Andai Pandemi Pergi: Sekring
Lomba | 2021-09-20 17:46:06Gelap gulita memenuhi rumah tanpa satupun cahaya yang terlihat. Ternyata, sekring mati adalah akibatnya. Seperti halnya pelajar yang mengalami gelap gulita karena sekring mati selama di rumah karena pandemi. Hari ganti hari, penghuni terus berharap agar cepat nyala dan kembali seperti semula. Sekolah laring diibaratkan sebagai sekring. Semangat tumbuh ketika interaksi, belajar, bahkan sekedar ngobrol santai dengan teman-teman di kantin saat sekolah. Masa-masa yang dirindukan membuat harapan agar semua kembali normal tidak pupus. Dengan keterbatasan pembelajaran daring, pelajar rentan mengalami kejenuhan dan stres. Rutinitas monoton dan tidak adanya banyak interaksi secara langsung. Sekring tak kunjung kembali selama satu tahun lebih.
Dari 20 responden yang diambil dari sekolah A menyatakan 90% siswa mengharapkan sekolah laring segera dilakukan. Mereka juga mengatakan bahwa sekolah laring mempunyai manfaat signifikan, contohnya bisa bersosialisasi, lebih fokus saat pelajaran, membangun rasa percaya diri, dan baik untuk kesehatan mental. Saat bertemu dengan orang, interaksi terjadi bersamaan dengan pertumbuhan sosial dan emosi. Menurut Spradley dan Mccdury (1975), relasi yang terbangun berasal dari hubungan yang terjadi antar individu dalam waktu lama akan membentuk pola yaitu pola relasi. Manusia akan bertindak sesuai dengan lawan bicara sehingga obrolan terjadi secara sistematik dan timbal balik terus menerus. Dari hal ini, pola itu dapat terlihat. Relasi penting untuk pelajar karena masih dalam proses perkembangan dalam berpikir dan sosial, sehingga butuh melatih diri berada dalam suatu kelompok mulai dari yang kecil yaitu sekolah.
Tingkat pemahaman siswa terhadap pembelajaran juga berkaitan dengan relasi. Dalam sekolah laring, siswa bisa lebih mudah belajar karena bisa langsung berkonsultasi. Gangguannya juga tak sebanyak gangguan dalam pembelajaran daring perihal jaringan dan kebutuhan pembelajaran. Menggunakan laptop atau handphone dalam belajar membuat siswa sulit fokus karena teralih dengan kondisi tempat dimana kita belajar. Hanya menatap laptop dan mendengar penjelasan, terkadang rasa bosan itu mulai datang. Ketidaknyamanan atau suasana berisik di rumah yang tidak mendukung juga membuat pikiran pelajar terpencar.
Setiap pribadi memiliki karakter yang berbeda, disitulah anak sekolah bisa dilatih menyikapi berbagai orang. Perasaan insecure kerap dialami remaja, maka sebenarnya bersosialisasi di sekolah bisa jadi cara yang mendorong seseorang lebih percaya diri. Jika ada tugas presentasi, kita harus bisa tampil di depan kelas dan berbicara dengan kontak mata yang tertuju pada teman satu kelas. Cara belajar ini sering diterapkan untuk membentuk kepribadian anak sekolah yang percaya diri. Berbeda dengan sekolah secara daring, tugas presentasi yang diberikan tidak begitu memberi pengaruh besar untuk perkembangan siswa. Hanya berbicara di depan kamera tidak efektif untuk melatih kepercayaan diri.
Di masa-masa sekolah, pertemanan menjadi salah satu penyemangat. Relasi yang bertahan dapat berguna untuk jangka panjang juga di masa depan. Namun dalam membangun sebuah hubungan, inilah yang menjadi tantangan pada masa pandemi. Berkenalan secara online tidak memberi ikatan yang kuat dan intim antar satu sama lain. Tugas kelompok yang dilakukan perlu kerjasama yang baik. Dalam penilaian, tentu guru juga harus memantau agar adil sesuai dengan usaha kerja dari setiap siswa tapi pembelajaran daring membatasi hal ini seperti adanya kasus ânumpang namaâ. Dari jarak jauh, guru tak bisa mengetahui setiap halnya kecuali jika murid itu sendiri yang buka suara. Sayangnya, banyak yang tak ingin melaporkan hal tersebut karena alasan tidak ingin berurusan panjang dan rumit dengan guru. Walau balik lagi ke diri masing-masing, namun dari sini kita bisa melihat adanya kekurangan komunikasi. Nilai yang nanti diterima, bisa memunculkan tanda tanya tentang kemurniannya.
Tak paham materi, saat bertanya pun harus ada kesabaran dalam menunggu jawaban dari teman atau guru. Hal ini semakin membuat kerinduan untuk sekolah laring meningkat. Makan di rumah, istirahat di rumah, belajar di rumah. Kapan kaki ini akan menapak di gedung sekolah? Satu hal yang bisa kita lakukan adalah bersabar dan lakukan apa yang kita bisa lakukan. Sekring akan hidup kembali saat semua sudah normal.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.