Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Budi Sarjono

Andai Pandemi Pergi

Lomba | Friday, 24 Sep 2021, 23:48 WIB

Ruas jalan setingkat kabupaten sampai tingkat nasional yang terus mengalami pelebaran hingga penambahan ruas jalan baru pun di kota-kota besar tetap dipadati arus kendaraan, baik pribadi maupun umum. Ini menunjukkan bahwa beragam aktivitas yang dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat telah menyedotnya untuk tumpah-ruah memadati jalan raya.

Aktivitas perkantoran, sekolah, kampus, kompleks pertokoan, warung-warung atau kedai-kedai makanan, tempat pariwisata, tempat hiburan, hotel-hotel, jasa-jasa teknis hingga rumah sakit bisa dikatakan semua sangat ramai dalam setiap saatnya.

Pergelaran aneka acara yang dilakukan oleh masyarakat selalu ramai dipenuhi massa yang hadir dalam setiap pergelarannya.

Pertunjukan seni budaya tidak luput dari kehadiran anggota masyarakat yang banyak. Tempat-tempat wisata pun dalam setiap harinya selalu dikunjungi oleh masyarakat baik yang dekat maupun yang jauh. Lebih-kebih ketika hari libur maka tempat-tempat wisata tersebut ramai berjubel orang beserta anggota keluarga atau sahabat-sahabatnya memenuhinya. Kondisi ini menjadikan jalan menuju tempat wisata tersebut dipenuhi kendaraan sehingga arusnya bisa dikatakan padat merayap.

Keramaian serupa juga bisa dijumpai pada warung-warung atau kedai-kedai makanan dan minuman hingga malam hari.

Suasana kehidupan di kampus pun tidak kalah riuhnya dengan tempat-tempat lainnya. Aktivitas perkuliahan ataupun kegiatan-kegiatan mahasiswa di luar jam kuliah begitu semarak.

Gedung-gedung pertemuan untuk acara-acara seperti resepsi pernikahan atau sebagai sarana tempat olah raga tidak pernah sepi dari pengguna. Sektor lain yang tak kalah ramainya adalah di pusat-pusat pemulihan kesehatan masyarakat atau rumah sakit-rumah sakit. Naluri masyarakat yang masih kental dengan nuansa kebersamaan ketika mengetahui ada salah satu anggota masyarakat yang sedang dirawat di rumah sakit maka akan serta merta berombongan menjenguknya. Karena banyaknya fenomena ini maka ada salah satu sutradara yang kemudian memilihnya sebagai tema dalam pembuatan film pendeknya dengan pemain-pemain ibu-ibu yang ingin menjenguk orang yang sakit di salah satu rumah sakit dengan moda transportasi truk.

Gambaran kondisi yang penuh dengan keramaian dan kegembiraan tersebut terjadi sebelum datangnya wabah virus yang menyerang pernafasan hingga statusnya disebut pandemi. Kondisi dan suasana saat terjadi pandemi telah merubah keadaan secara drastis. Keadaan menjadi sepi dan mencekam. Ruas-ruas jalan, warung-warung atau kedai-kedai makanan, sekolah-sekolah, kampus-kampus, perkantoran, kompleks pertokoan, tempat wisata hingga rumah sakit menjadi sepi sekali dari pengunjung. Hal ini terjadi karena adanya pembatasan aktivitas masyarakat dan seruan untuk bekerja dari rumah yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini merupakan upaya untuk mengurangi kerumunan agar tidak mengakibatkan penularan virus penyakit secara masif.

Sebagai gambaran tentang seseorang yang terkena wabah penyakit yang menyerang pada alat-alat pernafasan tersebut sangat memilukan. Orang tersebut akan mengalami sesak nafas yang sangat berat. Jika tubuh tidak kuat maka pelan-pelan akan mengalami seperti orang yang tercekik atau tenggelam dalam air sehingga menyulitkan untuk bernafas sampai pada akhirnya bisa mengkondisikan datangnya ajal kematian.

Kondisi ini akan lebih mencekam tatkala seorang pasien wabah virus penyakit tersebut dirawat di rumah sakit yang ditempatkan di ruang isolasi di mana tidak boleh ada seorang anggota keluarga atau sahabat setia untuk dekat menunggunya. Virus penyakit yang semakin kuat menyerang pasien bisa mengakibatkan kondisinya semakin memburuk dan bahkan bisa sampai pada titik kritis.

Pada saat itulah, ucapan Rasulullah yang berbunyi ummatii, ummatii, ummatii yang diucapkan di akhir hayat beliau sontak teringat begitu jelas. Ucapan Rasulullah tersebut tentu mempunyai makna yang sangat dalam yang menggambarkan kecintaan beliau pada umatnya. Selain itu kemungkinan ada terselipnya sebuah kekhawatiran beliau lantaran bisa jadi bahaya yang akan menimpa umatnya bisa mencelakainya baik pada kehidupan dunia dan lebih-lebih di akhirat.

Kondisi pasien yang memburuk dan kritis di ruang isolasi yang tidak diperbolehkan untuk ditunggui anggota keluarga atau sahabat setia menjadikan kondisi yang memungkinkan tidak tertuntunnya pasien untuk mengucapkan kalimat-kalimat thoyibah atau kalimat tauhid pada akhir hayatnya walau itu tidak semua seperti itu. Akan tetapi melihat kondisi umat Rasulullah saat ini yang masih banyak belum bisa membaca al Qur'an ataupun masih banyak yang belum mengerjakan sholat dan puasa serta ajaran-ajaran Islam lainnya akan mengkondisikan kemungkinan besar sulitnya mengucapkan kalimat-kalimat thoyibah atau kalimat tauhid sebagai upaya untuk memperoleh kematian yang husnul khotimah.

Oleh karenanya, berandai atau berharap pandemi pergi adalah berharap pada kondisi untuk mengobati keresahan Rasulullah kepada umatnya, yakni ketika di sisa-sisa akhir hidupnya masih bisa digunakan untuk mengucapkan kalimat-kalimat thoyibah atau kalimat tauhid karena adanya bimbingan dari keluarga atau saudara dan sahabat setia yang diperbolehkan terus mendampingi hingga akhir hayatnya walau di rumah sakit sekalipun.

#LombaMenulisOpini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image