Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Farikha Mardhatillah, M.Pd

Memaknai Belajar dan Mengajar Daring di Masa Pandemi

Guru Menulis | Wednesday, 22 Sep 2021, 12:26 WIB

Masyarakat dikejutkan dengan adanya pandemi covid-19. Pandemi membuat berbagai aspek kehidupan masyarakat khususnya aspek pendidikan menjadi lesu. Berbagai langkah dan cara dilakukan oleh sekolah-sekolah untuk menjaga efektivitas proses pembelajaran daring. Guru-guru dituntut untuk kreatif dalam mengajar agar proses pembelajaran dapat berjalan efektif. Berbagai media dan aplikasi pembelajaran terus diuji coba untuk menunjang efektivitas pembelajaran daring.

Jika mengacu pada teori belajar menurut Edward Lee Thorndike (Hamzah Uno, 7:2006) belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan belajar daring dirasa sangat mengurangi proses interaksi tersebut. Lalu bagaimana proses belajar dapat berjalan dengan baik di masa pandemi?

Belajar di masa pandemi sangat berbeda ketika sebelum terjadi pandemi. Bagai tersambar petir di siang bolong. Anak-anak Indonesia harus siap menghadapi pembelajaran daring (dalam jaringan). Hal ini tentu menimbulkan polemik dengan banyaknya hambatan dan tantangan yang ada.

Berdasarkan teori belajar dari Thorndike tersebut, belajar juga merupakan proses perubahan tingkah laku yang bisa berwujud sesuatu yang dapat diamati atau yang tidak dapat diamati. Jika kita korelasikan dengan pandemi maka agak sulit untuk mengamati perubahan tingkah laku peserta didik jika hanya dari nilai-nilai yang di dapat melalui belajar dan ujian secara online tanpa mengamati langsung peserta didik tersebut.

Menurut Thorndike pula, terdapat tahapan – tahapan proses pembelajaran yang harus dilakukan sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku, yaitu tahap kesiapan, tahap latihan, tahap efek dan tahap sikap.

Kesiapan harus dimiliki oleh guru dan murid dalam menghadapi pembelajaran daring di masa pandemi. Hal ini adalah awal dari keberhasilan pembelajaran itu sendiri. Jika dari awal tidak ada kesiapan dari keduanya maka akan sulit mencapai target yang diharapkan. Kesiapan guru sebagai stimulus di masa pandemi bisa dimulai dari mempersiapkan model pembelajaran, media yang digunakan, penguasaan materi, mempersiapkan jaringan yang baik, pencahayaan yang baik, suara dan lainnya. Murid sepagai respon juga harus menyiapkan media belajar, jaringan, pencahayaan dan yang lainnya tersebut agar proses belajar dan mengajar berjalan efektif.

Setelah adanya kesiapan yang baik maka tahap selanjutnya adalah latihan. Guru memberikan materi melalui video conference lalu memberikan latihan kepada anak-anak kedua hal ini perlu dilakukan secara berkelanjutan dan tidak bisa berhenti di tengah jalan agar berdampak pada perubahan sikap.

Setelah melalui tahap kesiapan dan latihan selanjutnya adalah tahap efek. Jika kedua tahapan dilakukan dengan baik maka akan menghasilkan efek yang baik yang dapat dilihat dari respon peserta didik yang beranggapan bahwa pembelajaran tersebut menyenangkan.

Tahap terakhir adalah sikap. Jika efek atau responnya baik maka menghasilkan sikap yang baik pula. Di tahap ini juga guru dapat melakukan penilaian akhir terhadap peserta didik dan menentukan apakah pembelajaran tersebut berhasil atau gagal sehingga perlu adanya perbaikan. Untuk itu perlu diperhatikan keempat tahapan di atas.

Sementara itu, bagi para guru mengajar di masa pandemi bukanlah hal yang mudah. Perlu adaptasi secara berkala agar mengajar menjadi lebih efektif dan bermakna.

Mengajar menurut Nana Sudjana (1989:29) pada hakekatnya adalah “Suatu proses yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar-mengajar”.

Dari pengertian ini, proses mengajar terbagi menjadi dua tahap pertama, proses mengajar merupakan proses yang dilakukan oleh sumber untuk menciptakan kondisi belajar pada siswa dengan cara memanfaatkan lingkungan sebagai faktor penunjang terhadap kondisi belajar pada siswa. Kedua, kondisi belajar tercipta sehingga perilaku mengajar yang dilakukan oleh instruktur atau guru dengan melakukan bimbingan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Jika mengacu pada pengertian di atas lingkungan yang di maksud adalah lingkungan pada proses interaksi secara langsung atau tatap muka. Lalu bagaimana jika lingkungan yang dihadapi adalah lingkungan tidak langsung? Apakah proses mengajar menjadi terhambat?

Pemanfaatan lingkungan siswa di masa pandemi jika dikorelasikan dengan konsep ini adalah siswa memiliki fasilitas penunjang dan dapat memanfaatkannya untuk proses belajar-mengajar. Guru dapat menjaga dan memastikan kondisi belajar-mengajar daring tetap kondusif dan efektif.

Konsep belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu kita perlu memaknai belajar dan mengajar daring di masa pandemi agar tercipta pembelajaran yang efektif.

Selama pandemi beberapa siswa dan orang tua memang mengeluhkan kurang efektifnya pembelajaran daring karena intensitas pembelajaran yang kurang dikarenakan guru lebih banyak memberikan tugas. Hal ini mungkin terjadi karena terkendala peralatan yang digunakan seperti laptop dan jaringan. Ditambah tidak adanya biaya untuk membayar aplikasi yang mumpuni dan layak digunakan untuk pembelajaran daring. Tidak semua sekolah memiliki anggaran cukup untuk membeli aplikasi pembelajaran terlebih adanya pemotongan biaya spp para peserta didik.

Namun saya selaku tenaga pendidik turut merasakan beban mendalam sebagai guru di masa pandemi. Para guru sebetulnya memahami apa yang murid dan orang tua rasakan dan saya yakin mereka yang disebut pahlawan tanpa jasa ini sudah memberikan yang terbaik di tengah berbagai hambatan yang ada agar tercipta pembelajaran daring yang efektif. Salam hormat dan bangga untuk para guru di seluruh Indonesia. Semoga tetap semangat dalam mendidik sehingga tercipta bangsa yang kuat.

sumber gambar : Republika.co.id

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image