Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muh. Fajaruddin Atsnan

Andai Pandemi Pergi: Saatnya Memperjuangkan (Kembali) Pendidikan Kita

Lomba | Friday, 24 Sep 2021, 16:34 WIB

Ayah, sekolahnya anak kecil itu cuma ngumpulin tugas aja kah Ayah? Ndak ada mainnya kah Ayah? Itu sepenggal tanya dari Arkan, keponakan saya kepada ayahnya.

Pertanyaan anak PAUD yang sulit dijawab, karena usia mulai itu, anak sudah harus mengalami situasi tak normal dengan buka tutupnya pembelajaran tatap muka. Harus pengalaman menjalani pertama masuk sekolah dengan banyak belajar berani (online) dan minimnya pembelajaran tatap muka yang menyenangkan di imajinasi anak kecil. Situasi ini tentu tidak ideal memang untuk pendidikan kita, tetapi tetap harus diperjuangkan bagaimanapun sulitnya.

Kita tidak sadar, Arkan dan anak seusianya bisa dipastikan akan kehilangan masa sekolah PAUD-nya. Begitupun anak-anak memperlihatkan sekolah yang lain, pasti akan kehilangan satu atau dua masa dengan seribu cerita tentang hiruk pikuk sekolah di kelasnya. Lantas ini salah siapa? Yang pasti menjadi kejadian satu kisah nyata pada satu jenjang kelas anak-anak, manakala orang-orang terdekat, termasuk orang tua, guru, hingga pembuat kebijakan, kesan tidak serius tentang nasib pendidikan anak kita.

Pendidikan itu amal jariyah

Pendidikan itu anti kesesatan. Bayangkan, bahayanya seorang pendidik yang memberikan materi pelajaran baik berupa pengetahuan yang menyesatkan kepada anak didiknya. Analogi sederhana tentang siapa yang bertanggung jawab atas nasib pendidikan anak kita selama pandemi ini?

Orang tua menjadi pihak pertama yang akan dikenakan dosa jariyah pendidikan di kala pandemi, jika abai dan acuh. Tidak memungkiri, pandemi tidak hanya menyulap bahwa belajar itu tidak harus di kelas, karena bisa dilakukan di kelas “maya”, tetapi juga mempengaruhi minat anak untuk kembali ke sekolah. Orang tua akan berpahala jika seberat apapun rintangan dan rintangan pendidikan dari sisi ekonomi, tetap memperhatikan anak. Minimal, rutin menemani anak untuk belajar, entah tahu atau tidak materi yang dipelajari. Syukur-syukur mau meluangkan waktu untuk membaca, dan ikut belajar, merasakan seolah menjadi guru bagi anak.

Guru dan sekolah, adalah pihak berikutnya yang akan turut berpartisipasi dosa jariyah pendidikan anak selama pandemi, jika tidak sungguh-sungguh memfasilitasi anak untuk belajar. Memang, pola pikir sebagian besar masyarakat masih kekeh dengan belajar itu di kelas (ruang kelas sekolah). Lebih ekstremnya lagi, belum bisa dikatakan belajar kalau belum berada di ruang kelas, memakai seragam, mencatat pelajaran, membawa PR ke rumah, dst. Namun nyatanya, pandemi telah dilakukan semua pola pikir tersebut, dengan belajar tak harus di kelas, PR bisa diberikan secara virtual, tidak perlu memakai seragam, cukup pakaian pantas pakai, dst. Nah, disinilah guru dan pihak sekolah seyogyanya mengambil peran, pandemi sudah mencoba mengubah pola pikir tersebut, tinggal bagaimana guru dengan segala keprofesionalan, kapasitas, dan kreativitasnya menyulap ruang-ruang kelas maya bak seperti ruang kelas nyata. Keceriaan dalam belajar yang dihadirkan, interaksi antar siswa pun coba diakrabkan dst. Sehingga bisa mengeliminir asumsi anak (seperti Arkan) bahwa sekolah itu mengajukan tugas. Sekaligus memupus dosa jariyah pendidikan, dan menghadirkan pahala dari pahlawan tanpa tanda jasa.

Masyarakat bagaimana? Ada yang menarik ketika masih saja menarik ulur buka sekolah, ada yang mendukung, ada pula yang memilih untuk tetap offline. Andai saja masyarakat kita membuka sudut pandang, bahwa belajar itu bisa di mana saja, kapan saja, tergantung niat serius tidak untuk belajar. Bahkan, sumber belajar pun bisa dari mana saja, tidak hanya dari guru, tidak hanya dari buku dan LKS, tidak hanya dari internet, tidak hanya dari teman sebaya, tetapi bisa juga hanya dari lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar adalah tempat dan sumber belajar yang realistik bagi anak, karena anak dapat mengkontekstualisasikan situasi yang ada pada teks sumber belajar.

Sehingga anak, lebih bisa mengenal sekaligus menghargai maksud dan tujuan untuk apa materi belajar tertentu. Masyarakat akan memutus dosa jariyah pendidikan saat pandemi, jika turut berkontribusi mendukung gerakan miniatur sekolah, dengan memfasilitasi anak-anak dalam kelompok kecil dalam satu jenjang belajar bersama, baik di rumah secara door to door ataupun menggunakan pendopo maupun ruang terbukan dalam satu RT atau RW untuk dijadikan taman siswanya untuk belajar yang menyenangkan dan membahagiakan.

Pendidikan memang perlu diperjuangkan. Wajar jika kita gelisah ketika melihat pendidikan seperti mati suri. Tetapi tidak menjadi wajar ketika khawatir, khawatir, terhadap nasib pendidikan anak kita, namun kita menyalahkan orang atau pihak lain. Coba kita intropeksi diri kita, apakah memberikan layanan pendidikan yang maksimal kepada anak kita, sehingga tidak menjadi bagian dari generasi learning loss akibat pandemi, tetapi juga generasi yang kehilangan masa-masa indah sekolah seusianya? Kita tentu saja rindu pemandangan-peringatan seragam anak sekolah terlihat di setiap sudut jalan. Semoga pendidikan tetap menjadi ladang amal jariyah kita, bukan sebaliknya menjadi sebab munculnya musabab dosa jariyah. Mari kita berkontribusi dengan kemampuan dan kapasitas kita masing-masing, agar pendidikan anak-anak terselamatkan. Pandemi Anda benar-benar pergi: saatnya kita kembali memperjuangkan pendidikan kita, yang dinomorsekiankan. Semoga**

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image