Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Iwan Listiyantoro

Pandemi Pergi: Kembali Menjabat Tangan Erat Kerabat dan Sahabat

Lomba | Friday, 24 Sep 2021, 22:49 WIB

"Kapan arisan trah lagi njih... Sdh kangen ketemuan lagi ..." Kalimat ini, dua minggu lalu, melintas di Grup WhatsApp Trah Martoinggeno, grup WA keluarga besar kami. Pertanyaan sekaligus harapan mengenai pertemuan trah atau keluarga besar itu disampaikan oleh mbak Ika, sepupu saya yang tinggal di Kulonprogo, Yogyakarta. Maklum, sudah sejak April 2020 anggota trah Martoinggeno tidak saling bertemu dekat satu dengan yang lain.

Anak dari almarhum paman saya itu rupanya sangat merindukan pertemuan kembali anak-cucu dari Martoinggeno, kakek buyut kami yang berasal dari Bantul. Biasanya setiap dua bulan sekali kerabat dari sekitar Yogyakarta menyempatkan diri berkumpul di rumah salah satu anggota keluarga secara bergantian. Anggota keluarga dari berbagai latar belakang agama saling berjabat tangan erat, sekadar arisan, dan tak ketinggalan menikmati makan bersama meskipun sederhana..

Milyaran orang di belahan dunia ini sangat menantikan pandemi segera pergi. Andai impian itu menjadi kenyataan maka ada jutaan orang sangat ingin segera memulihkan suasana perjumpaan yang akrab dengan kerabat dan sahabatnya, seperti sepupu saya itu.

Dambaan orang Indonesia agar pandemi segera pergi cukup realistis. Lihat saja data penanganan penanganan Covid-19 oleh pemerintah yang selama ini dinilai baik. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pada Kamis, 16 September 2021 bahwa penanganan Covid-19 di Indonesia diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) sedikit lebih baik dibanding negara lain seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Bahkan belakangan ini, pujian dari beberapa negara tertuju pada Indonesia berkat penanganan kasus global itu.

Jika pandemic pergi kemudian masyarakat mendambakan pemulihan suasana perjumpaan dengan kerabat dan sahabat, bukankah ini pun juga sangat wajar? Salah satu alasan yang bisa diajukan adalah ketika negara dalam penanganan pandemi selama ini hanya memperhatikan aspek kesehatan dan ekonomi. Publikasi-publikasi telah berulang menunjukkan hal itu, bahwa pemerintah dari awal pandemi berupaya menjaga keseimbangan antara sisi mengatasi penyebaran virus dan tetap berjalannya roda ekonomi. Misalnya pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang ditulis republika.co.id pada 07 Agustus 2020 bahwa kedua sektor itu harus diselamatkan.

Pertanyaannya kemudian, selain sektor ekonomi dan kesehatan bukankah sisi afeksi juga harus dibangkitkan? Sisi afeksi di sini dalam arti rasa kasih sayang. Upaya yang terkait dengan perasaan dan kondisi jiwa ini perlu segera diwujudkan dengan membangkitkan kembali silaturahim. Tulisan republika.co.id pada rubric Islam Digest yang dipublikasikan 15 Mei 2020 menjelaskan Silaturahim berarti 'hubungan kekeluargaan yang didasari rasa kasih sayang.' Momen kembali menjabat tangan erat kerabat dan sahabat tentu saja sangat relevan dan tak tergantikan dengan perjumpaan daring atau salam namaste.

Melupakan sisi afeksi dengan menghindari untuk berjabat tangan erat bahkan memeluk kerabat yang selama ini dilarang karena pandemi harus segera dipulihkan. Bukankah dalam berjabat tangan erat mengalir semangat saling menguatkan di antara kerabat dan sahabat itu? ikhtiar ini sangat memengaruhi kesehatan jiwa. Dan kesehatan jiwa itu tentu akan sangat menopang semangat memulihkan kesehatan dan ekonomi.

Namun impian pandemi segera pergi rupanya tak mudah dijadikan kenyataan. Dicky Budiman, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia dalam tulisan di republika.co.id pada Selasa 14 September 2021 menguatkan hal itu. Ia menyatakan, "Pandemi ini berpotensi paling cepat dicabut akhir tahun depan. Itu potensi yang optimistis." Senada dengan hal itu, dua minggu sebelumnya, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Covid-19 Sonny Harry B Harmadi juga menyatakan di media yang sama bahwa virus Covid-19 ini akan hidup berdampingan dengan manusia dan tidak akan hilang sepenuhnya hingga masuk ke fase endemik.

Kita memang harus optimis namun juga realistis. Jika dambaan indah tak juga menjadi kenyataan dalam waktu dekat maka kembali menjabat tangan erat kerabat dan sahabat juga masih dalam bayang-bayang. Meski demikian, bukankah terus membangkitkan sisi afeksi dengan silaturahim kepada kerabat dan sahabat harus tetap dijaga erat dan dirawat?

#Lomba Menulis Opini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image