah meski sesekali masih terdapat gangguan koneksi.

Kemudahan dan kelancaran koneksi internet di daerah perkotaan tidak dapat dirasakan bagi mereka yang berdomisili di pedesaan, kita sama-sama tahu jika wilayah Indonesia sangat luas dan sebagian besarnya masih berada dikawasan pedalaman, bahkan dibeberapa kawasan pedalaman Indonesia masih belum terjamah listrik, apalagi internet. Permasalahan ini menjadi polemik tersendiri bagi dunia pendidikan Indonesia, transfer ilmu antara guru dan murid harus tetap berlangsung agar tidak terjadi pembodohan satu generasi, akan tetapi tidak adanya koneksi internet dibeberapa daerah memaksa transfer ilmu ini harus terputus, sehingga secara tidak langsung akan terjadi ketimpangan ilmu dan pendidikan antara anak-anak di kota dan anak-anak di desa.

2. Biaya Pendidikan Meningkat

Untuk dapat belajar daring tentu saja membutuhkan jaringan internet seperti yang sudah dijabarkan pada paragraf sebelumnya, namun sangat disayangkan untuk mendapatkan akses internet membutuhkan kuota internet, dan hal ini masih belum digratiskan secara global oleh pemerintah, sehingga para guru atau orang tua murid harus mengeluarkan dana lebih untuk mendapatkan akses ini, dan juga, selain jaringan internet para murid membutuhkan smart phone agar bisa menggunakan internet, sedangkan smart phone bukanlah benda murah yang bisa didapat begitu saja.

Dampak ekonomi yang semakin memburuk akibat kehadiran Covid-19 menjadikan harga kuota jadi terasa semakin berat, karena tidak jarang masyarakat dengan ekonomi kelas bawah harus memilih antara membeli kuota internet atau membeli makanan untuk hari ini.

3. Penyalahgunaan

Ketika masalah jaringan dan biaya untuk mendapatkan internet beserta smart phone terpecahkan, masih ada satu lagi masalah yang dapat membungkam dunia pendidikan, masalah tersebut tidak lain adalah seringkali para murid menggunakan internet bukan untuk belajar, anak-anak lebih sering menggunakan smart phone dan internet yang dibelikan orang tua dengan susah payah untuk bermain game online, dan jika saja smartphone dan akses internet digunakan untuk belajar, ini hanya dalam waktu yang sangat singkat, sebagian besar waktu lainnya tentu saja untuk bermain game online.

Selain game online, penggunaan sosial media yang begitu bebas juga menjadi racun tersendiri bagi anak-anak atau bahkan orang dewasa.

Tiga permasalahan diatas merupakan bagian kecil dari dampak buruk yang diakibatkan Covid-19 terkhususnya dalam dunia pendidikan. Tentu saja kita tidak bisa membiarkan ini terus terjadi berlarut-larut, pemerintah sudah mengupayakan segala cara dengan segala resiko untuk meminimalisir penyebaran Covid-19. Salah satu kebijakan pemerintah yang harus diikuti demi menjaga dan terjaga dari virus Covid-19 adalah 3M yaitu : Mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak. Disamping itu ada hal penting lainnya yang harus kita jaga bersama, yaitu saling peduli, saling membantu dan saling mengawasi, terutama mengawasi anak-anak bangsa dalam pendidikan mereka, dimana pada suatu hari nanti merekalah yang akan menggerakkan semua lini di negeri ini.

Foto by me

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image