Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gia Wasilah Al Kamilah

Bangkit Bersama dalam Bertetika di Dunia Maya

Lomba | Friday, 24 Sep 2021, 22:54 WIB

Awal tahun ini tepatnya di bulan Februari kemarin, warga Indonesia dibuat terheran-heran dengan hasil survei yang dirilis Microsoft. Berdasarkan laporan Digital Civility Index Microsoft, Indonesia didapuk sebagai negara dengan tingkat kesopanan pengguna internet terendah se-Asia Tenggara. Gelar dari penghargaan ini tentu bukanlah hal yang patut untuk dibanggakan apalagi diberi makian tapi ini sangat patut untuk direnungkan. Seharusnya ini menjadi cerminan juga renungan untuk kita terlebih para pengguna internet apakah kita sudah cukup baik dalam berperilaku dengan sesama di dunia maya?

Satu setengah tahun sudah Covid-19 membersamai kehidupan masyarakat Indonesia, sejak pertama kali pertanggal 2 Maret 2020 dideteksi adanya virus corona yang masuk ke Indonesia. Sejak saat itu pula, kita mulai hidup dalam dunia baru yang kita sebut sebagai pandemi Covid-19. Di dunia baru ini, hampir seluruh sektor kehidupan masyarakat seakan mati berangai. Kesehatan, ekonomi, pariwisata, perindustrian, hingga pendidikan tampak seperti Ibu yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit menunggu waktunya tiba. Segala bentuk upaya coba dilakukan oleh pemerintah untuk tetap setidaknya memberikan napas pada berbagai sektor yang kolaps, salah satu bentuknya adalah pembatasan.

Pembatasan ini diciptakan dengan maksud untuk mengurangi angka kenaikan pasien positif Covid-19 dan menanggulangi dampak buruk dari pandemi. Tapi siapa sangka, pembatasan ini yang pada mulanya dibuat untuk membatasi segala bentuk aktivitas masyarakat di lapangan, justru membawa kita pada sebuah kebiasaan baru yang tidak mengenal adanya batasan.

Selama berlangsungnya pandemi Covid-19 dan pemberlakuan pembatasan ini, masyarakat seakan semakin dekat dengan internet dan teknologi digital. Internet dan teknologi digital seperti sudah masuk dalam kebutuhan primer manusia. Tidak ada yang bisa disalahkan memang, karena hanya dengan teknologi dan internet kita masih tetap dapat berkomunikasi dan melaksanakan kewajiban sebagai seorang makhluk sosial.

Beberapa tahun terakhir sebelum pandemi Covid-19, peningkatan pengunaan internet dari tahun ke tahun memang mengalami peningkatan yang teratur bersamaan dengan arus globalisasi. Namun, setelah adanya pandemi dan pemberlakuan pembatasan, penggunaannya meningkat kurang dari kurun waktu satu tahun. Peningkatan penggunaan internet selama pandemi ini, selain didasari untuk kepentingan berkomunikasi juga untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, seperti transaksi pesan antar dan jual beli yang melibatkan layanan pemesanan online buntut dari adanya pembatasan yang diberlakukan.

Peningkatan pengguna internet dan teknologi digital saat ini ternyata tidak dibarengi dengan peningkatan literasi internet dan teknologi oleh para penggunanya. Ini mengakibatkan seperti apa yang ada dalam laporan survei yang dilakukan oleh Microsoft bahwa Indonesia sebagai negara dengan warganet atau yang akrab disebut netizen yang memiliki tingkat kesopanan terendah di Asia Tenggara.

Kemerosotan etika dan perilaku warganet Indonesia di dunia maya, bisa jadi buntut dari adanya kebebasan akses penggunaan internet dan teknologi selama masa pandemi untuk anak-anak sekolah di bawah umur yang seharusnya penggunaannya dibatasi dan diawasi. Internet dan teknologi digital memang menjadi peranti utama dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis daring yang menjadi sistem pembelajaran baru di tengah pandemi ini. Namun, keakraban anak-anak sekolah dengan internet ternyata memberikan efek samping yang memprihatinkan. Cepatnya perputaran informasi di internet yang memang belum bisa ditanggapi dengan mental dan daya pikir anak-anak di bawah umur serta tidak adanya batasan interaksi di internet, menyebabkan penggunaannya tidak dengan perilaku juga etika yang baik dan tepat karena tidak adanya literasi terkait penggunaan internet ataupun teknologi digital.

Komentar-komentar jahat yang dilayangkan untuk sesama pengguna lainnya bahkan tanpa sebab awal, informasi yang belum terbukti kebenarannya (hoax) yang tersebar dengan begitu cepat, hingga ujaran atau makian yang seperti sudah menjadi bumbu dalam interaksi di dunia maya menjadi bukti nyata bahwa kita memang belum memiliki etika dan sikap sopan santun dalam berperilaku dengan sesamanya di dunia maya.

Andai pandemi ini pergi, mungkin kita bisa kembali berinteraksi langsung tanpa terbatas layar gawai atau laptop. Andai pandemi ini pergi, mungkin kita bisa kembali melihat anak-anak sekolah menjalani kehidupan sekolah yang menyenangkan dengan berinteraksi langsung dengan teman-teman atau guru dan tidak menghabiskan hari hanya beradu tatap dengan layar handphone. Andai pandemi ini pergi, mungkin kegaduhan di internet yang akhir-akhir ini menyita banyak energi kita sedikit teredam karena kita kembali sibuk dengan aktivitas dan interaksi kita di dunia nyata. Andai pandemi ini pergi, kita tidak lagi harus terkurung dengan segala pembatasan yang ada. Andai pandemi ini pergi

Kita bisa bangkit bersama ketika pandemi ini pergi dengan menjadi manusia yang lebih bisa memanusiakan manusia baik di kehidupan nyata maupun di kehdiupan maya, karena mau bagaimanapun saat ini kita sudah hidup berdampingan di dua dunia dan sudah sepatutnya kita bisa membentuk sebuah ekosistem yang ramah berlandaskan etika kemanusiaan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image