Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rizky Ramadhan Fuldya

Menelaah Ruang Publik Dalam Segi Minat Baca Aliansi Perpustakaan Jalanan

Lomba | Monday, 27 Sep 2021, 03:22 WIB


Pada dasarnya yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana salah satu tanggung jawab yang mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Bangsa yang cerdas dapat dinilai dari potensi minat baca masyarakat dari negara tersebut. Berbagai upaya mencerdaskan bangsa sudah banyak dilakukan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Tentunya minat baca begitu penting dalam mewujudkan cita-cita dari tujuan mencerdaskan bangsa yang telah tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945. Adanya perpustakaan sebagai sarana mengembangkan ilmu dengan berbagai macam koleksi buku dapat menarik perhatian untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
Tetapi dalam hal mengenai minat baca yang dilansir oleh United Nation Educational Scientific Cultural Organization (UNESCO), yang merupakan organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kebudayaan yang telah berdiri sejak tahun 1945 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyebutkan Indonesia mendapati urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, hal itu berarti dari seribu orang hanya ada satu orang yang mempunyai minat baca tinggi.
menyebutkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001% yang mempunyai minat baca. Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia menduduki urutan 38 dari 39 negara yang telah diteliti. Menerut laporan Bank Dunia No.16369-IND (Education in Indonesia from Crisis to recovery), menyebutkan bahwa tingkat membaca mulai dari usia kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia hanya dapat meraih skor 51,7 sedangkan itu di Filipina (52,6), Thailand,(65,1) dan Singapura,(74,0). Dari data yang telah dipaparkan oleh UNESCO menjelaskan bahwa tingkat minat baca di Indonesia masih terbilang rendah.
Beberapa kelompok pemuda yang menjalankan kegiatan baca membaca untuk mengembangkan budaya literasi masyarakat yang terbilang rendah, salah satunya Aliansi Perpustakaan Jalanan yang sudah lama terbentuk dari penggiat literasi dan kelompok pemuda. Adanya Aliansi Perpustakaan Jalanan yang memanfaatkan ruang publik, seperti taman kota, alun-alun, jalur pejalan kaki, dan sebagainya. Mereka yang terdiri dari anak muda penggiat literasi yang menjadi wadah untuk kegiatan mengembangkan budaya literasi dalam hal membuka perpustakaan jalanan untuk masyarakat membaca secara gratis. Buku yang mereka sajikan berbagai macam, mulai dari cerita anak, dongeng, novel, hingga buku pelajaran untuk anak sekolah. Bahkan Aliansi Perpustakaan Jalanan juga melakukan kegiatan diskusi publik untuk mengembangkan pengetahuan, baik untuk yang bergabung dengan Aliansi Perpustakaan Jalanan hingga ke masyarakat.
Penjelasan mengenai ruang publik yang dikemukakan oleh Habermas yang menjelaskan bahwa ruang publik merupakan wilayah sosial yang lepas dari sensor dan dominasi. Semua orang bisa memasuki ruang tersebut. Individu berkumpul untuk berserikat dan menyatakan pendapat. Dari sinilah opini publik terbentuk dan hal terpenting dari ruang publik adalah informasi (Y. Sumaryanto, Tesis 2008). Ruang publik yang merupakan pluralitas dan dapat digunakan oleh berbagai macam kalangan seperti keluarga, komunitas, dan organisasi.
Aliansi Perpustakaan Jalanan yang menjadi aktor dalam membangun aktivitas ruang publik sebagai ranah untuk mengembangkan budaya literasi masyarakat. Dimana tempat berkumpulnya masyarakat untuk sekadar berdiskusi, maka itulah yang dapat disebutkan dengan ruang publik. Makna ruang publik dapat diartikan bahwa ruang publik tidak berkaitan dengan kepentingan seperti politik dan ekonomi. Namun seyogyanya ruang publik tidak terbatas, dengan kata lain bahwa ruang publik adalah tempat kebebasan berpendapat.
Seperti apa yang telah dilakukan oleh Aliansi Perpustakaan Jalanan bahwa mereka yang memaknai ruang publik tidak terbatas dapat menjadi arena untuk pembentukan ide, pengetahuan serta menjadi pendidikan alternatif sebagai ranah Aliansi Perpustakaan Jalanan. Kebersamaan kolektif yang menjadi sebuah ide dalam membangun Aliansi Perpustakaan Jalanan menjadi wadah alternatif bagi masyarakat.
Meski begitu, dalam menjalankan kegiatan aktivitas ruang publik, terdapat konstestasi ruang publik yang menjadi faktor penghambat dalam tujuan yang ingin dicapai oleh Aliansi Perpustakaan Jalanan yaitu untuk mengembangkan budaya literasi masyarakat. Salah satunya beberapa aktor yang menjadi faktor penghambat itu ialah tukang parkir dan penjaga taman kota yang bertugas di kawasan tersebut. Namun aktor tersebut hanyalah menjadi salah paham dan mengira bahwa kegiatan Aliansi Perpustakaan Jalanan sedang berjualan buku di kawasan yang telah dijaga oleh aktor itu.
Sedang itu terdapat pendukung bahwa adanya Aliansi Perpustakaan Jalanan membuat perubahan bagi masyarakat secara tidak lansung. Dilihat dari segi ruang publik yang menjadi arena, perubahan yang terjadi terlihat bahwa ruang publik yang disebutkan seperti taman kota tidak hanya untuk menjadi tempat rekreasi bagi masyarakat, melainkan menjadi tempat untuk berdiskusi. Sebagaimana ruang publik tersebut menjadi arena yang telah dilakukan oleh Aliansi Perpustakaan Jalanan.
Sebagai penutup, Aliansi Perpustakaan Jalanan memanfaatkan ruang publik sebagaimana mestinya. Bahkan ruang publik yang sebelumnya hanya untuk tempat berbincang-bincang antar individu, menjadi tempat untuk mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan budaya literasi masyarakat. Hingga dapat terjadi beberapa perubahan dalam makna ruang publik yang semestinya untuk menjadi arena perkembangan ilmu pengetahuan dengan cara membuka lapakan buku untuk membaca buku secara gratis, membuat diskusi publik tentang pengetahuan umum.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image