Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image anita arwanda

ANDAI PADEMI PERGI

Lomba | Wednesday, 15 Sep 2021, 23:44 WIB


Hari-hari berganti minggu, kemudian bulan, lalu tahun. Tak terasa sudah dua tahun lamanya menjalani kehidupan masa pandemi. Rasanya baru kemarin terkaget tiba-tiba ada berita virus yang membahayakan suatu negeri bahkan sampai menelan korban. Dan mengheningkan seluruh penjuru negeri, menghentikan seluruh aktivitas sehari-hari, tepatnya kurang lebih bulan Maret 2020. Masa itu saya seperti biasa menjalani aktivitas sebagai mahasiswa semester 6, wara-wiri pulang pergi dari kegiatan kampus, mengerjakan tugas penelitian dari dosen. Sempat beberapa waktu ketika bertemu teman mendiskusikan tentang virus tersebut, namun hanya sebatas obrolan teman minum kopi. Yang pada akhirnya virus tersebut bertamu di Indonesia dan memaksa menghentikan rutinitas saya. Terasa sangat berbeda pasti, sebab semuanya seperti benar-benar terhenti, seakan alam ini mengatakan hentikan dulu aktivitasmu dan koreksi apa ada yang salah pada dirimu. Oke, saya terdiam sesaat, mencoba mengupdate kembali rutinitas saya dan menganggapnya hanya alarm untuk beristirahat sementara. Mencari aktivitas yang bisa mengumpulkan semangat dalam berproduksi. Namun melihat lingkungan sekitar menyuguhkan saya akan rasa syukur, banyak anak-anak sekolah yang berterimakasih dan bersyukur atas pandemi karena kegiatan sekolah yang dirumahkan. Menghanyutkan saya dalam rasa itu, apalagi sebagai seorang mahasiswa, jika aktif maka cepat selesai jika terhanyut dalam kenyamanan maka akan semakin lama tertunda. Padahal semester ini, adalah masa dimana yang ditunggu-tunggu mahasiswa seperti kegiatan Kuliah Kerja Nyata yang terlibat dalam masyarakat, sungguh hal yang sangat menyenangkan berbakti dan bergaul dengan masyarakat. Namun bagaimana lagi, KKN kali ini yang pertama kali berbeda dari semester-semester sebelumnya. Andai pandemi pergi mungkin KKN saya di desa yang tak pernah saya jangkau atau lingkungan yang baru saya datangi. Karena pandemi mengharuskan saya KKN dari rumah, tak menjadi masalah memang. Tetapi kekuatan selebihnya datang dari diri sendiri. Lagi dan lagi saya berfikir, mungkin harus berbakti dari lingkungan sendiri dulu. Saya mulai kegiatan KKN dengan berbagai program kerja melibatkan masyarakat sekitar, terutama mengedukasi masyarakat untuk mengenal pandemi dan cara mengatisipasinya, kurang lebih 45 hari. Program pertama saya tentang sosialisasi masa pandemi dan pembuatan cairan disinfektan disertai pembagian masker gratis, sosialiasi diikuti oleh beberapa tetangga saya, dalam sosialisasi membahas dan memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana beradaptasi dengan pandemi, menjaga kebersihan dengan mencuci tangan setiap saat, memakai masker ketika keluar rumah, menyemprotkan cairan disinfektan kebenda-benda yang sering dijangkau, serta menyadarkan masyarakat agar tidak takut pada seorang yang terkena virus dan memahami bagaimana cara mengatasinya. Secara sangat kebetulan, setelah beberapa hari dari acara sosialisasi berlangsung, ayah saya sakit lumayan lama awalnya divonis tipes namun disertai batuk dan sesak nafas secara terus menerus. Padahal dirumah, saya dan adik saya termasuk orang yang sangat bawel, terus menjadi alarm untuk orang rumah agar membiasakan diri saat pandemi. Namun ayah saya ternyata diluar dugaan saya, karena beliau paling tua dirumah maka saya dan adik saya hanya berani mengatakan sekali dua kali, dan beliau juga tidak terlalu peduli karena beliau juga setiap hari berangkat kerja bertemu dengan banyak orang, namun sering lupa bawa masker, lupa cuci tangan dengan fasilitas dirumah yang mudah membuat beliau terkena virus tersebut. Saat sakit ayah saya masih dirumah, beberapa kali berobat kedokter namun belum ada kemajuan, dan mengatakan ingin kerumah sakit, dan untuk kesekian kalinya berobat kembali kedokter dan langsung diajukan kerumah sakit karena badannya sudah sangat lemah. Saya dan adik saya sebenarnya sudah tidak heran, sebab gejalanya sudah sangat menyakinkan, dan itu membuat saya sangat kaget sekaligus takut, karena dirumah setiap pagi ada kegiatan les untuk anak-anak SD, dan itu terhentikan untuk sementara, sebelum saya mengetahui ternyata ayah saya positif virus covid-19 dirawat dirumah sakit ditemani ibu saya. Saya merasa Allah sangat menyayangi keluarga saya, karena sebelumnya di lingkungan saya hal itu sangat begitu asing. Adik saya sempat menangis, karena semenjak hari ayah saya dilarikan kerumah sakit, sudah hamper 3 hari saya dan adik saya tidak bertemu dengan ayah dan ibu saya meski dalam menengok diruangan rumah sakit atau candela, sama sekali tidak pernah. Bahkan beberapa kali saya dan adik saya menjenguk kedua orangtua, hanya boleh menitipkan barang ke pihak suster saja selebihnya saya tidak diperbolehkan. Lagi-lagi kekuatan sangat dibutuhkan untuk masing-masing individu.

Divonisnya ayah saya atas virus tersebut, mengharuskan orangtua saya dikarantina selama 14 hari dirumah. Maka seluruh penghuni rumah, saya dan adik saya diungsikan ke rumah nenek saya yang tak jauh dari sana dan kegiatan KKN saya sementara dihentikan. Lebih dramatis lagi ayah saya diantar kerumah menggunakan ambulance, padahal beliau masih bisa berjalan. Itu membuat suasana semakin memuncak.

Banyak hal yang kami alami saat itu. Orangtua saya dikarantina dirumah menjadi buah bibir tetangga. Meskipun ada pula tetangga yang kemarin sempat ikut sosialisasi saya mengerti dan memahami cara mengatasinya. Namun yang membuat hati kedua orangtua saya teriris bagaimana sikap mereka saat sekedar lewat didepan rumah karantina orangtua saya. Hal itu sebenarnya yang sangat membekas dihati orangtua saya. Meski begitu saya dan adik saya yang tinggal dirumah nenek merasa sangat luar biasa nikmat. Bisa menyadarkan tetangga sekitar sedikit demi sedikit dengan kegiatan saya menyarankan untuk mengikuti protokol kesehatan, membuat disinfektan, menyemprot lingkungan sekitar dan lain-lain. Hal itu membuat masyarakat tidak takut akan pandemi. Saya juga sering mengunjungi rumah karantina orangtua saya, meski hanya sekedar menitipkan barang didepan rumah kemudian teriak dan berlari menjauh, itu sungguh hal yang sangat dramatis meskipun sesungguhnya sangat menyedihkan tidak bisa bersalaman, berpelukan dengan kedua orangtua saya. Dan hal itu sering dilihat oleh tetangga sekitar dan membuat mereka memahami bagaimana batasannya. Karena bisa melihat orangtua saya saja itu sungguh sudah sangat cukup dibandingkan dengan keadaan saat orangtua saya dirumah sakit.

Lalu bagaimana kegiatan KKN saya, andai pademi pergi tak ada saya pusing-pusing memikirkan kembali bagaimana proker KKN saya agar berjalan kembali, kegiatan les yang menjadi kegiatan rutinitas harian terhentikan, dengan lingkungan yang baru lagi saya sekedar membantu masyarakat seperti membuat pencuci tangan didepan rumah, membagi brosur cara membuat cairan disinfektan dan mengedukasi pentingnya melakukan protokol kegiatan. Dengan fasilitas seadanya tidak selengkap dirumah saya mengusahakan proker saya berjalan dengan lancer, minimal setiap hari ada satu kegiatan untuk laporan KKN saya. Tak terasa 14 hari berlalu, kedua orangtua saya dinyatakan sembuh setelah perjuangan melawan virus tersebut dengan melaksanakan kegiatan positif dan mengikuti protokol kesehatan, saya dan adik saya kembali kerumah. Pada saat itu pula kegiatan KKN saya telah selesai, diakhiri dengan kegiatan lomba sederhana yang saya adakan disalah satu lembaga nonformal TPQ di lingkungan saya. Andai pandemi pergi mungkin kegiatan KKN saya akan meriah bersama-sama teman-teman mahasiswa yang lain, menambah keakraban dan kekariban bersama. Meski prokernya diadakan individu namun saya memiliki 9 anggota kelompok yang sebenarnya sangat asik jika berkumpul melaksanakan kegiatan KKN. Dan salah satu anggota kelompok saya ada yang sudah menikah bahkan sedang hamil, itu membuat saya dan anggota lain sangat antusias mengobrol dalam chat grup, mungkin akan sangat asik jika bertemu langsung. Dalam ujian laporan hasil kegiatan KKN pun berlangsung secara online, tidak berlangsung lama hanya menceritakan bagaimana kegiatan KKN berlangsung, mungkin jika offline akan sangat lama pembahasannya mengenal jika mahasiswa sudah berkumpul dengan dosen pasti menceritakan apa saja yang dialaminya. Kira-kira seperti itu kegiatan KKN saya dimasa pandemi, dan dilanjutkan kegiatan Praktek Pembelajaran Lapangan atau PPL disekolah, hal itu pun sama. Masa dimana menantikan bertemu dengan siswa-siswa pasti sangat menyenangkan, namun saya tidak bertemu sama sekali dengan mereka. Hanya melihat secara online melalui aplikasi zoom atau google meet. Saya sebenarnya merasa tidak nyaman, karena terbiasa dengan berbicara, mengajar secara offline yang mana seluruh peserta didik memperhatikan dan saya perhatikan, namun untuk saat ini itu tidak terjadi, kegiatan PPL kali ini berjalan membosankan rutinitasnya, bahkan saya bingung harus melaksanakan kegiatan apa untuk para siswa agar membangkitkan semangat belajar yang hanya memanfaatkan dunia digital. Andai pandemi pergi dua kegiatan itu mungkin takkan seperti itu, namun pasti ada hikmah dibalik itu semua.

Dua tahun berlalu, dilalui semua orang, diusahakan semua orang bagaimana agar mereka tetap menjalankan aktivitas tanpa terkena virus, ini membuat masyarakat terbiasa, namun hal yang awalnya menyenangkan seperti perasaan senang anak sekolah yang diliburkan, sekarang menjadi sangat membosankan. Andai pandemi pergi, sudahlah jangan berandai andai, tidak ada salahnya bersyukur akan keadaan, berusaha sebisanya dan menikmatinya.
Tetap ikuti protokol kesehatan, saling membantu sesama, saling peduli dan saling mengedukasi. Semoga pandemi segera berakhir. Aamiin.


#Lomba Menulis Opini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image