Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Budi Saputra

Kontruksi Jembatan Emas Indonesia Selama Masa Pandemi

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 16:31 WIB
Pendidikan sebagai bagian kontruksi jembatan emas dalam masa pandemi untuk Indonesia lebih maju. (Sumber: Republika.co.id)

Pandemi Covid-19 boleh saja menimbulkan kesulitan, kengerian, bahkan angka kematian yang tinggi di tanah air kita ini. Namun hikmah di balik semua itu, bahwa masa pandemi telah menggerakkan setiap individu untuk bersatu membangun sebuah mega proyek pada masa depan. Sebuah kontruksi jembatan emas yang akan mengantarkan bangsa ini sebagai bangsa yang kuat dan tangguh. Saya hendak memberikan sebuah analogi mengenai dua fase. Di dalam sejarah, Fase Mekkah dulunya penuh dengan kesulitan, maupun berbagai rintangan. Sabagaimana yang kita ketahui, bahwa setelah fase yang penuh masa-masa sulit ini, maka lahirlah Fase Madinah yang begitu gemilang, dan penuh cahaya di berbagai lini kehidupan.

Tentu saja analogi ini saya batasi dalam konteks penempaan diri. Pada dewasa ini, kita sebetulnya sangat mudah belajar dari sebuah filosofi alam takambang jadi guru. Sepanjang masa pandemi yang telah lebih kurang dua tahun melanda negeri ini, maka begitu banyak terjadi perubahan besar, atau revolusi di berbagai lini kehidupan. Pandemi Covid-19, di samping menjadi momok menakutkan, ia juga menjelma menjadi sebuah ‘rotan’ yang melecut setiap individu untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Jika kita amati lebih jauh baik di dunia nyata maupun di media sosial, maka terbentuklah sebuah pola saling membantu, dan berlomba-lomba untuk meringankan beban saudara kita yang dilanda kesusahan dan musibah. Begitu juga kesadaran diri untuk senantiasa menjaga kebersihan, serta mendekat diri kepada Tuhan sebagai seorang hamba yang lemah dan tak memiliki daya apa-apa.

Pandemi Covid-19 adalah fase mutakhir untuk menyelam lebih jauh melihat kekurangan diri. Saya memaknainya sebagai momentum krusial dalam sebuah ‘wajib militer’ yang mesti dilalui oleh setiap insan. Ini memang sebuah keniscayaan yang mau tak mau harus menyiapkan ‘amunisi-amunisi’ yang mumpuni untuk membangun dinding kesabaran, kesadaran, serta keimanan. Dengan terciptanya kebiasaan berbagi kebaikan, menjaga kebersihan dan kesehatan, serta melek teknologi informasi, sungguh inilah nilai-nilai yang akan membuat kontruksi jembatan emas itu begitu kuat dan kokoh. Pola hablum minallah dan hablum minannas, saling bersinergi bagai hewan tunggangan yang berlari kencang di medan perang untuk mengatasi ‘penjajahan’ pandemi ini.

Untuk membangun dan melintasi jembatan emas itu, tentu butuh perjuangan dan usaha berkesinambungan. Salah satu bidang yang amat krusial untuk digembleng adalah bidang pendidikan yang erat kaitannya dengan bidang sosial kemanusiaan dan bidang lainnya. Sebagai seorang pendidik, saya beruntung berada di sekolah yang membentuk sebuah komunitas amal saleh dan doa. Sejak awal tahun 2021, komunitas ini bergerak untuk peduli meringankan beban masyarakat yang kurang mampu di kota Pekanbaru. Bantuan beras, telur dan sembako setiap bulannya, adalah program yang sangat berarti dalam masa pandemi ini.

Pada awalnya, komunitas ini digerakkan semua guru yang bergerilya ke rumah masyarakat yang kurang mampu atau terdampak pandemi. Namun pada perkembangannya, siswa pun dilibatkan meski tak semua yang ikut ke rumah para mustahiq lantaran masih dalam masa PPKM.

Satu Siswa Satu Dhuafa. Setidaknya, program yang didukung oleh para guru, siswa, wali siswa, hingga masyarakat umum yang menjadi donator, telah menciptakan iklim yang begitu sejuk dalam masa pandemi. Para siswa tidak saja sekedar mendapat pengetahuan intelektual di sekolah, namun emosional mereka juga diasah dalam bentuk empati untuk saling berbagi. Pada awalnya, nama 346 siswa hanya diwakilkan dalam bantuan beras dan sembako yang diberikan oleh guru. Di rumah para mustahiq, nama siswa akan didoakan mustahiq untuk menjadi anak yang sukses dunia akhirat. Tapi sebuah pemandangan yang penuh nilai pendidikan itu, pada akhirnya bisa dilihat seiring dengan diizinkannya siswa untuk ikut terlibat, dan saling bicara dari hati ke hati di rumah para mustahiq.

Tentu saja program Satu Siswa Satu Dhuafa di atas adalah bagian kecil dari contoh material kontruksi jembatan emas, yang bukan mustahil akan merubah bangsa ini pada masa mendatang. Di luar sana, pola yang sama, bahkan yang lebih kreatif pun bagai berlomba-lomba, hingga kita tak ubahnya adalah ‘orang-orang proyek’ yang sangat mendambakan masa yang normal seperti sedia kala, bahkan melebihi semua itu.

Saya pun membayangkan suatu peradaban yang penuh nilai-nilai membangun itu. Dari suatu pola yang telah dibiasakan selama ini: saling berbagi kebaikan, menjaga kesehatan dan kebersihan begitu ketat, serta melek teknologi informasi, maka inilah ‘warisan budaya’ yang akan menghiasi taman-taman peradaban nanti. Dengan semangat Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, maka dari ‘wajib militer’ masa pandemi, nilai-nilai kemanusiaan semakin memancarkan sinarnya yang terang. Sebuah peradaban yang tentu saja selaras dengan cita-cita peradaban Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Salah satu hikmah dari pandemi, kita pernah melihat langit Jakarta bersih dan Gunung Gede terilhat jelas dari Kemayoran. Andaikan pandemi pergi, maka inilah saat untuk merengkuh kedigdayaan itu. Bahwa di setiap lini kehidupan, akan ada suatu kebiasaan baru yang lebih saling peduli pada orang lain, alam, dan lingkungan.

Khusus bagi saya yang berkecimpung di bidang pendidikan, maka momentum ini adalah fase untuk terus melanjutkan, bahkan meningkatkan etos kerja sebagai guru dan tak berhenti belomba-lomba dalam kebaikan.

Andaikan pandemi pergi, maka program Satu Siswa Satu Dhuafa tadi, bukan mustahil juga bisa diterapkan oleh semua agent of change, atau semua pelajar dan mahasiswa di seluruh Indonesia, sebagai mega proyek di jembatas emas bangsa ini. Salah satu dampak besar pandemi, adalah meningkatnya jumlah angka kemiskinan dan angka anak yatim piatu di tanah air ini. Maka melalui program inilah, salah satu upaya untuk mengisi kemerdekaan dari ‘penjajahan’ pandemi, bisa diwujudkan dalam kerja nyata yang penuh perhitungan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image