Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nenden Wulansari

Andai Pandemi Pergi, Bagaimana Kurikulum Pendidikan Kita?

Lomba | Monday, 20 Sep 2021, 01:51 WIB

Pandemi Covid 19 yang menerpa Indonesia selama hampir 1,5 tahun belakangan, tentunya banyak merubah pola kehidupan masyarakat di berbagai sektor. Hampir semua sektor kehidupan terkena imbas pandemi virus yang pertama kali merebak di negeri Tiongkok ini. Mulai dari sektor perdagangan, industri, transportasi, pariwisata, kesehatan dan juga pendidikan. Tidak heran jika banyaknya sektor yang terimbas ini pada akhirnya memunculkan kebijakan dan pola keseharian yang baru.

Salah satu sektor yang paling merasakan dampak pandemi Covid 19 adalah sektor pendidikan. Bagaimana tidak, sektor yang bisa disebut sangat vital bagi kualitas sumber daya manusia sebuah bangsa, mau tidak mau, suka tidak suka harus beradaptasi dengan pandemi yang berkepanjangan. Salah satu kebijakan yang akhirnya diambil pemerintah sebagai bentuk adapatasi dari masa pandemi Covid 19 adalah terbitnya Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam taklimat media Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 tanggal 7 Agustus 2020 menuturkan bahwa kurikulum pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa. Dalam hal ini, ada 3 opsi yang dapat dilakukan oleh tiap satuan pendidikan dalam menerapkan kurikulum dalam kondisi khusus. Pertama adalah tetap mengacu pada kurikulum nasional. Kedua, menggunakan kurikulum darurat. Ketiga, melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.

Sebagai bentuk adapatasi selama masa pandemi, Kemendikbud menyiapkan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) yang merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum tersebut dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat fokus pada kompetensi esensial dan kompetensi yang menjadi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, berarti selama ini apakah kurikulum pendidikan kita terlalu kompleks?

Jika ditelisik lebih mendalam, pernyataan Mas Menteri ini bisa menimbulkan makna ganda. Dengan “dibuatnya” kurikulum nasional menjadi lebih sederhana dapat bermakna bahwa pemerintah memang terlihat berusaha untuk beradaptasi atau memang sebenarnya ada yang perlu dibenahi dalam kurikulum pendidikan kita. Belum lagi secara konten, istilah kompetensi esensial dan non esensial. Sebagian orang awam yang menyimak pernyataan Mas Menteri bisa jadi bertanya-tanya, berarti ada dong kompetensi yang tidak esensial? Lantas kenapa anak-anak dijejali dengan kompetensi yang tidak esensial ini?

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna esensial adalah perlu sekali, mendasar, dan hakiki. Hal ini sejalan dengan definisi pendidikan yang dicantumkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kalimat keterampilan yang diperlukan dirinya sebagai penutup dari definisi tersebut menjadi penegas bahwa muatan kurikulum yang diberikan kepada siswa hendaknya berdasarkan hal yang memang mendasar dibutuhkan oleh siswa.

Konten kurikulum pendidikan yang terlalu padat dengan banyaknya mata pelajaran dan materi yang terlalu luas, menyebabkan hal-hal esensial yang diperlukan oleh siswa menjadi bias. Hal ini diperparah dengan kurangnya kemampuan guru dalam menganalilis Kompetensi Inti (KI) dan juga Kompetensi Dasar (KD) yang diturunkan menjadi indikator dalam proses mengajar dan penyusunan soal.. Akhirnya istilah kompetensinya apa, materinya apa, yang dites apa, seringkali muncul dalam proses kegiatan belajar mengajar. Maka jika pandemi pergi, akankah muatan kurikulum pendidikan kita kembali dihiasi dengan banyak hal yang tidak esensial? Semoga tidak. Terkadang dalam kondisi terpuruk, kita jadi semakin jelas melihat hal-hal yang bermakna untuk kehidupan kita. Semoga dengan adanya pandemi ini, pemerintah juga dapat mengkaji kembali muatan kurikulum yang selama ini diberikan kepada para calon penerus bangsa. Jangan sampai mereka terbebani dengan hal-hal yang sebenarnya tidak esensial untuk perkembangan kecerdasan mereka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image