Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Nasril

Setelah Pandemi Pergi, Seribu Asa Menanti

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 22:13 WIB

Banda Aceh --- Corona Virus Disease (Covid)-19 terasa begitu akrab di telinga kita untuk saat ini. Bayang-bayang akan ganasnya virus ini terus menghantui setiap gerak gerik umat manusia. Meskipun sebagian negara di Eropa telah terlepas dari bayang Covid-19, namun untuk negara kita wabah ini masih menjadi hantu yang menakutkan.

Hampir dua tahun wabah ini telah menjadi musuh bersama dan memaksa kita untuk beradaptasi dengannya. Jika tidak, tentu kita akan ikut menjadi korban ganasnya virus ini.

Berdasarkan data yang dihimpun dari website laman dari laman https://covid19.go.id,, hingga 24 September 2021 setidaknya 4.204.116 orang di Indonesia terkonfirmasi Covid-19, dan 141.258 orang meninggal dunia.

Wabah ini telah menyita perhatian semua pihak di seluruh dunia, termasuk pemangku jabatan di negara kita juga terus berjuang untuk bisa keluar dari keadaan sulit ini. Sebagai bentuk ikhtiar melawan pandemi ini, pemerintah terus melahirkan berbagai kebijakan, mencurahkan tenaga, waktu dan pikiran untuk mencari cara dan solusi terbaik dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ini.

Berbagai kebijakan telah diterapkan pemerintah Indonesia guna menekan penyebaran wabah Covid-19 mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Masa Transisi, PPKM, dan PPKM empat level.

Kebijakan -kebijakan ini tidak selalu disambut postif oleh masyarakat. Pro kontra terhadap kebijakan ini selalu ada, namun hal itu merupakan hal yang lumrah. Di saat pemerintah ingin menekan virus ini dengan kebijakan-kebijakannya, namun di sisi lain sebagian masyarakat menilai kebijakan ini menghambat mereka untuk mengais rezeki.

Contohnya di Banda Aceh, saat awal munculnya wabah Covid-19 di Tanah Air, pemerintah daerah setempat mencoba mengeluarkan kebijakan jam malam. Kebijakan ini disambut dengan beragam oleh masyarakat setempat. Namun kebijakan ini membuat Ibukota Aceh ini sempat terbebas dari wabah virus Corona untuk beberapa saat.

Seorang pedagang asongan yang saya temui di salah satu sudut kota Banda Aceh mengaku bahwa saat Covid-19 mulai mewabah di tanah air, penghasilannya berkurang drastis, bahkan ia khawatir tidak mampu membayar sewa lapak dagangannya.

"Kalau keadaan seperti ini, bagaimana saya membayar sewa tempat dan bawa pulang uang untuk keluarga di rumah," kata pedagang itu.

Di sisi lain, anak-anak hampir tidak dapat merasakan kebahagiaan bermain bersama teman-teman di lingkungan tempat tinggal, maupun teman di sekolahnya.

Pembelajaran dilakukan secara daring, anak-anak dipaksa menggunakan gadget agar dapat mengikuti mata pelajaran yang disampaikan oleh guru kelasnya. Hal ini tentunya menjadi sangat ironis, karena sebelum munculnya wabah, gadget menjadi salah satu musuh bagi anak-anak. Dalam kondisi seperti itu peran orang tua sangat penting, selain mengawasi aktivitas anak, orang tua juga harus mampu menjadi guru untuk setiap mata pelajaran.

Bahkan, banyak orang tua yang mengeluh dengan konsep pembelajaran seperti ini, baru beberapa hari saja sudah terasa sangat berat. Di samping harus mengawasi anak, mereka juga harus menjalankan tugasnya masing-masing. Saat itulah muncul kesadaran bahwa betapa beratnya tugas menjadi guru yang harus menghadapi puluhan murid dalam satu kelas dengan watak yang berbeda-beda.

Lain lagi halnya di tempat ibadah, misalnya di masjid, masyarakat harus membuat saf dengan jarak saat salat berjamaah. Ini merupakan suatu hal yang jarang dilakukan sebelumnya. Kondisi yang sebenarnya asing bagi kita, namun harus kita lakukan sebagai ikhtiar terhindar dari wabah yang kapan saja bisa menyerang.

Di masa pandemi, peringatan peristiwa agung dan hari besar keagamaan, gaungnya tidak semegah dulu. Peringatan dan perayaan hanya bisa dilakukan secara terbatas dengan anggota keluarga masing-masing di rumah.

Namun jika kita melihat lebih jauh, sejatinya kondisi ini mampu menyatukan kita, saling tolong menolong sesama insan dengan tidak melihat perbedaan antar sesama, serta saling menguatkan satu sama lainnya.

Kondisi ini juga sejatinya harus kita manfaatkan untuk hijrah dari kebiasaan buruk ke arah yang lebih, meninggalkan perbedaan warna politik, sepakat berhijrah untuk keadaan lebih baik, dan sabar dan ikhlas meninggalkan banyak hal yang biasa dilakukan dalam keadaan normal demi mewujudkan keadaan lebih baik.

Kita harus hijrah dari normal menjadi new normal, berhenti dan menghentikan hoaks dan provokatif, mengambil peran masing-masing untuk sama-sama berjuang, sampai akhirnya kita menikmati kemenangan bersama, menang melawan pandemi.

Sampai saat ini belum ada yang mampu memprediksi kapan wabah ini akan berakhir. Semoga saja dalam waktu dekat dengan vaksinasi yang telah dicanangkan pemerintah, angka penyebaran wabah Covid-19 dapat terus ditekan dan kita dapat kembali beraktivitas sebagaimana sebelum wabah ini menyerang.

Pandemi tidak hanya soal penyakit yang mematikan, namun bisa kita ambil hikmah bahwa kita hanya makhluk yang tidak ada daya dan upaya.Tugas kita hanya berusaha dan terus berdoa agar Covid-19 ini segera berakhir.

Jika pandemi telah berakhir, tentu banyak hal yang ingin kita lakukan setelah kita berpuasa dari kegiatan yang idamkan karena pembatasan di masa pandemi. Menurut saya, pandemi telah mengajarkan kita untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah, meningkatkan amal ibadah, mengajarkan betapa pentingnya menjaga kebersihan, juga mengajarkan kita untuk saling tolong menolong dan saling menguatkan antar sesama, dan selalu berpikiran baik dan berbaik sangka kepada semua orang termasuk kebijakan pemerintah yang pro rakyat. Pandemi, cepatlah pergi, seribu asa kami menanti. []

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image