Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Asep Nurjaman

Menakar Sekolah Kembali Normal

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 06:46 WIB

Pandemi covid-19 yang saat ini melanda seluruh dunia termasuk negara Indonesia melemahkan berbagai sektor. Sektor pendidikan menjadi salah satu item yang paling menerima dampaknya. Pembelajaran yang seharusnya diberikan dari guru kepada peserta didik di instansi pendidikaan kini sudah hilang. Hanya sebagian instansi saja yang masih bisa bertahan dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran daring. Selebihnya tidak sedikit guru dan peserta didik yang mengalami kekhawatiran dan pontang-panting menghadapi fakta yang menyerang lini pendidikan.

Mayoritas instansi pendidikan terutama yang berada di wilayah pedesaan belum siap dengan sistem pembelajaran daring. Tahun pertama masa pandemi membuat kelumpuhan di sektor pendidikan, bahkan tidak sedikit yang vakum dari proses pembelajaran. Realita ini menjadi pemandangan sehari-hari di saat peserta didik membutuhkan pengetahuan dan wawasan yang biasa mereka dapatkan di sekolah. Belum lagi ditambah dengan ketidaksiapan orang tua sebagai guru bagi anak-anaknya. Terlalu banyak variabel kasus yang menghantam dunia pendidikan. Berbeda dengan sekolah yang memiliki sejumlah fasilitas untuk menyediakan proses pembelajaran secara online. Meski pada tahap pertama mengalami hal yang baru, namun mereka dengan cepat bisa beradaptasi dengan sistem pembelajaran yang baru. Gambaran inilah yang menyebabkan distingsi bagi seluruh pemangku kebijakan dan praktisi pendidikan.

Kondisi pembelajaran di masa pandemi memaksakan seluruh stakeholder dan peserta didik untuk mengubah pola berpikir, pola belajar, dan pola manajemen pendidikan. Sekolah mencoba dengan segala daya dan upaya memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh peserta didik agar dapat mengikuti proses pembelajaran meskipun secara online. Jika kita melihat negara-negara maju menghadapi fakta pandemi bukanlah sesuatu yang mengagetkan dan membuat keterpaksaan. Mereka dengan segala kemajuan tenologi dengan cepat beradaptasi termasuk dalam sektor penyelenggaraan pendidikan.

Berbeda dengan wajah pendidikan Indonesia yang belum siap sepenuhnya mengikuti perkembangan zaman dan dunia digitalisasi. Alhasil banyak dari stakeholder pendidikan yang mengalami kewalahan dan kemandegan. Keceriaan di mata peserta didik pun sampai saat ini belum terlihat kembali. Mereka banyak mengeluhkan sistem pembelajaran online yang harus menyita energi dan ekonomi yang lebih. Lagi-lagi ini merupakan masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini. Orang tua di rumah selain harus menjadi guru kedua, mereka juga harus mengeluarkan biaya lebih dalam mendukung kelancaran proses pembelajaran online.

Pemerintah dengan sejumlah kebijakan telah meluncurkan berbagai cara dan metode agar praktik pendidikan tetap berjalan sebagaimana biasanya. Mulai dari memberikan bantuan kuota internet, fasilitas pembelajaran gratis, aplikasi pembelajaran gratis, dan berbagai workshop pendidikan di masa pandemi yang diselenggrakan oleh badan pemerintahan maupun instansi-instansi lainnya untuk menunjang keberhasilan pembelajaran online. Hal ini bertujuan agar pembelajaran tetap bisa berjalan seperti biasa. Namuan pada faktanya kebijakan-kebijakan tersebut tidak dapat memberikan dampak yang signifikan.

Banyak instansi pendidikan yang mengalami degradasi motivasi dalam menyelenggarakan pendidikan di masa pandemi. Akhirnya peserta didik banyak yang menjadi korban keganasan dari sistem pembelajaran masa pandemi. Guru dengan segenap kemampuan ingin memberikan layanan terbaik kepada peserta didik, namun apalah daya jika tidak memiliki sejumlah perangkat elektronik demi memuluskan pembelajaran online. Termasuk kompetensi IT guru yang tidak semua dapat mengoperasikannya dengan baik. Begitupun dengan peserta didik yang tidak semua memiliki fasilitas pembelajaran mumpuni dalam menghadapi pandemi. Jalan satu-satunya adalah dengan memberikan layanan visit home.

Masa pandemi yang meluluhlantahkan sektor pendidikan sebetulnya memberikan hikmah yang luar biasa. Pemangku kebijakan dan stakeholder pendidikan dipaksa untuk mengejar ketertinggalan bangsa kita terhadap kemajuan teknologi dan informasi. Setidaknya dengan adanya pandemi saat ini, guru sebagai pemegang peranan penting di sekolah harus bisa memberikan layanan pembelajaran terbaik kepada peserta didik dalam keadaan dan situasai apapun. Untuk itulah saatnya guru bangkit dari keterpurukan dan mencoba melakukan hal-hal yang inovatif dan kebermaknaan. Jika tidak demikian maka sampai kapanpun pendidikan Indonesia tidak akan mengalami kemajuan yang signifikan.

Melihat bangsa lain sudah berlomba-lomba dalam kemajuan teknologi, sejujurnya masyarakat termasuk guru masih tabu dengan kemajuan teknologi dunia. Sehingga sebagian dari mereka menganggap sesuatu yang baru dan sulit untuk diajak beradaptasi. Fakta inipun yang menajdi pekerjaan rumah bersama dalam meningkatkatkan kualitas dan profesionalisme guru sebagai corenya pendidikan di sekolah. Jika guru sudah memiliki kemampuan mengoperasikan IT yang baik, maka tidak akan menemukan kesulitan dalam menghadapi pembelajaran berbasis online. Padahal bisa jadi ke depannya pandemi atau hal-hal lainnya menimpa kembali yang mengharuskan pembelajaran berbasis online.

Ada tiga hal penting yang harus dilaksanakan oleh pemangku kebijakan dan praktisi pendidikan dalam menghadapi situasi pandemi. Pertama adalah mengubah pola berpikir. Jika adanya pandemi yang melanda sektor pendidikan dihadapi dengan keterbukaan, mengedepankan inovasi serta motivasi yang tinggi untuk beradaptasi, maka sudah dapat dipastikan pendidikan di masa pandemi akan dapat dihadapi dengan baik. Hanya saja pola berpikir setiap manusia berbeda-beda. Tidak sedikit pula yang menrespon keadaan pandemi dengan pikiran negatif dan ketidakpercayaan diri. Padahal jika ditelaah lebih jauh pandemi bukanlah satu-satunya faktor yang menghalangi kesuksesan pembelajaran peserta didik.

Peserta didik sesungguhnya bisa belajar dimanapun dan kapanpun, termasuk di lingkungan rumahnya. Hanya saja karena pendidikan Indonesia terbiasa dengan kelas maka ketika dihadapkan dengan permasalahan yang baru akan merasa kaget yang tidak bisa terbantahkan. Untuk itu sangatlah penting mengubah pola berpikir seorang guru khususnya agar dapat memberikan layanan pembelajaran terbaik kepada setiap peserta didik sekalipun dalam masa pandemi. Bukan sebaliknya memberikan dispensasi yang tidak berarti bagi setiap peserta didik, atau hanya sebagai ajang meremajakan tugas diri.

Kedua adalah pola belajar. Belajar pada hakikatya bukan sekedar mendengarkan ceramah guru, kemudian peserta didik mencatat, merangkum, dan mengerjakan setumpuk tugas. Namun belajar haruslah menjadikan peserta didik memiliki kebiasaan berpikir kritis, kreatif, dan analitis di samping mengembangkan bakat, minat, dan potensi yang mereka miliki. Jika pola belajar hanya sekedar interaksi guru dan peserta didik di kelas sampai kapanpun pendidikan yang demikian tidak bisa menjadikan pendidikan yang bisa beradaptasi dengan kemajuan zaman. Belajar adalah mempelajari segala hal kehidupan termasuk fakta yang dihadapi saat ini. Tujuannya adalah agar peserta didik memiliki rasa ingin tahu yang mendalam dan bisa beradaptasi terhadap segala kondisi.

Pola belajar ini akan terus berubah dengan pasti mengikuti arus globalisasi dan dunia digital. Untuk itu penting menanamkan kepada peserta didik agar memiliki pola belajar baik ketika dalam situasi normal, pandemi, pembelajaran daring, luring, maupun yang lainnya. Jika peserta didik sudah terbiasa dengan pola-pola belajar di berbagai situasi dan kondisi, maka mudah sekali bagi mereka untuk beradaptasi. Masalahnya adalah sebagai guru harus mampu membuat peserta didik berpikir kritis dan analitis dari setiap kejadian yang ada agar mereka bisa melaksanakan problem solving dengan baik.

Ketiga adalah pola manajemen pendidikan. Tugas seorang manajer adalah memastikan organisasinya tetap beroperasi sebagaimana biasanya dalam situasi apapun. Hal ini berlaku pula dalam manajemen di dunia pendidikan. Fakta berbicara adanya pandemi covid-19 membuat sebagaina besar intansi pendidikan menjadi carut marut. Banyak yang tidak bisa segera beradaptasi dengan pandemi yang mengakibatkan terbengkalainya proses pembelajaran peserta didik. Namun hal ini tidak akan terjadi jika pola manajemen pendidikan diimplementasikan sesuai dengan standarnya.

Kepala sekolah merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan proses pembelajaran di instansinya. Namun bagaimana jadinya jika pola manajemen sekolah tidak adaptif terhadap situasi. Kesuksesan pendidikan di sekolah harus bisa membuat rancangan dalam menghadapi berbagai keadaan, hambatan, maupun kemajuan. Keadaan yang terjadi bukan hanya pandemi saja, namun berbagai macam keadaan yang mungkin akan dihadapi oleh instansinya. Kepala sekolah sudah harus mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi. Termasuk pula dalam hambatan yang memperlambat kemajuan pendidikan di instansinya.

Kepala sekolah bersama stakeholder lainnya harus siap menghadapi berbagai macam hambatan, baik yang sifatnya internal, eksternal, termasuk hambatan yang sifatnya nasional. Selain itu kepala sekolah juga harus mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi, terutama yang berhubungan dengan teknologi pendidikan demi mencapai keberhasilan pembelajaran. Dalam hal ini guru sebagai orang yang berperan penting dan berinteraksi langsung bersama peserta didik di kelas harus mampu menghadirkan karya inovatif di bidang pendidikan. Setidaknya guru mampu menjelma sebagai guru yang up to date terhadap kemajuan teknologi dan mampu mengoperasikannya.

Jika ketiga pola tersebut dimiliki oleh seluruh stakeholder pendidikan dan peserta didik, maka sekolah dalam keadaan pandemi maupun normal bisa berjalan tanpa ada hambatan. Tentu saja ini merupakan pekerjaan bersama yang harus dituntaskan agar pendidikan Indonesia bisa beradaptasi dengan segala kondisi dan kemajuan teknologi. Pandemi maupun masa normal yang akan datang bukanlah menjadi suatu hal yang harus dihadapi secara berlebihan, namun mengubah ketiga hal penting paparan tersebut merupakan sebuah keniscayaan agar bisa menakar pendidikan dalam situasi apapun dan dimanapun. Sehingga adanya pandemi maupun tidak adanya pandemi sikap optimistis dan visioner dari sektor pendidikan akan terus tumbuh sejalan dengan kemajuan dunia dan revolusi industri. Tentu saja hal ini akan sedikit berbeda jika pandemi segera pergi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image