Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image triana apriani

PENGELOLAAN DANA HAJI DI INDONESIA PERSFEKTIF MASLAHAH DALAM EKONOMI SYARIAH Oleh : Triana Apriani

Lomba | Monday, 27 Sep 2021, 11:17 WIB

Menunaikan ibadah haji ke Baitullah merupakan rukun Islam yang kelima bagi umat Islam dan dihukumi Fardhu ‘Ain bagi setiap orang yang belum pernah berhaji dengan syarat -syaratnya. Dasar kewajiban Haji dan Umrah termaktub dalam Firman Allah SWT; Q.S Al- Baqarah : 196.

وَأَتِمُّوا۟ ٱلْحَجَّ وَٱلْعُمْرَةَ لِلَّهِ

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah

Menurut dasar hukum Islam, hanya satu kali saja haji yang dapat dilakukan dalam seumur hidup. Terkadang karena alasan tertentu hukum harus ditegakkan lebih dari satu kali, misalnya hadits Nadzar dan Qadha Haji dan Umrah yang dianggap rusak (tidak sah). Kondisi ini berdampak pada panjangnya daftar tunggu calon jemaah haji. Ibadah haji hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yaitu tanggal 9 dan 10 Zulhijjah dalam setahun. Umat Islam yang menunaikan ibadah haji harus memiliki kemampuan fisik dan finansial. Umat Islam Indonesia sangat tertarik dengan ibadah haji, sedangkan pemerintah Arab Saudi memberikan kuota terbatas.

Perlu digarisbawahi bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dengan jumlah penduduk 229,6 juta jiwa per orang (Global Religious Future, 2021) atau 87,2% dari total penduduk Indonesia dan 13% penduduk dunia. Penduduk Muslim yang banyak membuat umat Islam di Indonesia semakin banyak pula yang ingin menunaikan ibadah haji, hal ini tidak sebanding dengan kuota yang diberikan Kerajaan Arab Saudi. antara 11 sampai dengan 40 tahun. Hingga bulan April 2021, Kementerian Agama RI menyatakan jumlah jemaah haji yang menunggu ke tempat suci telah mencapai 4,25 juta, dan jumlahnya meningkat setiap tahunnya.

Belum lagi dampak dari pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, pandemi tersebut memaksa pembatalan perjalanan haji pada tahun 2020 dan 2021 yang mengakibatkan jamaah yang seharusnya berangkat haji, menjadi tertunda. Peningkatan jumlah jemaah calon haji ke Tanah Suci yang ditunda Tahun 2020 dan 2021, membuat daftar tunggu (waiting list) semakin panjang.

Dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia terdapat dua cara; pertama, haji yang dikelola dan diselenggarakan oleh pemerintah disebut haji reguler, dan kedua, haji yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta (non-pemerintah) disebut haji khusus atau biasa dikenal dengan ONH Plus, yang tentu saja lebih mahal dan beberapa kali lipat ongkosnya daripada haji reguler. tetapi kelebihannya daftar tunggu (waiting list) nya lebih cepat dibanding haji biasa yg dikelola oleh pemerintah. Dalam prakteknya, kedua model ini memiliki ruang dan porsi yang berbeda serta terpisah, utamanya dalam hal tata kelola keuangan dari kedua model sebagaimana tersebut di atas, model haji regular dikelola dan diselenggarakan oleh pemerintah di bawah koordinasi Kementerian Agama Republik Indonesia. Sebagaimana diketahui, bahwa minat umat Islam Indonesia untuk melaksanakan ibadah yang masuk sebagai rukun Islam kelima ini sangatlah tinggi. Hal ini dibuktikan dengan panjangnya daftar antrian haji yang ada yakni sekitar 40 tahun.

Peningkatan jumlah daftar tunggu tersebut berdampak pada peningkatan jumlah dana jemaah haji yang masuk ke Kementerian Agama RI setiap tahunnya, terakhir tercatat pada Desember 2020 sebesar Rp 144,9 triliun. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyebutkan, dana haji yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengalami kenaikan posisi 16,56% sebelum Desember 2020 mencapai Rp144,91 triliun. Hampir 145 triliun dana haji dikelola BPKH. Termasuk Rp 141,32 triliun yang dialokasikan untuk haji dan Rp 3,58 triliun dari Dana Abadi Umat (DAU).

Optimalisasi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam mengelola keuangan dana calon jamaan haji

BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) ialah sebuah lembaga yang bertugas untuk mengelola dana haji yang bertujuan untuk dapat mengambil nilai manfaat dari potensi dana haji yang cukup besar (Primadhany, 2018). Bank Syariah Indonesia telah menyiapkan strategi dalam penghimpunan dana pihak ketiga untuk mengantisipasi berpindahnya dana haji dari sistem perbankan syariah tentunya sesuai dengan prinsip Islam.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 34 tentang Pengelolaan Keuangan Haji Tahun 2014, diperlukan lembaga tersendiri untuk mengelola keuangan haji. Oleh karena itu, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2017 (UU Nomor 34 Tahun 2014 dan 2018), dibentuklah lembaga bernama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). BPKH memiliki fungsi perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan keuangan haji. Melalui BPKH, pengelolaan keuangan haji dilakukan dengan sistem yang transparan dan modern. Tujuannya adalah untuk meningkatkan rasionalitas dan efisiensi dengan mempertimbangkan pengembalian investasi yang terbaik berdasarkan prinsip-prinsip hukum Syariah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Diharapkan pengelolaan keuangan haji dapat dibuat lebih kredibel. Pengelolaan keuangan dana haji memiliki tiga tujuan, salah satunya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan haji. kedua meningkatkan rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH, dan ketiga meningkatkan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.34 Tahun 2014 dana haji diartikan sebagai semua hak dan kewajiban Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan kegiatan penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jamaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 34 tahun 2014 ini juga menjelaskan bahwa, dana haji juga diartikan sebagai dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana abadi umat, dana efisiensi penyelenggaraan haji serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam hal pelaksanaan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat islam DAU (Dana Abadi Umat).

Dalam mengelola keuangan haji, BPKH telah mendapatkan penjaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dana haji dikelola di Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah melalui akad Wakalah. Jumlah penjaminan cukup besar dan telah sesuai dengan ketentuan LPS. Pernyataan penjaminan ini seiring dikeluarkannya surat LPS Nomor 5-001/DK01/2020 tertanggal 15 Januari 2020 (LPS, 2020). Berdasarkan data BPKH yang disampaikan oleh Rahmat Hidayat yang merupakan Anggota Badan Pelaksana BPKH, total dana kelolaan haji per Juni 2020 mencapai Rp 136 triliun dan diproyeksikan bertambah menjadi Rp 140 triliun, naik dari tahun sebelumnya senilai Rp 124,3 triliun. Dana tersebut ditempatkan di lembaga keuangan syariah yang menerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPS BPIH) sebesar Rp 54,8 triliun, sementara sisanya dari pengelolaan dana haji tersebut diinvestasikan. Dengan rinciannya,

No Dana Alokasi Dana

1 Rp 54,8 triliun BPS BPIH

2 Rp 49,1 triliun Investasi pada sukuk

3 Rp 31,1 triliun Reksadana syariah

4 Rp 1,1 triliun Investasi langsung

Pada bulan Juni tahun 2020 nilai manfaat dari pengelolaan keuangan dana haji mencapai kisaran Rp 3,4 triliun, dan diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun bisa mencapai kisaran Rp 8 triliun (KNEKS, 2020). Dengan dibatalkannya keberangkatan haji tahun 2020 dan ditiadakannya kembali keberangkatan haji tahun 2021 ini dikarenakan masih berlangsungnya gelombang pandemi covid19, berdasarkan data per 7 Juli 2020, dari kuota calon jamaah haji sebanyak 221.000 dan dari 995 jemaah melakukan penarikan setoran pelunasan. dengan rincian sebanyak 897 jemaah haji reguler dan 98 jemaah haji khusus. Di sisi lain, adanya pembatalan keberangkatan haji tahun 2020 karena pandemi covid19 menyebabkan dana operasional ditahun 2020 tidak dicairkan. Dana operasional tersebut dikembalikan dan dikelola oleh Badan pengelola keuangan haji (KNEKS, 2020).

Adanya pembatalan keberangkatan haji tahun 2020 dan 2021 karena pandemi Covid19 menyebabkan dana operasional haji tahun 2020 dan 2021 tidak jadi dicairkan, dana tersebut masih ditahan dan kembali dikelola oleh BPKH dengan mendapat persetujuan dari Komisi VIII DPR terkait usulan nilai manfaat dana haji 2020 dan 2021. Komisi VIII DPR RI, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily memastikan pengelolaan dana haji aman dan tidak digunakan untuk pembangunan infrastruktur, sekaligus menepis isu- isu yang berkembang di media sosial dan berita-berita di media elektronik yang menyebutkan dana tersebut digunakan untuk proyek- proyek pemerintah. Dana haji sepenuhnya dikelola oleh BPKH dan disimpan melalui Bank- Bank Syariah yang ditunjuk pemerintah, Obligasi Syariah, Surat- Surat Berharga Syariah Negara (SSBN) (Parlementaria, 7/6/2021).

Pengelolaan dana haji yang dihimpun BPKH dikelola secara profesional, akuntabel, transparansi dan tepat sasaran.

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan BPKH Tahun 2020bberdasarkan Laporan Hasil Penelaahan (LPH). Opini WTP ini merupakan yang ketiga kalinya secara berturut- turut sejak BPKH menyusun laporan Keuangan dari Tahun 2018 sampai Tahun 2020.

Dalam menjalankan tugas BPKH juga telah tersertifikasi ISO 9001:2015 (sertifikasi Sistem Manajemen Mutu) dan ISO 37001:2016 (Sistem Manajemen Anti penyuapan). Untuk mendukung tercapainya Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) Anggota Badan Pelaksana, Dewan Pengawas dan Pegawai BPKH berkomitmen untuk selalu rutin setiap tahunnya melaporkan kekayaannya berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Peyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagai bentuk transparansi pihaknya mendukung upaya penerapan Tata Kelola yang Baik dengan menerbitkan Peraturan BPKH Nomor 8 Tahun 2018 tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Lingkungan BPKH. Untuk memperkuat komitmen pencegahan korupsi, BPKH juga telah menerapkan Sistem Penanganan Pengaduan (Whistle Blowing System).

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyalurkan Dana Abadi Umat (DAU) untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia

Dana Abadi Umat (DAU) menurut (Witjacsono et al., 2019) ialah sejumlah dana yang sebelum berlakunya Undang-Undang ini diperoleh dari hasil pengembangan DAU dan/atau sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, misalnya dana zakat, dana wakaf dan dana lain-lain yang sengaja disumbangkan oleh seseorang ke dalam lingkup BPKH (Undang- Undang No.34 Tahun 2014, 2018).

Didalam Undang-Undang No. 34 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji, pemerintah menetapkan mulai akhir tahun ini dana haji yang ditempatkan di lembaga keuangan syariah yang dibatasi maksimal 50% (Zainul & Khairannis, 2019). Untuk dana lainnya langsung diinvestasikan ke instrument syariah yang dinilai aman dan memberikan bagi hasil yang jauh lebih baik. Oleh karena itu seluruh Bank Syariah di Indonesia tengah menyiapkan pembiayaan-pembiayaan investasi sebagai alternatif penempatan dana haji secara aman melalui produk investasi syariah agar dana haji tersebut tetap ditempatkan oleh BPKH di lembaga keuangan Syariah yang telah dipilih oleh pemerintah sebagai Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS-BPIH) untuk dilakukan pengelolaan agar mendapatkan bagi hasil. Dari bagi hasil tersebut bisa disalurkan untuk kemaslahatan umat.

Dalam persfektif Islam konsep maslahat identik dengan manfaat, segala sesuatu yang mengandung manfaat bagi dan upaya untuk memperolehnya maupun upaya untuk menghindarkannya dari bahaya. Maslahat adalah manfaat yang menjadi tujuan Allah SWT terhadap hambanya, dalam hal menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta benda. Sementara manfaat adalah kenikmatan atau sesuatu yang menjadi perantara pada kenikmatan dan menolak bahaya ataupun semua yang menjadi perantaranya.

Dalam maknanya yang sederhana Maslahat bermakna manfa’at. Kebalikan dari maslahat adalah mafsadat yang berarti kerusakan. Dalam maknanya yang lebih luas, maslahat adalah kebaikan yang besar lagi langgeng atau kebaikan untuk umum (publik good). Dalam kajian hukum islam yang dimaksud dengan maslahat adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan keburukan atau dengan kata lain maslahat adalah setiap tindakan untuk menarik manfaat dan menolak mudharat. Keberadaan maslahat sebagai azas ekonomi islam, mengandung arti segala bentuk aktivitas ekonomi haruslah membawa kemaslahatan umum. Jadi tidak hanya demi kemaslahatan pribadi atau kelompok.

Secara konsisten dan profesional pengelolaan dana haji dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dimana hasilnya berupa nilai manfaat dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji itu sendiri setiap tahun. Dan selain itu hasil dari keuntungan investasi dana haji yang dikelola oleh BPKH disalurkan untuk kepentingan umat seperti; penyaluran dana sebesar 2 trilliun bagi calon jemaah haji yang tertunda keberangkatannya akibat pandemi covid19 dan jemaah tunggu berupa dana virtual account. BPKH selama tahun 2019 juga telah mendistribusikan bantuan Dana Abadi Umat dengan merealisasikan kegiatan kemaslahatan sejak bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2019 sudah terserap Rp156,54 miliar. Dari realisasi program kemaslahatan tersebut, sebesar Rp131,48 miliar, telah digunakan sebagai pelayanan ibadah haji termasuk didalamnya sebesar Rp120 miliar untuk penambahan fasilitas akomodasi jemaah lanjut usia di Arab Saudi. Sedangkan beberapa kelompok yang sudah menerima distribusi nilai manfaat DAU adalah: Pendidikan dan Dakwah sebesar Rp3,96 miliar; Sarana Prasarana Ibadah sebesar Rp6,49 miliar; Kesehatan Rp13,78 miliar; dan Sosial Keagamaan sebesar Rp 0,84 miliar.

Penyaluran Dana Bantuan Umat (DAU) yang didistribusikan melalui program kemaslahatan juga mempertimbangkan pemerataan lokasi geografis, dimana sampai dengan bulan Desember 2019 penyebarannya telah mencakup 15 (lima belas) provinsi di seluruh Indonesia. Dan diharapkan kedepannya mencakup keseluruhan 34 provinsi yang ada di Indonesia, semoga.

Selanjutnya selama tahun 2020 Dana Abadi Umat (DAU) melalui Divisi Program Kemaslahatan menyalurkan dana untuk membantu penanggulangan pandemi COVID-19 bagi masyarakat terdampak yang berasal dari Dana Abadi Umat (DAU). Bantuan berupa Alat Pelindung Diri (APD), Alat Kesehatan, Pembuatan Ruang Isolasi, Bantuan Sembako, Ventilator, Disinfektan, Bantuan Operasional Masjid, Bantuan untuk da'i, imam dan marbot dan lain-lain. Di tahun 2020 BPKH telah selesai membangun 'Kampung BPKH' yang diperuntukan bagi penyintas korban bencana gempa bumi, yang disertai tsunami dan likuifaksi. Kehadiran BPKH dalam membantu proses pemulihan dan rehabilitasi Palu, Sigi dan Donggala merupakan bagian dari amanat Undang-undang nomor 34 Tahun 2014, tentang pengelolaan keuangan haji, yang berkewajiban memberikan kemaslahatan dan meningkatkan kesejahteraan umat.

Berdasarkan laporan operasional BPKH tahun 2020 mencatat surplus sebesar Rp 5,8 Trilliun dan tidak terdapat investasi yang merugi. Menurut pandangan fiqih, dana haji boleh diinvestasikan karena jumlah jamaah haji yang sangat banyak dan mengakibatkan daftar tunggu (waiting list) yang panjang, sehingga dana haji yang tidak terkelola dan baru bisa digunakan pada saat calon jemaah haji menunaikan ibadah haji. Investasi menjadi pilihan agar memberikan imbal hasil kepada jamaah haji dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.

Dari asfek fiqih, investasi dana haji harus memenuhi ketentuan syariat islam, diantaranya : pertama, Investasi di instrumen sesuai syariah, sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 34 Tahun 2014 pasal 2 dan pasal 48 bahwa penempatan dan/atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan Investasi lainnya yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas. Dana likuid untuk penyelenggaraan Ibadah Haji bersumber dari aset lancar yang di tempatnya di bank Syariah (BPS-BPIH) dan investasi Jangka Pendek senilai Rp 54 triliun Neraca BPKH 2020 menyajikan jumlah kewajiban kepada Jemaah tunda/batal berangkat (Rp 8,6 triliun), namun tidak mencatat adanya kewajiban atau utang khususnya kepada penyedia hotel atau layanan di Arab Saudi.

Diantara instrumen sesuai syariah tersebut adalah Deposito di Bank Syariah dengan skema mudharabah, Investasi di surat berharga syariah Negara, Sukuk Negara dengan skema Asset to Be Leased, Ijarah Sale and Lease Back, Wakalah atau Wakalah bil istitsmar, Investasi di sukuk korporasi dan Investasi di sektor riil yang sesuai syariah. Kedua Investasi tersebut memberikan imbal hasil yang tinggi dengan risiko yang bisa dikendalikan, sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 34 Tahun 2014 pasal 3 bahwa sebagian dana haji dapat ditempatkan dan/atau diinvestasikan dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan faktor risiko serta bersifat likuid. Ketiga, asas kemanfaatan dengan memilih instrumen yang lebih luas manfaat dan maslahatnya. Keempat, investasi ini dilakukan atas persetujuan dan kesepakatan pemilik dana, yaitu para calon jamaah haji secara individu karena mereka adalah pemilik dana dan diperuntukkan atas seizin calon jamaah tersebut.

Program Kemasalahatan BPKH merupakan wujud komitmen Badan Pengelola Keuangan Haji untuk turut ambil peran dalam mengatasi problematika umat. Sumber pembiayaan program kemaslahatan berasal dari Nilai Manfaat pengelolaan Investasi Dana Abadi Umat (DAU) dan diperuntukkan untuk kepentingan umat. Untuk memaksimalkan pendistribusian Dana Abadi Umat, BPKH bekerja sama dengan mitra pendukung yang sama- sama berkomitmen untuk menyalurkan kemaslahatan dana umat seperti;

1. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah

2. Badan Amal Zakat Nasional

3. Lazis Nahdlatul Ulama

4. Lazis Muhammadiyah

5. DT Peduli

6. Dompet Dhuafa

7. LAZ Ummul Quro

8. Badan Wakaf Indonesia

9. Rumah Zakat

10. Mandiri Amal Insani

11. Laznas BSM

12. YBM BRI

13. Dewan Masjid Indonesia

14. Bamuis BNI

15. LAZ PPPA Daarul Qur’an

16. Solo Peduli.

Dengan banyaknya mitra maslahat BPKH dengan lembaga- lembaga yang bergerak dibidang ekonomi dan sosial, semoga Dana Abadi Umat (DAU) yang dikelola oleh BPKH tersebut dapat terdistribusikan kepada umat yang berhak dan tepat sasaran. Wallohualam bisawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image