Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Agnes Arisandi

Andai Pandemi Pergi : Banyak Syukur yang tak terukur

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 20:20 WIB
Presiden Joko Widodo / Ilustrasi

Sejak 2 Maret 2020, Presiden RI Joko Widodo mengumumkan adanya kasus Covid-19 yang pertama kali di Indonesia. Ada 2 kasus terkonfirmasi sekaligus. Sejak saat itu, Indonesia tidak pernah sama lagi dengan sebelum adanya pandemi. Berbagai kebijakan dibuat demi mencegah terjadinya penyebaran virus. Salah satunya dengan diberlakukannya School From Home (SFH) dan Work From Home (WFH). Kebijakan ini tentunya menimbulkan banyak pro dan kontra dari masyarakat. Sebagian berteriak tentang kesehatan, sebagian lagi berteriak tentang kehidupan. Tidak dapat dipungkiri, bahwa kebijakan ini juga merugikan banyak pihak. Timbul PHK dimana-mana, pengurangan gaji karyawan, hingga para pelaku usaha yang akhirnya gulung tikar.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan dampak besar pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia sehingga masuk dalam masa krisis. Hal ini menyebabkan setiap Pemerintah Daerah dituntut kreatif dalam merumuskan kebijakan, sehingga upaya memutus rantai penularan Covid-19 sekaligus pemulihan ekonomi dapat dilakukan di waktu yang sama. Masyarakat dihimbau untuk di rumah saja, mengurangi aktivitas di luar rumah, dan menjaga jarak dengan sesama. Peraturan ini merupakan culture shock bagi masyarakat Indonesia. Apalagi bagi para pekerja yang mengharuskan bekerja dari luar rumah demi menafkahi keluarganya. Musim pandemi bukan hanya membunuh masyarakat melalui virus, tetapi juga membunuh masyarakat melalui peristiwa kelaparan. Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan sebanyak 7 juta orang di seluruh dunia telah meninggal akibat kelaparan sepanjang tahun 2020. (Republika, 2020.) Angka yang besar, apalagi jika ditotalkan dengan jumlah orang yang meninggal karena terpapar virus. Anak kehilangan orang tuanya, Orang tua kehilangan anaknya, Suami kehilangan istrinya, dan istri yang kehilangan suaminya. Covid-19 telah merenggut banyak kebahagiaan manusia.

Dalam dunia pendidikan, Covid-19 juga turut berpartisipasi dalam menganggu sistem pembelajaran. Diberlakukannya SFH bukanlah sebuah kabar yang sepenuhnya baik. Karena syarat SFH adalah memiliki gadget dan sinyal yang memadai, hal ini tentunya berita buruk bagi mereka yang kurang mampu dalam kehidupan. Tidak dapat dipungkiri, tidak semua masyarakat mampu memiliki gadget, apalagi mereka yang kesulitan untuk makan sehari-hari. Setelah memiliki gadget pun, masyarakat masih harus rajin mengisi kuota internet untuk mengakses pelajaran. Jangan lupa dengan masyarakat di daerah terpencil, dimana letak sinyal internet sangat sulit dijangkau. Ini membuktikan bahwa SFH belum menjadi solusi yang efektif bagi sebagian besar Masyarakat. Apalagi, Siswa adalah generasi penerus bangsa Indonesia. Pendidikan maksimal sedini mungkin adalah yang terpenting untuk mereka dan masa depan Negeri ini.

Vaksinasi / Ilustrasi

Pada Januari 2021, Presiden Joko Widodo akhirnya menerima Vaksinasi pertama untuk pencegahan Covid-19. Setelah hampir setahun, akhirnya Indonesia mempunyai sebuah solusi untuk membantu pengurangan angka Covid-19. Sampai hari ini, September 2021, Total sudah lebih dari 69 Juta masyarakat Indonesia yang sudah menerima Vaksinasi. Hingga tulisan ini ditulis, Indonesia sudah bebas dari Zona merah. Beberapa sekolah sudah mulai memberlakukan Tatap muka terbatas, dan beberapa pusat perbelanjaan sudah mulai beroperasi kembali. Kabar baik, bukan?

Setelah jutaan korban, ribuan keluarga, dan banyak penderitaan yang sudah dikorbankan, ternyata masih banyak masyarakat yang mampu bertahan di kondisi ini. Kehilangan ibu, bapak, saudara maupun pasangan bukanlah perkara mudah. Tetapi, mereka masih mampu menghadapinya. Sulit memikirkan hal apalagi yang bisa lebih hebat dari masyarakat yang mampu bertahan di masa Pandemi ini.

Senyum anak Indonesia / Ilustrasi

Ketika Pandemi ini berakhir, masyarakat harus memahami bahwa Covid-19 tidak hanya memberikan musibah, tetapi juga pelajaran. Pelajaran betapa berartinya nilai kesehatan, nilai kebersamaan, hingga nilai Rezeki sekecil apapun. Karena saat mengalami pandemi, masyarakat dipaksa untuk menyadari bahwa kehadiran seseorang adalah nilai yang sangat berharga. Kalau dulu bertemu saudara merupakan hal biasa, maka saat pandemi itu merupakan kejadian langka. Kalau dulu uang 2.000 tidak berarti apa-apa, maka saat pandemi semua percaya bahwa uang 2.000 mampu membuat manusia bertahan. Kalau dulu mengeluh tentang apa yang tidak dimiliki, saat pandemi semua orang mensyukuri apapun yang sudah dimiliki. Sejak pandemi, semua meyakini bahwa sehat itu lebih dari sekedar mahal, tapi juga tidak dapat dibeli.

Kalau saat ini masyarakat masih dalam keadaan sehat, berarti mereka sudah lebih beruntung dari 4,2 Juta orang yang kini sedang melawan Covid-19. Kalau saat ini masyarakat masih memiliki orang tua lengkap, berarti mereka masih lebih beruntung dari 44 Ribu orang yang saat ini berstatus Yatim, Piatu maupun Yatim piatu. Kalau masyarakat masih memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, berarti mereka lebih beruntung dari 29,4 Juta orang yang terkena PHK maupun dirumahkan Sejak tahun 2020. (Kemnaker, 2021)

Kalau masyarakat masih memiliki akses untuk sekolah online, mereka masih lebih beruntung dari 171 Ribu siswa dan 12 Ribu guru yang tidak memiliki gadget. (Data Disdik DKI, 2020)

Pandemi seolah memberi amanat untuk berbuat baik pada sesama. Sekecil apapun itu, besar artinya untuk mereka yang membutuhkan. Bahkan kalau hanya mampu memberikan pelukan kepada mereka yang baru saja kehilangan, itu lebih dari cukup.

Pandemi juga mengajarkan bahwa manusia bukanlah apa-apa. Semua yang dicintai berlebihan, ternyata bisa diambil dalam sekejap mata. Harta, Tahta, bahkan keluarga. Seolah berkata bahwa jangan menjadi manusia yang sombong, semua dapat hilang secara tiba-tiba. Tidak ada yang berharap akan ada Pandemi versi 02 dan seterusnya, tetapi persiapan untuk kedepannya tidak boleh diabaikan. Agar nanti manusia akan lebih siap. Siap mental, Siap kehilangan, dan siap menerima konsekuensi serupa atau bahkan lebih buruk lagi. Andai Pandemi pergi, Semua orang pasti memiliki syukur yang tak terukur.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image