Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fildzah Karisma Paradasa

Melihat Riba dari Dua Sisi: Agama dan Keadilan

Eduaksi | Friday, 17 Sep 2021, 13:59 WIB
Melihat Riba dari Dua Sisi: Agama dan Keadilan

Oleh: Fildzah Karisma

Sebagian dari kita mungkin sudah mengetahui definisi riba. Secara singkat, riba dedifinisikan sebagai ‘tambahan’ atas sesuatu, yang dalam Bahasa Arab disebut Ziyadah. Praktik ini sudah ada sejak zaman Jahiliyah dan masih berlanjut sampai sekarang.

Dalam Islam, praktik riba dilarang keras oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya sebagaimana dalil yang telah disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Namun, pelarangan ini tidak hanya semata-mata karena ‘Islam’ dan ‘dalil’ saja, tetapi juga membawa kemudaratan dalam kehidupan kita, baik itu sebagai individu maupun makhluk sosial. Wahyu Jatmiko, Mantan Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah di UK, menyebutkan bahwa pelarangan riba dapat dipahami dari dua aspek; yaitu aspek agama dan keadilan.

Pertama, Aspek Agama

Pelarangan riba telah disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 265, sebagai berikut:

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya (Q.S. Al-Baqarah : 265).”

Selanjutnya, masih dalam surah yang sama, ayat 278-279:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (Q.S. Al-Baqarah : 278-279).”

Ayat di atas menegaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, dan ancaman keras diperuntukkan bagi para pelakunya. Allah dan Rasul-Nya akan memerangi mereka, dan pelakunya akan kekal di neraka. Naudzubillah.

Disebutkan juga di dalam Hadits Nabi Muhammad SAW:

“Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (sejenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan korma, dan garam dijual dengan garam, takarannya sama rata dan dibayar dengan kontan. Siapapun yang menambah atau meminta tambahan maka ia telah melakukan riba. (HR. Muslim)”.

Praktik di atas memiliki kesamaan dengan pertukaran uang dengan uang yang disertai tambahan, dimana hal ini pun menjadi tidak diperbolehkan karena termasuk riba. Inilah yang terjadi di praktik perbankan konvensional.

Pada aspek ini sudah sangat jelas bahwa Allah dan Rasul-Nya mengharamkan praktik riba, dan hal tersebut wajib kita tinggalkan.

Kedua, Aspek Keadilan

Keadilan atau justice sebenarnya sudah diatur dalam Islam. Allah Subhanahu wa ta’ala mengutus para Nabi untuk membawa keadilan, termasuk penegakan keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan.

Dalam kegiatan hutang pituang, secara sederhana, pihak pemberi hutang mensyaratkan adanya tambahan yang harus dikembalikan. Tambahan ini dinilai sebagai opportunity cost, yaitu kesempatan atau jumlah yang hilang atas pilihan lain sehingga mengakibatkan timbulnya biaya. Padahal, pihak yang menghutang sudah berada dalam situasi kesulitan karena harus meminjam dan mengembalikan hutangnya, kemudian dibebani tambahan yang menjadi persyaratan. Disnilah letak ketidakadilan dan kedzhalimannya. Pendapatan yang diperoleh secara tidak adil ini ini disebut riba. Seharusnya ini menjadi ajang saling tolong menolong dan ladang pahala.

Dalam Islam, dikenal istilah akad tabarru atau disebut juga akad sosial. Akad tersebut merupakan akad non profit yang bertujuan untuk saling membantu, meringakan beban saudara kita yang kesulitan tanpa mengharap imbalan. Akad ini juga diinterpretasikan dalam produk-produk perbankan syariah, beberapa di antaranya akad qardh, wadiah, waqf, hibah, dan shadaqah.

Dikutip dari AIMS Education, parktek riba dapat menciptakan sifat miserliness (kikir), selfishness (egois), callousness (tidak memiliki perasaan), indifference (mengabaikan), inhumanity (tidak berkemanusiaan), greed (serakah), dan worship of whealth (pemujaan terhadap kekayaan). Selain itu, riba juga dapat mengahancurkan spirit of emphaty, mutual help, dan cooperation yang mengakibatkan hilangnya unity among the community (persatuan) dan feelings of the brotherhood (persaudaraan).

Berbicara mengenai keadilan, Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sebagaimana hal tersebut menjadi pilar kehidupan baik dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, hingga hubungan sosial dengan masyarakat. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Surah Al-Hadid ayat 25:

“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil....” (QS. Al Hadid:25)

Islam dan keadilan merupakan hal yang tidak terpisahkan. Keadilan harus ditegakkan kepada siapa saja, dan wajib diimplementasikan ke dalam semua perkara. Dalam konsep keadilan dalam ekonomi, Islam menetapkan prinsip moral dan etika untuk dipraktikan oleh para pelakunya, sehingga terhindar dari timbulnya kesenjangan dan ketidakadilan bagi pihak yang terlibat.

Sumber:

Al-Qur’an dan Hadits.

AIMS EDUCATION. Understanding Riba. Diakses Pada 3 September 2021, dari https://aims.education/study-online/riba-in-islamic-banking-and-finance/.

Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Bengkulu, A., Kunci, K., Sosial, K., & Islam, E. (n.d.). Islamic Sosial Finance: Konsep Keadilan Sosial Dalam Perspektif Ekonomi Islam.

Syibly, M. R. (2015). Keadilan Sosial Dalam Keuangan Syariah. Millah, 15(1), 73–100. https://doi.org/10.20885/millah.vol15.iss1.art4

Qazwa ID. (2019, February 14). Riba Adalah?-Wahyu Jatmiko #SyariahOnTheGo. (Youtube Video). Diakses pada 1 September 2021, dari https://www.youtube.com/watch?v=2nCabqCO_GU&list=LL&index=30&t=184s

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image