Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Parvati Ummu Khanifah

Bertoleransi, Langkah Awal Mewujudkan Perdamaian Antar Umat Beragama di Indonesia

Agama | Tuesday, 24 May 2022, 12:31 WIB

Penulis :

Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H (dosen FH Unissula)

Parvati Ummu Khanifah (mahasiswa S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unissula)

Hidup di negara yang beragam suku, bahasa, ras, serta agamanya membuat Indonesia disebut negara multikultural. Keberagaman ini sebuah aset bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan bersama. Namun alih-alih menjaganya sehingga tercipta kesatuan antar manusia, sering kita jumpai adanya perpecahan. Apalagi keberagaman dalam beragama, di Indonesia sering terjadi konflik antar umat beragama satu dengan yang lain. Masyarakat seolah lupa dengan semboyan bangsa ini, yakni “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki arti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” yang harus kita tanamkan di dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu di dalam Al-Qur’an Surah Al-Hujurat ayat 13 yang dapat dijadikan sebuah pegangan hidup, yang berbunyi :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya : Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.

Dari ayat tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa keberagaman yang Allah ciptakan di dunia ini bertujuan agar sesama manusia saling mengenal, tidak membedakan bahkan menjatuhkan satu sama lain.

Negara Indonesia sendiri terdapat enam agama yang masing-masing memiliki perbedaan satu sama lain, dalam hal ini tidak ada paksaan untuk menganut agama mana yang harus di imani. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 “setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya.” Dengan kebebasan yang sudah ada diharapkan terjadinya kerukunan antar umat beragama, hal tersebut hanya bisa terjadi dengan saling toleran satu sama lain yang mana kegiatan itu bisa menjadi langkah awal yang dilakukan masyarakat.

Toleransi sendiri ialah sikap tenggang rasa, menghormati dan menghargai perbedaan yang ada, sedangkan toleransi beragama ialah sikap menghormati dan menghargai perbedaan agama yang dianut oleh manusia tanpa menghardik antar umat beragama. Hal tersebut dapat kita lihat pada zaman Rasulullah saat memimpin kota Madinah, yang mana dengan kemajemukan yang beragam, perbedaannya dapat disatukan oleh beliau dengan sebuah peraturan yang disebut Piagam Madinah. Adanya peraturan tersebut salah satunya menjamin kebebasan beragama bagi semua golongan yang membuat masyarakat kota Madinah tentram dan damai. Adapun bunyi pasal yang berkaitan hal tersebut yaitu “Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga”. (Pasal 25).

Keharmonisan yang berlangsung di kota Madinah hasil dari saling toleransi dapat kita contoh untuk mewujudkannya di negara Indonesia juga, karena di negara ini sama-sama memiliki masyarakat yang majemuk dalam segi agama sehingga akan lebih mudah jika saling bertoleransi satu sama lain. Menurut saya, dengan kebebasan agama yang telah dijamin oleh negara dan tindakan kita sebagai masyarakat yang bertoleran dapat menjadikan negara ini damai, harmonis, tentram, dan berkurangnya konflik antar umat beragama seperti negara Madinah pada saat kepemimpinan Rasullah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image