Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Abror

Dana Bansos yang Boncos

Lomba | Sunday, 19 Sep 2021, 01:11 WIB
Ilustrasi penangkapan tersangka korupsi bansos

Saya merasa lega begitu melihat perkembangan kasus positif Covid-19 akhir-akhir ini yang mulai melandai. Anda dan juga seluruh warga Indonesia pasti merasakan hal yang sama melihat penurunan kasus yang cukup signifikan ini: sama-sama merasakan kabahagiaan dan bertambah positf thinking menghadapi pandemi yang cukup melelahkan ini.

Namun, percayakah Anda jika penurunan kasus Covid justru menimbulkan kecemasan bagi sebagian kalangan?

Betul, tebakan Anda tepat. Saya sedang menyinggung oknum-oknum yang memanfaatkan pendemi Covid-19 sebagai ladang untuk memperkaya diri. Semakin lama kasus pendemi, semakin banyak dan luas peluang mereka. Sebaliknya, berakhirnya pademi adalah mimpi buruk bagi mereka. Kasus penyalahgunaan dana bansos adalah duka yang paling menyayat hati masyarakat terdampak Covid.

Menurut data yang diterima platform Jaringan Penjagaan Korupsi (JAGA) saja, satu minggu sejak aplikasi ini diluncurkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima pengaduan penyalahgunaan dana bansos sekurangnya 118 keluhan. Dilansir dari laman resmi KPK, laporan tersebut ditunjukkan untuk 78 pemda yang terdiri dari 7 pemerintah provinsi dan 71 kabupaten/ kota.

Pemprov Jawa Timur dan Pemkab Indramayu memiliki keluhan terbanyak dengan masing-masing sebanyak 5 laporan, Pemkab Tengerang dan Pemkab Bandung masing-masing sebanyak 4 laporan, Pemkab Aceh Utara dan Pemkab Subang masing-masing sebanyak 3 laporan, selebihnya menerima masing-masing sebanyak 1 laporan.

Sementara per tanggal 30 Juni 2021, KPK melalui aplikasi JAGA melaporkan sebanyak 348 keluhan berkaitan dengan penyalahgunaan penyaluran dana bansos dan Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM). Dengan rincian sebanyak 52 keluhan soal bantuan tidak dibagikan oleh aparat, 27 keluhan soal jumlah dana bantuan tidak diterima dengan jumlah seharusnya, 25 keluhan soal daftar nama penerima bentuan yang sebenarnya tidak ada orangnya (fiktif), dan 6 keluhan soal menerima lebih dari satu bantuan.

Selain KPK, Ombudsman RI, lembaga negara yang memlilki wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, juga menerima ratusan penyalahgunaan dana bansos. Menurutnya, ada lima klasifikasi penyalahgunaan tersebut, yaitu (1) penyaluran tidak merata, (2) masyarakat lebih darurat tidak terdaftar, (3) masyarakat terdaftar tapi tidak mendapat bantuan, (4) tidak mendapat bantuan karena status KTP pendatang, dan (5) penerima bantuan mendapat sosialisasi sarana pengaduan yang masih minim.

***

Tampaknya, penyalahgunaan dana bantuan bencana sudah menjadi penyakit kronis bangsa kita. Sebelum pendemi pun, kasus-kasus serupa juga banyak ditemukan. Seperti papatah mengatakan, di mana ada gula, di situ ada semut; di mana ada gelontoran dana, di situ para koruptor menjemput.

Pada tahun 2004 lalu, saat tsunami melanda rakyat Aceh, harta benda ludes, tampaknya masih ada saja oknum-oknum yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dengan jalan haram. Sebanyak Rp. 512,9 juta dana untuk jatah hidup (jadup) dikorup. Berdasarkan laporan Tim Monitoring Aceh Indonesian Corruption Watch (ICW), banyak pengungsi yang mengeluh soal keterlambatan dana bantuan dan adanya penyunatan dana sana-sini.

ICW melaporkan setidaknya terdapat pemotongan mencapai Rp. 419 juta, mark up jumlah pengungsi sebanyak Rp. 549,4 juta, dan munculnya dana jatah hidup fiktif sebanyak Rp. 44,5 juta. Sehingga total penyimpangan dana sebesar Rp. 512,9 juta. Kebanyakan pelakunya dari kades, Dinas Sosial kabupaten, bupati, dan camat.

Pada 5 Agustus 2018 lalu, saat warga Lombok Utara tengah diuji gempa bumi bermagnitundo 7,0 juga justru dimanfaatkan oleh Muhir, Anggota DPRD kota Mataram. Dana kemanusiaan yang semula akan digunakan untuk rehabilitasi bangunan sekolah rusak akibat gempa itu, ia korupsi. Aksinya berakhir nahas saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Kajaksaan Negeri Mataram menangkapnya.

Belum selesai Masyarakat Lombok menegakkan puing-puing bangunan akibat gempa, Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah menyususl pada 28 September 2018. Dan, lagi-lagi tangan kotor koruptor memperdalam luka bangsa yang sudah menganga. KPK menemukan adanya dugaan tindak korupsi dalam proyek pengandaan pipa HDPE (High density polyethylene). Lebih dari itu, dugaan korupsi juga terjadi di beberapa proyek Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Masih banyak kasus serupa yang tidak mungkin saya tuliskan semuanya di sini. Selain karena keterbatasan jumlah kata untuk sebuah artikel opini, juga hanya akan menambah daftar duka yang sudah nyata menjadi -sekali lagi- penyakit kronis bangsa ini.

***

Pandemi Covid-19 adalah satu dari rangkaian cobaan-cobaan yang bangsa yang rawan bencana ini. Tentu, tingkat kekalutannya lebih hebat dibanding bencana-bencana sebelumnya seperti banjir, gempa bumi, longsor, dan lain sebagainya. Tetapi, ada unsur kesamaan dalam setiap bencana di samping tuntutan siap siaga menghadapi setiap musibah yang ada, kita juga harus sadar bahwa selalu ada gelandangan-gelandangan elit yang menghalalkan segala cara untuk kepuasan diri.

Harus ada konsep yang tegas untuk memutus rantai hitam pendanaan bencana alam negeri ini. Salah satu konsep yang bisa kita tawarkan adalah dengan mengikutsertakan masyarakat dalam pengawalan dana publik. Masyarakat harus diedukasi tentang penganggaran publik (budget literacy), sehingga paham betul alur anggaran ini berlangsung.

Selain itu, adanya edukasi ini juga akan menumbuhkan sikap kritis masyarakat terhadap penyalahgunaan dana bantuan yang kadang digunakan untuk kepentingan elektoral. Studi Ward Berenschot, peneliti asal Belanda, mengatakan bahwa politik klientelisme di Indonesia kerap menggunakan dana bansos dan hibah sebagai alat mencari dukungan publik.

Pada akhirnya, PR besar bangsa ini tidak hanya bagaimana pandemi Covid-19 ini benar-benar selesai, tetapi juga bagaimana memutus tuntas penyalahgunaan dana bantuan bencana yang selalu menjadi musibah bangsa di dalam genangan linang air mata rakyat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image