Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Uswatun Hasanah, SIP.

BERSINERGI, GELIATKAN SENDI-SENDI KEHIDUPAN UNTUK BANGKIT KEMBALI

Lomba | Wednesday, 22 Sep 2021, 12:20 WIB
Foto: ANTARA/HO/Kemenlu

 

Semenjak Pandemi Covid-19 ini merebak di seluruh negeri, hampir seluruh aspek kehidupan terimbas. Pemerintah telah mencoba untuk menghambat laju penyebaran virus Corona dengan menggalakkan program-program pencegahan yang disosialisasikan ke berbagai lapisan masyarakat. Termasuk pembatasan-pembatasan dalam lingkup area publik, yang akhir-akhir ini tengah berlangsung, dikenal dengan istilah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), PPKM Jawa-Bali (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), PPKM Mikro berbasis komunitas terkecil RT/RW, Penebalan PPKM Mikro larangan opersional tempat ibadah dan sekolah, PPKM Darurat, PPKM Level 4 (empat) kemudian level 3 (tiga). Publik pun mau tidak mau harus menyesuaikan diri atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Mereka harus membiasakan diri untuk sering mencuci tangan dengan sabun, memakai masker bila keluar rumah, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas. Kebiasaan yang mengubah tatanan dalam kehidupan sehari-hari. Secara tidak langsung mereka “dipaksa” untuk tetap berada di rumah, melakukan segala aktivitas dari rumah, terkecuali mereka yang bekerja, berkecimpung pada sektor esensial. Anak-anak pelajar sampai mahasiswa melakukan pembelajaran secara daring (dalam jaringan), demikian halnya dengan mereka yang bekerja. Rasa bosan pun kian menjadi, terlebih membaca dan mendengar bahwa dari hari ke hari berita penambahan kasus positif melonjak. Semua tenaga dan biaya terfokus untuk menangani polemik berkelanjutan ini. Berbagai sendi kehidupan, meliputi; pendidikan, pertanian, perikanan, kesehatan, transportasi, perekonomian, perdagangan, kewirausahaan, pariwisata, dan seterusnya, mengalami keterpurukan, terdampak pandemi. Bersumber dari portal https://covid19.go.id/, 18 September 2021 telah tercatat sebanyak 4.188.529 positif, 3.983.140 sembuh, 140.323 meninggal. Sungguh miris, bagaimana tidak selama pandemi ini tidak sedikit yang menjadi korban. Tanpa mengenal batas usia, status dan apapun itu, mereka kehilangan sanak keluarga, sahabat, dan rekan kerja.

Berkaca dari itu semua, banyak harapan dan asa yang terpatri pada hati setiap insan di bumi. Termasuk penulis, sebagai salah satu warga masyarakat Indonesia, bak akar rumput yang ingin mencurahkan segenap rasa yang berkecamuk dengan kondisi penyebaran virus yang melanda dunia. Meski tidak dipungkiri perubahan yang terjadi pasti tetap menjadi pembelajaran yang berarti. Dari semula kegiatan yang jarang dilakukan sekarang menjadi kebiasaan, bukan hanya untuk menjaga diri namun pula berjaga demi orang lain di sekitar kita. Banyak hal yang dilalui, suka duka yang dialami masing-masing pribadi memang berbeda-beda, toh semua itu memang harus dihadapi dengan lapang dada, bukan hanya untuk dikenang melainkan pula untuk menjadi buah pengalaman, mengambil hikmah dari setiap peristiwa. Mengamati geliat perekonomian di seputar tempat tinggal penulis, yang mulai surut bahkan “mati suri”, pedagang kaki lima yang biasa berjajar di sekeliling alun-alun pusat kota kabupaten kini tidak nampak lagi, semua terlihat sepi, tidak ada yang duduk bercengkrama sembari tertawa riang menghabiskan pagi maupun senja hari, tidak ada orang-orang yang berlari (jogging) ataupun berlalu lalang, ini hanya satu dari sekian pemandangan yang penulis temui di sudut kota kecil ujung paling barat Kota Yogyakarta. Hal itu sudah cukup menjadi representasi gambaran umum (overview) dilema yang dihadapi negeri tercinta Indonesia. Belum lagi, pemandangan yang akan dijumpai pada sektor pariwisata, nyaris sepi. Destinasi wisata di pegunungan, air terjun, pantai, bahkan yang berada di tengah pusat keramaian kota tampak lengang, sehingga sebagian obyek wisata melakukan terobosan baru seperti memberikan alternatif berwisata secara virtual untuk mengobati rasa kangen piknik. Begitu pula pada sektor pertanian, perdagangan, transportasi. Berbanding jauh dengan kondisi pada sektor esensial seperti rumah sakit, hiruk pikuk mobil ambulan keluar masuk serta betapa sibuknya tenaga medis melayani masyarakat yang segera membutuhkan pertolongan, begitupun di kota-kota lain di penjuru negeri.

Sebagai abdi masyarakat, penulis turut merasakan dampak dari pemberlakukan pembatasan ini, tanpa bisa berontak karena keadaan. Setelah pemerintah merealisasikan pembatasan, sontak mempengaruhi operasional layanan kepada masyarakat. Terutama akses pelayanan perpustakaan, sebagaimana ketugasan penulis. Semula kami memberikan akses pelayanan secara terbuka (open access), masyarakat berkunjung sesuai dengan jam kerja, bisa leluasa memanfaatkan layanan yang diberikan, petugas pun memberikan layanan ditempat (onsite) dan keliling/bergerak (mobile) ke sekolah-sekolah dan daerah pedesaan terletak secara geografis berada di pegunungan dengan medan tempuh yang berliku maupun ke sekolah-sekolah di daerah dekat pesisir yang jauh dari pusat kota, namun semua berubah secara draktis. Kemudian disusul dengan pemberlakuan pembelajaran sekolah secara daring, anak-anak sekolah untuk belajar dari rumah. Terlebih lagi ada refocusing anggaran sehingga untuk sementara biaya operasional armada perpustakaan keliling terhenti dan itu berakibat layanan pun vakum. Berimbas pula dengan rangkaian kegiatan operasional yang lain, termasuk pelayanan ditempat (onsite), dilanjut dengan pemberlakuan kebijakan yang terus bergulir dari Pemerintah Pusat sebagai langkah nyata penanggulangan kasus Corona.

Oleh karena itu, diperlukan perencanaan program sebagai langkah alternatif untuk mengakomodir kebutuhan akses informasi, ketersediaan layanan bagi pemustaka (masyarakat) di daerah dengan pembatasan yang ada. Diawali dengan pelayanan semi tertutup, pembatasan pengunjung maupun pemustaka yang dilayani on site, mereka hanya diperkenankan mencari koleksi melalui database komputer yang disediakan lalu petugas yang mencarikan, memberikan alternatif pembuatan bebas pustaka online via email, akses peminjaman dan pengembalian bacaan berbasis ebook melalui aplikasi, storytelling secara daring. Ditambah lagi dengan pemberlakuan Work From Home (WFH) dan Work From Office (WFO) dengan skala prosentase sesuai aturan yang berlaku, sumber daya manusia yang ada dituntut untuk lebih kreatif, berupaya memberikan yang terbaik untuk masyarakat.

Keadaan yang memang harus dilalui sebagaimana alur peristiwa yang digariskan Sang Pencipta. Banyak cara telah ditempuh oleh berbagai negara, salah satunya dengan membuat formula vaksin mengantisipasi perkembangan mutasi virus. Pemerintah Indonesia pun melakukan gerakan vaksinasi massal. Berharap gerakan vaksinasi ini merata sampai pada lapisan masyarakat bawah yakni pada komunitas terkecil tingkat RW/RT. Terlebih lagi, semoga kesadaran masyarakat meningkat dalam mematuhi protokol kesehatan dan mengikuti anjuran mengikuti vaksinasi ini, mampu menekan laju pertumbuhan virus corona. Namun, pandemi ini sebenarnya tidak hanya membawa petaka, melainkan bila kita menarik benang merah, mampu mengambil hikmah kejadian ini, melihat dari sisi positif, kita akan menemui banyak hal baru, secara tidak langsung kita telah membiasakan diri hidup lebih tertib, disiplin terutama dalam mengelola waktu, anggaran, menambah empati persaudaraan, terlebih dari sisi kesiapan teknologi, kita mampu mengikuti perkembangan informasi yang menjadi trend masa kini. Edukasi otodidak bagi para orang tua yang mendampingi putra putrinya belajar di rumah, bagaimana peran orang tua, siswa didik (pelajar, mahasiswa) pendidik, pekerja/karyawan dalam mengenal teknologi daring, mengenal berbagai aplikasi berikut cara memanfaatkannya, semisal; aplikasi Zoom Meeting, Google Meet, Webex Meet, Google Classroom, segala aplikasi Media Sosial, dan lain sebagainya. Dengan mengesampingkan profesi para orang tua, disamping bergelut untuk menjemput rejeki menafkahi keluarga, ini merupakan secuil sisi positif dari sekian banyak lagi yang masih bisa digali.

Andai pandemi pergi, geliat berbagai sektor kehidupan pasti akan bangkit kembali. Semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali akan menyambut dengan penuh syukur, bahagia. Anak-anak bisa bermain, bersekolah. Bagi para civitas sekolah dan akedemik, pelajar, mahasiswa dapat melakukan pembelajaran tatap muka dengan para pendidik seperti semula tanpa ada cemas dan rasa takut. Para pedagang kecil dapat membuka lapak untuk menjemput rejeki dengan suka cita, buruh pabrik, buruh bangunan, petani, nelayan, karyawan dan semua pekerja kembali melakukan rutinitas pekerjaan dengan leluasa, merdeka. Transportasi berjalan sebagaimana jalur lalu lintas darat, laut dan udara tanpa kendala. Sektor pariwisata dibuka untuk umum, turis domestik dan mancanegara bisa melancong ke berbagai destinasi di penjuru negeri, devisa negara meningkat, sektor perekonomian naik, sehingga kesejahteraan masyarakat kembali pulih.

Untuk mewujudkan harapan supaya menjadi nyata dibutuhkan kerja besar dengan passion yang luar biasa. Diperlukan sinergitas dari tiap-tiap elemen masyarakat yang mencakup semua kalangan, dari rakyat kecil sampai pada para pemangku kebijakan. Bahkan pada kancah internasional, sebagaimana dilansir pada portal laman Republika, Dewan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) akan mengadakan Sidang Majelis Umum ke-76 secara virtual di Markas PBB New York, Amerika Serikat, dihadiri sebanyak 195 negara dari berbagai belahan dunia, yang diharapkan akan berpartipasi dalam bahasan yang mengangkat topik Building resilience through hope, to recover from Covid-19, rebuild sustainably, respond to the needs of the planet, respect the rights of the people, and revitalize the United Nations. Tema ini menunjukkan bahwa tantangan masih dihadapi dunia saat ini, dari Covid-19 hingga perubahan iklim serta kemiskinan yang semakin dalam akibat pandemi hingga masih terjadinya konflik di berbagai belahan dunia (https://www.republika.co.id/berita/qzti2w370/presiden-ri-akan-pidato-secara-virtual-di-sidang-pbb, Rabu 22 September 2021). Jadi, dapat kita ketahui kasus yang masih menyeruak dan menjadi fokus utama masih pada polemik Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan dan belum juga usai sampai detik ini.

Segala cita mulia untuk kemaslahatan umat manusia tidak akan tercapai dengan sendirinya, semua berproses, semua butuh kerjasama, berkomitmen bersama dengan tekad yang kuat untuk kembali bangkit lagi. Saling menanggalkan ego, kepentingan pribadi, bertanggungjawab, rela berkorban, berani berjuang demi keselarasan visi, merdeka dari petaka dan tentu dibarengi dengan senjata yang tak kalah penting, meningkatkan kekuatan doa setiap jiwa dari jutaan umat manusia di muka bumi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image