Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Abdul Aziz, Lc

Sejarah Penting Penyusunan dan Perkembangan Hadits dari Abad ke Abad

Sejarah | Sunday, 19 Sep 2021, 06:07 WIB

Sebelum melangkah lebih jauh ke pembahasan rahasia, alangkah baiknya kita bahas kata sunnah atau hadits lebih dahulu supaya faham dengan benar. Sunnah secara bahasa yaitu: jalan, tata cara, ataupun prilaku. Sunnah juga bisa diartikan sebagai hadits.

Sedangkan sunnah menurut istilah memiliki banyak makna, diantaranya menurut para ulama hadits bahwa sunnah adalah; segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah baik itu dari perkataanya, perbuatannya, persetujuannya dan dari sifatnya. (dalam Fathul Mugits, Asy Syakhowi (6/1)

Kebanyakan dari kita mengira bahwa yang pertama kali menyusun/menulis haditas atau sunnah adalah Ibnu Syihab Az-zuhri yang wafat pada tahun 125 H tapi nyatanya bahwa penyusunan sunnah itu telah dimulai di zaman nabi oleh para sahabat walaupun ada perselisihan di dalamnya yang menyatakan bahwa dilarangnya penyusunan sunnah di zaman nabi. Yang berpendapat bahwa dilarangnya menyusun/ menulis sunnah dengan berlandaskan dalil hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id Al-khudry di Shahih Muslim no 3004.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا تَكْتُبُوا عَنِّي، وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ، وَحَدِّثُوا عَنِّي وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ قَالَ هَمَّامٌ: أَحْسَبُهُ قَالَ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (رواه مسلم 3004).

Dari Said Al-Khudry, Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah kalian menulis dariku, barangsiapa menulis dariku selain Al-Qur’an hendaklah dihapus dan ceritakanlah dariku dan tidak berdosa. Barangsiapa berdusta atas nama ku -Hammam berkata, dengan sengaja maka hendaklah menyiapkan tempatnya di Neraka”.

Sedangkan yang berpendapat membolehkan menyusn/menulis sunnah berdasrkan hadits Abu Hurairah Rodiyallohu’anhu yang mana waktu itu Rasulullah ﷺ berkhutbah di hari pembebasan kota Makkah, beliau bersabda: Tulislah dari Abu Syaah.

قال: خطب رسول الله صلى الله عليه وسلم في فتح مكة .إلى أن قال: “اكتبوا لأبي شاة

(dalam Taqyidul Ilm, Hal 58).

Kesimpulannya jumhur ulama menyatakan bahwa penyusunan hadits sudah terjadi di zaman nabi meskipun waktu itu belum tersusun rapi tulisan melainkan dituliskan pada pelepah kurma, batu, atau pada tulang benulang dan sejenisnya. Sebagaimana contoh dari para sahabat yang telah menuliskan/menyusun sunnah pada waktu itu sebagai berikut:

Pertama, Jabir Rodiyallohu’anhu telah menulis Sebagian hadits dan mengirimkannya kepada Aamir Bin Sa’ad bin Abi Waqqas Radiallohu’anhu. (Sohih Muslim, Kitab al Imaroh)

Kedua, telah menulis Zaid bin Arqom Rodiyallohu’anhu beberapa hadits yang kemudian diberikan kepada Anas bin Malik Rodiyallohu’anhu. (Tahdiz At-Tahdzib, Ibnu Hajar, 394/3)

Adapun di Abad ke 2 hijriah penyusunan sunnah dilakukan para Tabi’in dan Tabautaabi’in. Di abad ini penyusunan sunnah mulai berkembang dan rapi dari yang awalnya hanya sekedar menulis tanpa beraturan. Maka muncul-lah perbedaan antara penyusunan yang hanya sekedar mengumpulkan sunnah dengan penyusunan yang sudah tertata tertib yang mengandung bab per bab.

Sebagai contoh ulama yang menyusun/menulis sunnnah di abad ke 2 hijriah ini diantaranya; Imam Malik (93-179 H) di Madinah menyusun kitab Al Muwatho’, Imam Asy syafi’i (150-204 H) dengan kitabnya Ar risalah dan Al Umm.

Kemudian masuk ke Abad 3 hijriah, yang mana di abad ini semakin berkembang dan muncul lah kitab kitab masanid/musnad, seperti Musnad Imam Ahmad, Kutubussittah (kitab-kitab sohih dan sunan) seperti kitab Sahih Bukhori dan Muslim, Sunan At tirmidzy, Sunan Abu daud, dan kitab ikhtilaf hadits, seperti kitab Ikhtilaful Hadits karya Imam Syafi’i. Maka pantas lah di abad ini disebut abad keemasan di Islam khusunya dalam hal penyusunan dan penulisan hadits/sunnah.

Di abad ini pula banyak ulama yang bermunculan, ulama jarh wa ta’dil, berkharismatik, huffadz (penghafal al-Quran), para imam seperti; Imam Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rohuyah, Ali bin Almadini, Yahya bin Ma’in dll.

Masuk ke Abad 4 dan 5. Di abad ini kita bisa temukan bagaimana para ulama sangat peduli, berkhidmat, menjaga dan kreatif dalam penyusunan hadits yang mana keluar karya karya baru, seperti kitab Mustholah Hadits, seperti kitab Mustadrok Al Hakim (321-405 H), kitab Mustakhrojat dan kitab Ma’ajim.

Dari abad setelah 5 sampai sekarang kita ketahui bahwa para ulama sangat menjaga, peduli terhadap hadits/sunnah dengan cara menyusun, menulis riwayat ataupun diroyat, mengartikan sampai mensyarahnya.

Diantara hasil karya ulama untuk menjaga sunnah Nabawiyah di abad 6 adalah kitab Al Maudhu’at Ibnu Al Jauzi (510-597 H), kitab ini merupakan kitab yang mengumpulkan hadits-hadits maudhu/palsu/dusta dengan menjelaskan letak kepalsuannya. Juga kitab ahkam/ hukum hukum dalam syariat Iislam seperti kitab ‘Umdatul Ahkam karya Imam Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H).

Di abad ke 7 kitab Ghorib Hadits yaitu kitab yang berisikan kalimat kalimat eksentrik/aneh/sulit dipahami, seperti kitab An-Nihayah Fi Ghoribil hadits karya Ibn Asir (544-606 H). Ada kitab Takhrij Ibnu Hajr Al Asqolani di abad ke 9 dengan kitabnya At-Talkhis Al Habir, juga kitab Zawaaid; seperti kitab Ghoyatul Maqsud fi Zawaaid Al Musnad Imam Ahmad, di abad selanjutnya, yang terakhir kitab Aljawami’ seperti kitab; Jam’ul Jawaami’ (Al-Jaami Al Kabir) karya Al hafidz Jalaluddin Asy-syuthi’(849-911 H). (Tadwin As-Sunnah, Dr Muhammad Bin Mathor Az-Zahrony).

Mudah-mudahan dengan kita mengetahui penyusunan & perkembangan hadits ini, kita bisa lebih menghargai dan memuliakannya karya-karya ulama yang mana tidak lain dengan merekalah sunnah ini terjaga sampai detik ini. Juga diharapakan kita bisa meniru berkarya para ulama salaf dahulu dan bisa mengikutinya dalam melaksanakan islam yang kaffah.

Muhammad Abdul Aziz, Alumni Islamic University of Madinah

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image