Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Retno Puspitasari

Islam Apa Adanya

Agama | Friday, 24 Sep 2021, 22:49 WIB

"Hindari fanatik yang berlebihan terhadap suatu agama. Karena semua agama itu benar di mata Tuhan." Pernyataan ini disampaikan Pangkostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman saat melakukan kunjungan ke Batalyon Zipur 9 Kostrad, Ujungberung, Bandung, Jawa Barat, Senin (13/9). (republika.co.id,14/09/2021)

Pernyataan ini tentu menuai tanggapan berbagai pihak. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis menyatakan sesuatu yang berbeda jangan disamakan. "Yang sama jangan dibeda-bedakan, apalagi dipertentangkan dan yang memang beda jangan di sama-samakan. Namun kita tetap harus saling memaklumi dan menghargai. Begitulah makna toleransi yang saya pahami," kata Cholil dalam akun Twitter resminya @cholilnafis.

Ustadz Felix Siauw dalam video yang diunggah di instagramnya menyatakan, “Kalau ada yang bilang semua agama itu sama aja, kira-kira itu sama seperti ada cewek yang disakitin lalu dia bilang, Semua cowok itu sama aja.”

Stempel radikal, fanatik, anti toleransi, teroris sering disematkan pada umat Islam. Padahal semua itu bisa dilakukan siapa saja, dengan agama apa saja. Contohnya kekerasan yang dilakukan rezim Rohingya pada umar muslim di sana, atau perlakuan Pemerintah China pada muslim di Xinjiang. Bahkan baru-baru ini, kekerasan pun dilakukan oleh OPM di Papua, sehingga menewaskan seorang perawat di Puskesmas Kiwirok, membuat terluka dan trauma psikis sejumlah nakes di Puskesmas tersebut. Alih-alih disebut teroris dan radikal, organisasi ini hanya disebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dengan penanganan yang berbeda, jika tersangkanya seorang muslim.

Perang Istilah

Saat ini, kaum muslimin memang tidak hanya diperangi secara fisik, tapi juga secara pemikiran, Bahkan istilah-istilah yang disematkan pada kaum musliminpun terkesan menyudutkan. Dr. Ahmad Ibrahim Khidr menyebut kondisi ini sebagai perang istilah. Dalam makalahnya, “Al-Islam wa Harb al-Musthalahat,” perang istilah dilakukan dengan dua hal:

Pertama, Taqbih al-Hasan, yaitu mencitraburukkan perkara yang baik di dalam Islam.

Contohnya, istilah jihad. Dalam Islam, jihad adalah perintah Allah SWT yang wajib dilaksanakan dengan aturan-aturan yang sudah dijelaskan secara rinci. Jihad adalah ibadah yang mulia di dalam Islam. Bahkan Nabi saw. menyebut jihad dengan Dzirwah Sanam al-Islam (Puncak Amal Tertinggi dalam Islam). Jihad adalah ibadah yang tidak bisa ditandingi oleh amal apa pun. Namun karena jihad ini membahayakan kedudukan kaum kuffar, akhirnya disamakan dengan terorisme. Narasi tentang jihad diputarbalikkan menjadi narasi yang mengerikan. Harapannya agar kaum muslimin terpengaruh sehingga “alergi” dengan penyebutan dan pengkajian masalah jihad.

Begitu juga dengan istilah Khilafah. Khilafah yang merupakan ajaran Islam bahkan menjadi mahkota kewajiban, digambarkan sebagai sistem pemerintahan yang buruk. Penuh kekerasan, otoriter, mengekang wanita dan sebagainya. Sehingga, meskipun seseorang berasal dari pendidikan berbasis agama, tak jarang malah menjadi “anti Khiafah”.

Kedua, Tahsin al-Qabih, yakni menilai baik hal-hal yang sebetulnya buruk dalam Islam. Riba yang dimurkai Allah disebut dengan istilah fa’idah (manfaat) atau bunga. Akhirnya, kaum Muslim tidak takut lagi dengan dosa riba. Bahkan cenderung tidak mau melepaskan riba karena bermanfaat, indah dan menguntungkan, seperti bunga.

Konsep liberalisme, moderat, pluralisme, feminisme, dan sebagainya yang jelas bertentangan dengan Islam, justru diagung-agungkan. Para penyerunya bahkan dari anak-anak umat sendiri.

Harus Dilakukan

Menyikapi hal ini, kaum muslimin tentu tak boleh tinggal diam. Harus ada upaya agar umat Islam tidak semakin jauh meninggalkan agamanya. Dengan apa?

Pertama, harus mengkaji Islam secara kaffah, secara sempurna. Harus mau tahu, sebenarnya agama ini mengatur tentang apa saja. Sehingga kita memiliki pemahaman yang utuh tentang Islam.

Kedua, jika sudah mengetahui kebenaran, sampaikan. Jangan dipendam untuk diri sendiri. Sedikit yang kita fahami, akan menjadi penerang dalam kegelapan.

Ketiga, ikut meluruskan jika ada pandangan yang keliru tentang Islam.

Sehingga dari sini umat akan ringan melaksanakan perintah Allah SWT. Tidak takut dengan stempel negatif. Dan ketika melaksanakan perintah Allah yang belum familier di tengah masyarakat, itu bukan karena fanatik. Tapi karena melaksanakan Islam apa adanya. Wallahu a’lam. []

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image