Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Eno Fadli

Sama-Sama Naik, Kekayaan Pejabat Negara Dan Kemiskinan Rakyat Masa Pandemi

Info Terkini | Friday, 17 Sep 2021, 12:36 WIB

Sama-Sama Naik, Kekayaan Pejabat Negara Dan Kemiskinan Rakyat Masa Pandemi

Oleh: Eno Fadli

(Pemerhati Kebijakan Publik)

Pandemi yang berkepanjangan, sama-sama kita pahami telah menghantam segala sektor, terlebih lagi pada sektor perekonomian rakyat. Lonjakan kasus Covid-19 belakangan ini terjadi, menyebabkan pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.

PPKM darurat menutup sejumlah sektor ritel sehingga banyak tempat pembelanjaan dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah ikut tercekik karena berdampak pada penjualan dan keuntungan mereka, yang mengakibatkan banyak yang gulung tikar.

Diperparah lagi dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi sepanjang tahun ini. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengungkap bahwa tercatat per tanggal 7 Agustus 2021 yang lalu, pekerja yang mengalami PHK mencapai 583.305 orang, hal itu disampaikan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker, Indah Anggoro Putri. Indah menjelaskan bahwa jumlah tersebut telah melebihi 50 persen dari perkiraan Kemenaker untuk jumlah PHK tahun ini yang diperkirakan sekitar 895.000 orang (PikiranRakyat.com, 13/08/2021).

Kondisi ini menyebabkan 70 persen perekonomian rumah tangga memburuk selama pandemi, berdasarkan hasil survei yang diwakili oleh rumah tangga responden survei konsumen Bank Indonesia. Begitupun menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pandemi menyebabkan jumlah penduduk miskin meningkat pada periode September 2020.

Berbanding terbalik, masa pandemi justru dilaporkan harta kekayaan penyelanggara negara meningkat mencapai 70 persen, berdasarkan dari catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didapat setelah melakukan analisis terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) periode 2019-2020.

Tidak hanya pada lembaga legislatif tapi juga pejabat eksekutif dalam Kabinet Indonesia Maju, selama pandemi Covid -19 harta kekayaan para pejabat negara mengalami kenaikan, 58 persen dari katagori menteri, DPR/MPR 45 persen, Gubernur/wakil 30 persen, DPRD Provinsi 23 persen, Bupati/Walikota 18 dan DPRD Kota/Kabupaten sebesar 11 persen, harta kekayaan bertambah diatas Rp 1 miliar, entah dari mana kekayaan ini berasal.

Kesenjangan yang terjadi membuktikan hilangnya empati pejabat negara terhadap rakyat. Ironi memang, disaat pandemi menghantam sektor perekonomian begitu keras dan begitu menghimpit perekonomian masyarakat, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan tanpa dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyatnya.

Malah kebijakan yang ada semakin menyulitkan rakyat, seperti pemberlakuan PPKM tanpa menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat selama menjalankan kebijakan tersebut. Kebijakan tidak menurunkan SPP mahasiswa dan pemerintah juga malah berencana akan menaikan pajak pertambahan nilai atas jasa pendidikan. Kebijakan menaikan bahan-bahan pokok dan kebijakan lainnya yang dinilai menyulitkan rakyat.

Dilain pihak, pemerintah justru dengan mudahnya memberikan honor dan tunjangan kepada pejabat negara seperti adanya honor yang diterima sejumlah pejabat yang tergabung dalam tim pemakaman jenazah dari setiap kematian pasien Covid-19 dan bonus fantastis yang diterima wakil menteri (Wamen), belum lagi tunjangan-tunjangan lainnya yang diterima oleh para pejabat tersebut. Miris, rakyat yang seharusnya menjadi pihak yang diayomi dan pejabat negara sebagai pihak yang bertanggung jawab mengurusi rakyat, malah yang terjadi justru sebaliknya.

Hai ini menimbulkan lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, karena masyarakat merasakan pemerintah dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkannya, tidak benar-benar dapat menyelesaikan persoalan masyarakat dalam berbagai lapisan, terlebih lagi saat pandemi ini.

Dan tidak dapat dipungkiri justru kebijakan yang ada malah berpihak pada sekelompok rakyat pemegang kekuasaan (Oligarki), para oligarki inilah yang mengatur semua kebijakan yang akan dikeluarkan, negara hanya berperan sebagai pembuat regulasi demi kepentingan mereka. Sehingga menjadikan masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Fenomena ini hanya didapati pada sistem kapitalis, karena sistem kapitalis yang rusak tidak mampu mewujudkan rasa keadilan dan melahirkan pemimpin yang khianat yang tidak amanah dalam mengurusi urusan rakyat. Dalam sistem ini pula akan didapati para pejabat negara yang seharusnya mereka diangkat untuk bertanggung jawab terhadap rakyat, justru malah menumpuk pundi-pundi kekayaan.

Lain hal dengan sistem Islam, sistem ini kan melahirkan pemimpin yang amanah terhadap pengurusan urusan rakyat dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT. Karena menyadari bahwa jabatan yang mereka dapat bukan hanya mereka pertanggung jawabkan kepada rakyat yang mereka pimpin tapi juga kepada Sang Khaliq.

Oleh karena itu, seorang pejabat diharamkan memanfaatkan jabatannya apalagi sampai mengambil harta yang bukan haknya.

Firman Allah SWT dalam Surah Ali-Imran ayat 161:

Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.

(QS. Ali-Imran ; 161).

Nabi SAW juga bersabda :

Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian gaji untuknya maka apa yang dia ambil selain itu adalah harta ghulul (haram).

(HR. Abu Daud, Ibn Khuzaimah dan al-Hakim).

Dalam riwayat lain, Khalifah Umar bin Khatab juga mencontohkan, ketika beliau meragukan kekayaan seorang pejabat pemerintahan, ia menyita jumlah kelebihan harta dari yang telah ditentukan sebagai penghasilan yang sah. Dan beliau dimasa kepemimpinannya, dalam menghadapi wabah justru ikut merasakan apa yang rakyatnya hadapi, beliau tidak makan daging dan minyak samin sehingga kulit beliau menghitam.

Gambaran pemimpin yang konsisten dalam mewujudkan kesejahteraan yang diridhoi Allah SWT, hanya akan lahir pada sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Karena dalam sistem kepemimpinan Islam inilah, para pemimpin akan senantiasa menerapkan syariat secara total ditengah masyarakat yang dipimpinnya, yang dapat dilihat dari kebijakan publik yang dikeluarkan dalam seluruh aspek kehidupan.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image