Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fatimah Azzahra

Amarah Membuat Nyawa Melayang

Info Terkini | Monday, 23 May 2022, 15:05 WIB

Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd

Pernahkah terpikir oleh kita, jika kita sedang bertengkar akankah kita lantas saling bunuh? Semudah itukah menghabisi nyawa orang lain hanya kerena ada perselisihan? Pahit untuk diakui, tapi ya inilah yang terjadi. Kini, menghabisi nyawa orang lain terkesan sangat mudah sekali. Berbagai alasan dilemparkan agar bisa diakui.

Tewas karena Tusukan Samurai

OKM (24 tahun) ditemukan tewas bersimbah darah di Jalan Pengairan, Kelurahan Cisaranten, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung. Tubuh korban dihujani tujuh tusukan senjata tajam jenis pedang samurai. Kejadian nahas ini diduga terjadi pada hari Sabtu (21/5/22) sekitar pukul 23.30 di dekat tempat kediaman korban. (inews.jabar.com, 22/5/22)

Saksi mata mengatakan korban didatangi dua orang pemuda yang membawa samurai. Korban dan dua orang pemuda ini diketahui sebagai teman main game online. Mereka terlibat percekcokan hingga akhirnya terjadi penusukan. Setelah menusuk korban dengan tujuh tusukan samurai, para pelaku kabur. Sementara korban tak terselamatkan.

Membunuh karena Emosi

Bukan kasus perdana. Kasus pembunuhan karena emosi sudah terjadi berulang kali. Mirisnya, kini kian banyak terjadi kasus seperti ini. Seolah hal yang lumrah dan mudah untuk menghabisi nyawa orang karena diri sedang emosi.

Sebagai makhluk yang mempunyai karakter berbeda, pengetahuan berbeda, tingkat berpikir yang juga berbeda, wajar jika ada lahir perbedaan. Inilah kekayaan yang ada pada manusia. Perbedaan ini seharusnya menjadi kekuatan yang diikat dengan tujuan yang sama, tujuan kebaikan, tujuan sesuai dengan misi penciptaan kita, yakni ibadah.

Sayangnya, berbagai kondisi menghampiri kita. Permasalahan datang bertubi-tubi sementara manusia tak sadar bertumpu, bergantung pada sesuatu yang keliru. Bergantung pada diri, pada orangtua, pada pasangan, teman yang notabenenya punya kekurangan. Ketika keadaan tak sesuai harapan, emosilah yang hadir. Fakta tak sesuai ekspektasi diri, marah membuncah.

Marah itu Wajar

Wajar bagi manusia merasakan marah. Ia adalah salah satu emosi yang Allah titipkan pada kita. Harapannya emosi ini bernilai ibadah sehingga mendatangkan pahala bagi kita. Marah yang bernilai kebaikan. Misalnya, marah melihat kemaksiatan.

Menjadi hal yang tidak wajar jika marah ini tidak disalurkan sebagai mana mestinya. Tidak seperti yang diajarkan Rasulullah saw. Yang hadir adalah marah yang meledak-ledak, marah yang mendzalimi orang juga diri sendiri. Hingga marah yang mendorong pada pembunuhan. Na'udzubillah.

Inilah buah dari jauhnya manusia dari Allah, Rasul dan ajaran agama Islam. Pemisahan agama dari kehidupan sukses membuat muslim bahkan tak kenal ajaran Allah dan Rasul. Salah satunya tak mengerti harus berbuat apa jika marah datang. Sehingga menyalurkannya dengan jalan yang justru membinasakan.

Laa Taghdob

Memang benar marah itu sesuatu yang wajar, tapi Rasulullah saw pernah bersabda, "Laa taghdob walakal jannah", yang artinya, "Jangan marah dan bagimu surga. "

Ini menunjukkan bahwa mengelola emosi hingga menjadi tidak marah itu dianjurkan oleh Rasul. Bahkan, dijanjikan balasan berupa surga. Ya betul sulit, tapi sebanding dengan surga sebagai balasan. Tinggal kita yang pilih, akankah meluapkan amarah, atau mengolahnya hingga tidak meluap-luap, dan bersabar atasnya. Apalagi sampai gelap mata menghabisi nyawa orang tanpa alasan yang dibenarkan syari'at.

Ingatkah kita dengan kisah Ali bin Abi Thalib di tengah peperangan yang berkecamuk. Hunusan pedangnya diniatkan untuk Allah semata. Tebasan pedangnya pun untuk Allah saja. Maka, tatkala musuh meludahinya, bukannya murka dan berniat menghabisi sang musuh. Tapi, ia justru mengundurkan diri dari hadapan musuh. Tentu ini membuat heran si musuh. Ali pun berkata, "Tadinya aku ingin memerangimu karena Allah, tapi setelah engkau meludahiku, aku ingin membunuhmu karena marah. "

Masyaallah. Ali tak ingin perbuatannya dinodai oleh niat yang bukan karena Allah. Padahal, bisa saja baginya untuk tetap membunuh sang musuh dan mengaku membunuhnya karena Allah. Tapi, itu tidak dilakukannya. Karena Ali sadar betul bahwa Allah Maha Mengetahui. Allah yang akan menghisab setiap perbuatan kita, maka ia pun berhati-hati dalam setiap perbuatannya. Termasuk ketika berjihad.

Inilah yang seharusnya kita teladani. Tak lantas membiasakan senggol bacok hanya karena perbedaan yang terjadi atau perselisihan yang timbul. Maklumi saudara kita, toh kita semua hanya makhluk yang penuh kekurangan. Kita ingin dimaafkan oleh orang lain, maka maafkan juga orang lain. Jangan sumbu pendek. Jika harus marah pun, marahlah karena Allah.

Semoga ini menjadi motivasi bagi kita tuk mengelola titipan rasa dari Allah sesuai dengan ingin Allah saja.

Wallahu'alam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image