Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Audry Pinkan

Unforgettable

Sastra | Thursday, 16 Sep 2021, 14:09 WIB

Dear Vino

Happy Birthday to you... Happy Birthday to you.... Happy Birthday to you my love... semoga kamu bahagia selalu, sehat selalu, panjang umur, semua yang kamu inginkan terkabul dan berkah selalu hidup mu sayang...

Bagaimana tahun ini untuk mu? Aku harap tahun ini lebih baik dari pada tahun lalu. Bagaimana dengan mama Rina, mama Sinta, papa Roy dan si kecil Sisca? Aku berharap kalian semua selalu sehat dan bahagia. Sudah tiga tahun berlalu, pasti sekarang kamu terlihat lebih matang kan? (Aku sengaja tidak menyebut mu tua, karena aku tahu kamu tidak menyukainya =) ).

Hari ini, saat aku menulis surat hujan sedang turun lumayan deras, aku dapat melihat butiran-butiran hujan yang bergulir di kaca. Kamu tahu aku paling tidak suka hujan kan? Tapi entah kenapa untuk hari ini aku sangat menyukainya. Aku menyukai rasa dingin yang diberikan oleh hujan, rasa hampa yang diberikan oleh hujan, rasa kelam yang diberikan oleh hujan dan rasa nyaman yang tak pernah ku rasakan dulu. Ternyata hujan tak seburuk yang ku bayangkan ya? Hehehehe.

Oh iya, bagaimana dengan pekerjaan mu? Sudah berapa cabang cafe yang kamu buka? Tahun lalu aku memperkirakan sampai empat, karena ini satu tahun kemudian aku perkirakan menjadi enam sekarang. Apa aku benar? Kalau aku benar kirim bunga matahari untuk ku ya lima belas batang hihihihi.

Sekarang apa yang sedang kamu lakukan? Kalau aku sedang menulis surat untuk mu sambil meminum cokelat panas, tadi mama datang membawakannya untuk ku. Cokelat hangat bikinan mama memang tiada duanya. Kamu harus sering-sering meminta mama membuatkannya untuk mu ya atau bisa kamu jadikan menu baru di cafe mu hihihihi.

Hei, karena di luar hujan aku kembali mengingat pertemuan pertama kita dulu. Apakah kamu masih ingat?

Tentu saja aku ingat,ujar ku dalam hati

Sepuluh tahun yang lalu.

Hari itu tiba-tiba hujan turun dengan deras. Kami yang sedang melakukan ospek di lapangan basket segera mengatur semua maba untuk pindah ke teras yang ada di gedung B. Ada dua ratus maba yang harus kami atur. Aku, Rio, Jimmy dan Sian mendapat jatah dua puluh maba. Sebenarnya aku tidak ingin ikut menjadi pantia penerimaan mahasiswa baru, tapi karena sahabat-sahabat ku semua menjadi panitia mau tidak mau akupun dipaksa ikut.

“Semua maba berdiri dua baris, karena hujan jangan saling dorong-dorong ya.” Teriak Sian dengan megaphone.

“Hei, jangan dorong-dorong.” Ujar Jimmy mengingatkan. “Tempat ini cukup untuk kalian semua.” Serunya.

“Hujan gini, kenapa kita gak dipulangin aja.” Lirih salah satu maba, karena aku berdiri di dekatnya aku dapat mendengar ucapannya. Ini nih yang tidak aku sukai, maba-maba yang manja, Aku menoleh ke arahnya, untuk menegurnya. Namun sebelum aku membuka mulut ku, gadis itu sudah berjalan menjauh dari ku, dia menghampiri salah satu maba lain yang berdiri tidak jauh dari situ. Aku memperhatikan gadis itu, tingginya sekitar pundak ku, dia berisi tapi tidak gendut, rambutnya yang panjang diikat asal-asalan dan ada tiga tindikan di setiap kupingnya. Gadis-gadis yang tidak bisa susah batin ku dalam hati.

Setelah menunggu sekitar setengah jam lebih hujan mulai reda. Kami semua kembali menuju lapangan untuk meneruskan ospek yang tadi tertunda.

“Ok, kita gak bakal ribet ospeknya, kalian ingat kan apa yang disuruh kami bawa kemarin?” tanya Jimmy.

“Inget kak.” Jawab maba-maba serempak.

“Bagus, kalian keluarkan biar kami dapat mengeceknya.”

Aku, Rio dan Sian jalan berkeliling untuk mengecek bawaan maba-maba. Kami menugaskan mereka untuk membawa nangka karena nangka susah di cari di daerah sini. Ada beberapa maba yang berdiri di luar barisan karena tidak membawa nangka. Aku melanjutkan pengecekkan ku kepada maba yang lain. Tiba-tiba ada suara tawa yang terdengar dari tempat Rio memeriksa.

“Ini nangka yang kamu bawa?” aku dengar Rio bertanya pada seorang maba perempuan. Bukannya itu gadis yang tadi? pikir ku dalam hati.

Sebelum gadis itu sempat menjawab pertanyaan Rio aku sudah berdiri di belakang gadis itu dan berucap. “Ini bukan nangka.”

Gadis itu menengok ke arah ku, “Itu memang bukan nangka kak itu sayur lodeh.” Jawabnya. Lalu dia menyendok ke sayur lodeh itu dan mengeluarkan nangka. “Nah ini nangka yang kakak-kakak minta.” Ujarnya sambil tersenyum memperlihatkan nangka pada ku dan Rio bergantian.

Sontak aku terdiam melihat senyumnya, saat dia tersenyum ada lesung pipi yang muncul dan itu membuatnya terlihat sangat manis, tanpa sadar aku melihat name tag yang tergantung di lehernya. ZAHRA WIKA.

“Jadi dia lolos dong Vin?” tanya Rio sambil menyenggol ku.

Lamunan ku terpotong karena senggolan Rio, aku bergantian melihat ke arah Rio dan gadis bernama Wika ini.”Iya kamu lolos, kita gak bilang nangkanya harus berbentuk apa.” ujar ku akhirnya.

“Wohoo terima kasih kakak- kakak.” Seru Wika. “Kalau begitu saya kembali ke barisan saya ya kak.” Ujarnya.

“Tunggu.” Ujar ku tanpa sadar. Aku melihatnya berhenti dan berbalik ke arah ku dan Rio lagi, mukanya menunjukkan kebingungan.

“Ada apa lagi Vin? Dia kan lolos.” Ujar Rio.

“Mmm..” apa yang harus aku ucapkan, saat melihat dia akan pergi tanpa sadar aku memberhentikannya. Aku masih ingin melihatnya lagi, salahkan pada lesung pipi yang muncul tiba-tiba itu.

“Vin?”

“Oh tidak ada apa-apa. kamu boleh pergi.” Ujar ku akhirnya.

Dia tersenyum lagi lalu kembali meneruskan berjalan ke barisannya.

“Ooh, aku rasa ada yang terpesona.” Ujar Rio sambil tertawa lebar.

Aku tidak mengubrisnya dan melanjutkan pemeriksaan ku. Tapi pikiran dan pandangan ku tidak dapat lepas dari gadis tadi, Zahra Wika. Nama yang bagus.

End of flash back

Kamu ingat kan Vin? Sebenarnya aku punya rahasia saat itu, selama sepuluh tahun ini aku tidak pernah memberitahukannya pada mu. That day I had a crush on you hahahhaha. Biasa kan maba yang melihat seniornya, senior kan selalu keren di mata maba-maba. Makanya pas kamu PDKT sama aku, aku senang-senang aja cuma kan aku harus jual mahal dikit ya hahahaha. Hebat kan aku selama ini berhasil menyimpannya. Kamu mau tahu kenapa aku memberitahukan mu sekarang? Karena ini surat terakhir ku untuk mu dan ini rahasia yang belum pernah aku beritahukan pada mu.

Vin, selama sepuluh tahun ini terima kasih. Terima kasih kamu menerima aku apa adanya, terima kasih kamu selalu ada di samping ku, terima kasih kamu selalu memikirkan ku, terima kasih atas kasih sayang mu pada ku, terima kasih atas kasih sayang mu pada keluarga ku, terima kasih atas semua kenangan yang kamu berikan pada ku dan yang paling penting terima kasih kamu sangat mencintai ku.

Ini memang surat terakhir ku untuk mu, maaf aku membuat mu terkekang selama tiga tahun ini, maaf aku membuat mu menderita selama tiga tahun ini, maaf aku membuat mu sengsara selama tiga tahun ini, maaf aku membuat mu menangis selama tiga tahun ini, dan maaf aku meninggalkan kamu duluan.

Kamu sekarang sudah tiga puluh tahun, kamu ingat kamu dulu pernah bilang pada ku kalau kamu ingin menikah saat berumu tiga puluh tahun. Untuk itu ini akhir surat ku.

Aku harap saat kamu membaca surat ku ini kamu sudah memiliki alasan untuk tersenyum, kamu sudah move on dari kesedihan ini, kamu sudah menikmati hidup mu dan kamu sudah menemukan seseorang yang penting dalam hidup mu. please.....

Jangan pernah berpikir dengan bersama orang lain kamu sudah melupakan ku, jangan pernah berpikir dengan bersama orang lain kamu mengkhianati ku, jangan pernah berpikir dengan bersama orang lain kamu tidak mencintai ku lagi, jangan pernah berpikir dengan bersama orang lain membuat ku sakit, jangan Vino.

Kita adalah masa lalu, kamu dan aku akan menjadi cerita dan kenangan yang sangat indah. Tapi kamu harus melanjutkan hidup mu. Demi aku, kamu dan keluarga kita sayang....

Until we meet again

Love

yours Zahra Wika forever

Aku menggenggam erat surat terkahir dari Wika. Aku tidak percaya ini akan menjadi surat terakhir dari Wika. Air mata sudah mengalir deras di pipi ku, aku bisa bertahan selama tiga tahun ini karena surat yang selalu ditulis oleh Wika. Setiap tahun aku mendapat kado dari Wika, sebuah surat dan aku selau menantikannya. Tapi sekarang tidak akan ada lagi surat dari Wika.

“Vino,” panggil Rina. Rina adalah mama dari almarhum Wika.

“Ma, bagaimana mungkin aku dapat bertahan? Bagaimana mungkin aku akan mencari yang lain? Aku tidak bisa ma, Aku tidak akan melupakan Wika ma.” Seru ku sambil menangis.

“Mama tahu sayang, tapi ini sudah tiga tahun. Kamu harus melanjutkan hidup mu. Demi Wika juga, mama yakin dia juga ingin melihat kamu bahagia.” ujar Rina.

“Aku bahagia ma. Aku bahagia dengan selalu menerima surat dari Wika setiap tahun ma, aku cukup dengan itu ma. Aku puas dengan itu semua ma.”

“Dengar, saat Wika memberikan keempat surat itu pada mama, dia bilang pada mama kalau kamu akan menjadi seperti ini, Wika sudah memperkirakannya. Dia bilang ini berat, benar, kamu akan cukup dengan surat darinya, benar. Tapi apakah itu hidup Vino? Bukan sayang. Hidup itu maju, bukan berhenti karena masa lalu. Masa depan kamu masih cerah sayang, dengan kamu membuka diri kamu bukan berarti kamu mengkhianati Wika. Kalau kamu terpuruk seperti ini terus baru benar kamu mengkhianati Wika.”

Aku menundukkan kepala sambil terisak. Memikirkan kenangan ku dan Wika, betapa bahagianya kami sebelum kanker itu merebut Wika dari sisi ku. Tiga tahun Wika bertarung dengan penyakitnya, dia selalu berjuang tanpa menyerah, tidak pernah mengeluh dan selalu menikmati hidupnya. Dia gadis yang sangat kuat dan pemberani. Sampai akhirnya tiga tahun yang lalu perjuangannya terhenti, Wika meninggal.

“Vin,” panggil Rina lagi. “Kamu harus hidup demi Wika juga, nikmati hidup mu dan ceritakan pada Wika.”

Aku mengangkat kepala ku dan memandang mama Rina. Aku melihat beliau juga sudah berlinang air mata tapi aku tahu senyumannya, senyuman melepas, beliau ikhlas.

Tiga tahun kemudian..

Aku berjalan bolak-balik sambil mengusap tangan ku yang berkeringat. Ini hari yang besar untuk ku, lembaran baru yang akan aku buka. Aku menarik nafas dalam dan menghembuskan pelan-pelan. Tidak masalah, kamu dapat melewatinya, kamu sudah berlatih berkali-kali, tenang tenang, batin ku.

Tok.. tok...

“Masuk..” ujar ku dari dalam kamar. Aku tersenyum lebar saat melihat siapa yang datang, mama Rina. Selama tiga belas tahun ini selain keluarga ku, beliaulah yang selalu menyemangati ku, memberi amanah, memberi arahan dan menghibur ku.

“Vino sayang.” Ujarnya sambil berjalan masuk untuk memelukku. “Mama berbahagia untuk mu.” tambahnya sambil mengelus punggung ku.

“Terima kasih ma, selama tiga belas tahun ini mama selalu tetap di sisiku dan membimbing ku.” ujar ku, mata ku berkaca-kaca mengingat tiga belas tahun ini.

“Kamu sudah menjadi anak mama juga, mama bahagia dan bangga sekali pada mu. Kamu sudah berhasil tiga tahun ini.”

“Semua berkat dukungan mama.”

“Bukan sayang, semua karena diri kamu sendiri dan kamu telihat sangat gagah.” Ujarnya.

“Terima kasih ma, tapi kok mama ada di sini? Ada masalah ma?” tanya ku sambil menatap beliau.

“Tidak, tidak ada masalah. Mama hanya ingin memberikan sesuatu pada mu.” ujar Rina sambil memberikan sebuah amplop kuning bergambar bunga matahari.

Aku terhenyak, sudah lama aku tidak melihat amplop itu, lebih tepatnya sudah tiga tahun aku tidak melihatnya.

“Ma ini....” aku tidak dapat melanjutkan perkataaan ku.

“Iya sayang, ini surat keempat, surat terakhir dari Wika. Dia minta mama memberikannya pada mu saat kamu akan menikah.” Ujar Rina, suaranya bergetar. Beliau menahan tangisnya. “Mama akan meninggalkan kamu untuk membacanya, mama keluar ya..” ujarnya tersenyum lalu beliau berjalan keluar kamar.

Aku masih berdiri sambil memandangi amplop itu, mata ku berair, begitu rindunya aku melihat amplop ini. Aku berjalan ke arah kursi yang ada di dekat jendela dan duduk di situ. Aku mengusap amplop kuning itu dan membukanya pelan-pelan.

Dear Vino,

Hari ini adalah hari besar mu... aku yakin kamu pasti gugup, jangan gugup ya sayang. Aku tahu kamu pasti bisa. Aku selalu berdoa untuk kebahagiaan mu, kamu bahagia kan? Kamu sedang tersenyum kan?

Aku tidak tahu tahun berapa kamu akan menerima surat ini, tapi aku berharap tidak terlalu lama. Bagimana kabar semuanya? Pasti semua sibuk ya mempersiapkan acara hari ini. Wanita yang mendapatkan mu sangat beruntung, tapi kamu juga beruntung mendapatkannya, berbahagialah.

Kamu tahu? Membayangkan hari ini tiba, hati ku berdebar karena merasa sangat bahagia dan bersemangat untuk mu dan pasangan mu nanti. Aku berdoa pernikahan kalian berkah, kalian bahagia selalu, kalian sehat selalu dan kalian cepat diberikan Vino kecil dan (nama calon istri Vino) kecil.

Selamat sekali lagi sayang, I am so proud and happy for U

Kebahagiaan mu adalah kebahagaiaan ku....

Love,

Yours Zahra Wika forever

Aku tersenyum dan menangis bersamaan setelah selesai membaca surat terakhir dari Wika. Wanita itu memang selalu penuh kejutan.

Aku memandang langit yang cerah dari jendela.

“Kamu memang tergantikan tapi kamu tidak akan terlupakan Zahra Wika....” lirih ku sambil tersenyum.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image