Kupu Kupu di Tengah Kota
Sastra | Monday, 23 May 2022, 14:01 WIB

Terik kota membakar sayapnya. Matahari telah lama ia petik dan menetap di kepalanya.
Kemarau begitu panjang menurutnya, dan kadang, kehidupan kota hanya menuntut satu pilihan: bertahan hidup, begitulah ajaran dasar darwinisme.
Dia tidak berfikir bahwa hidup telah mengalahkannya. Mimpinya masih subur untuk beterbangan di antara bunga dan daun daun.
Ooh. Pikirnya kota ini akan segera sepi. Dan aku perlu menabung untuk satu keperluan, untuk kehidupan yang lebih baik dan sempurna.
Tiba tiba dia terhempas. Jembatan kota pas di atas kepala. Mungkin malam nanti dia akan mengadu pada bulan. Sayapnya telah patah, sebelah. Ia takut pada sepi.