3 Penyebab Kerugian pada Diri Manusia
Agama | 2022-05-14 07:42:26Dalam edisi sebelumnya, saya membagi tulisan tentang Spirit waktu dari ayat pertama surat Al-Ashr.
Dalam ayat kedua, Allah berfirman,
اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ
"Sungguh, manusia berada dalam kerugian"
Mengapa manusia dalam kerugian? Uraian di bawah ini terkait dengan ayat setelahnya di surat yang sama.
Ada tiga hal yang yang menjadi penyebab kerugian diri yaitu:
1) Abai dengan potensi diri
Tidak mungkin Allah membiarkan hamba-Nya tanpa bimbingan, tanpa instrumen pendukung. Kadang manusia sendiri yang tidak menyadari.
Potensi akal, rasa, jiwa adalah karunia luar biasa yang bisa mengantarkan seorang hamba menjadi pelaku di muka bumi. Ingat, identitas kita adalah Kholifah fil Ardhi.
Jangan merasa lemah, minder dan malu. Setiap diri menyimpan kekuatan, hanya saja belum tergali secara maksimal.
Kita sudah diingatkan keras oleh firman-Nya, artinya: "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai."
Anda, saya dan semua orang adalah hebat, di tempat dan momen yang berbeda. Tergantung, kita menyadari atau tidak?
2) Tidak peduli dengan orang lain
Bukti orang beriman terpancar dalam kehidupan. Memberi manfaat bagi yang lain. Bila hanya berpikir untuk diri sendiri, maka orang kafirpun bisa melakukan.
Ada dua kutub yang harus berimbang, Hablum Minallah dan Hablum minannas.
Rosulullah peduli dengan yatim piatu, Rosulullah mencintai fakir miskin. Kurang apa dekatnya Nabi Muhammad Saw dengan Allah SWT? Rosulullah tidak melupakan sisi sosial.
Peduli, berderma, empati, kasih sayang, ringan tangan, dan sebagainya adalah karakteristik mukmin.
3) Menganggap tugas orang lain
Ini urusan peran individu, bukan orang lain. Kalau kita mampu, mengapa diam? Orang lain memiliki maksud dan tujuan, yang kita tidak tahu.
Jangan berfikir, ketika orang lain sudah berbuat terus kita diam? Kita bisa mengisinya dibagian yang masih "kosong".
Justru orang lain menjadi Spirit bagi pribadi untuk berbuat. Bukan menunggu atau sekedar penonton.
Bukankah Nabi membolehkan iri 2 hal ini, sebagaimana Hadits berikut, "Dari Ibnu Umar r.huma, berkata bahwa Rasulullah SAW Bersabda: “Tidak diperbolehkan hasad (iri hati) kecuali terhadap dua orang: Orang yang dikaruniai Allah (kemampuan membaca/menghafal Alquran). Lalu ia membacanya malam dan siang hari, dan orang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia menginfakannya pada malam dan siang hari.” (Hr. Bukhari, Tarmidzi, dan Nasa’i)"
Setiap kita bertanggung jawab terhadap amal kebaikan yang kita lakukan.
Semoga kita termasuk orang-orang produktif dan bermanfaat.
InsaAllah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.