Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fokker

Andai Pandemi Pergi, Aku Ingin Menari Kembali

Lomba | Wednesday, 15 Sep 2021, 22:36 WIB
Dokpri. Sanggar Puspa Serumpun sebelum masa pandemi

Oleh: Hendra Foker Prasetyo, Guru SMA Malahayati, pegiat sanggar tari Puspa Serumpun

Mahakarya terindah dari sebuah bangsa tentu adalah budayanya. Tidak lain karena hasil cipta, rasa, dan karsa luhur yang tidak dapat diduplikasi oleh bangsa lainnya. Begitu pula dengan Indonesia, dengan ribuan warisan budaya yang unik dan eksotik.

Tersebar di ribuan pulau yang membentang, dari Sabang hingga Merauke. Terdata lebih dari 1.340 suku bangsa yang memiliki ciri khas budayanya masing-masing. Indonesia layaknya sebuah taman bunga yang menarik untuk dapat selalu dijelajahi dan terus berkembang.

Perkembangan itu beberapa waktu lalu mengalami guncangan akibat mewabahnya virus Covid-19 di dunia. Seolah terhempas tak berdaya, walau semangat menjaga budaya bangsa terus diupayakan dan diperjuangkan oleh seluruh pelaku budaya.

Kampanye budaya berbasis virtual telah digerakkan dari awal pandemi hingga saat ini. Tetapi lain hal dengan generasi muda yang terkendala dalam akses mempelajari budaya. Ya, ragam kegiatan bertema budaya tentu sudah digiatkan disetiap sekolah. Tetapi terhambat oleh akses pendidikan dimasa pandemi.

Semua diupayakan guna membangkitkan semangat mempelajari budaya bangsa, yang tidak boleh kalah selama pandemi mewabah. Dikalangan pelajar, biasanya ada kegiatan ekstrakulikuler yang menaungi aktivitas ini, seperti dalam sanggar tari tingkat sekolah. Baik pendidikan tingkat atas atau dasar.

Suatu kegiatan yang selama pandemi tentu berhenti dalam aktivitasnya. Tidak lain karena adanya aturan yang tidak memperkenankan berkegiatan secara berkerumun atau berkelompok. Tentu menjadi kendala utama bagi para pelajar untuk berlatih dan memahami budaya tradisional negeri.

Dokpri. Tari Virtual Sanggar Puspa Serumpun

Tantangan Pandemi

Mengurai persoalan degradasi budaya selama pandemi, tentu telah diupayakan oleh banyak pihak. Para seniman nasional juga rutin mengadakan pementasan karya virtual dimana-mana. Tetapi belum semua aspek dapat disentuhnya. Yakni kalangan pelajar.

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang gencar dilaksanakan selama pandemi tentu telah membuat berbagai persoalan baru dalam realitasnya. Baik dalam hal fasilitas hingga persoalan aksesibilitas yang belum dapat dikatakan baik dan merata. Tentu semua mafhum mengenai persoalan ini.

Begitu pula dengan upaya menjaga budaya pada lingkungan generasi muda. Pada pendidik dihadapkan dengan realita kegiatan belajar yang terfokus pada konteks pengetahuan saja. Semua demi mengejar ketertinggalan tentunya. Tatapi nyaris melupakan konsep menjaga budaya bagi generasi muda sedari dini.

Kita tidak bisa terus kalah dengan keadaan. Mengkolaborasikan kegiatan seni tari misalnya, dengan sanggar-sanggar lokal tentu terkendala dalam aturan masa pandemi. Semua harus mandiri, dan tidak boleh melanggar aturan yang ada, demi keselamatan bersama.

Beberapa konsep mengupayakan kegiatan seni tari tradisional dikalangan pelajar sudah pasti merupakan tantangan tersendiri. Berlatih tari tidak lagi dapat dilakukan secara langsung, tetapi harus dilakukan secara virtual.

Sebuah realitas yang sangat membahayakan apabila ditinjau dari betapa bebasanya budaya asing masuk di era digital saat ini. Dimana generasi muda tidak bisa hanya dijejali dengan pengertian dan penjelasan mengenai budaya bangsa melalui pelajaran semata.

Dokpri. Sanggar Puspa Serumpun sebelum masa pandemi

Melalui Seni Tari Kita Mengabdi

Banyak konten kreator yang berupaya menghadirkan budaya bangsa melalui seni tari. Baik media online atau melalui aplikasi sosial media lainnya. Semua tidaklah lepas dari peran para seniman-seniman Indonesia. Mereka berjuang melalui jalannya masing-masing, demi melestarikan budaya bangsa ini.

Khususnya dalam satuan pendidikan yang didominasi oleh semangat generasi muda untuk masa depannya. Berbekal ilmu pengetahuan tentu tidak saja cukup, apabila generasi muda melupakan budaya bangsanya. Ingat, identitas sebuah bangsa tetap berada pada budaya bangsa itu sendiri.

Sedangkan seni tari merupakan sebuah kreasi yang dapat memadukan pemahaman para pelajar terhadap sejarah hingga artikulasi gerak tariannya. Kombinasi pengetahuan dan keterampilan menjadi modal utama seorang pelajar menghayati suatu budaya yang dipelajarinya.

Bagi para pendidik tentu hal ini menjadi sebuah kekhawatiran yang umum terjadi. Sebuah bangsa yang kehilangan budaya pada generasi mudanya adalah mimpi buruk yang harus sama-sama diurai untuk diselesaikan bersama. Minimal ada upaya untuk dapat terus menjaga eksistensinya.

Seni tari di kalangan pelajar adalah suatu hal yang mungkin saja kurang diminati. Mereka biasanya lebih suka dan adaptif dengan budaya asing yang hadir selama masa pandemi. Maka wajar, apabila generasi muda saat ini lebih fasih dalam menjelaskan budaya asing daripada budaya bangsanya sendiri.

Dokpri. Sanggar Puspa Serumpun sebelum masa pandemi

Menyemai Solusi Melalui Aksi

Ada satu aspek yang mungkin luput dari perhatian kita semua saat ini. Yakni event dan apresiasi seni berbasis virtual yang melibatkan para pelajar secara menyeluruh. Dalam arti kata terorganisir dengan baik, dengan tujuan mengangkat budaya bangsa ditengah pandemi.

Semua pihak yang berkaitan dengan pengembangan budaya bagi para generasi muda dapatlah saling berkontribusi dan bekerjasama. Baik pada level pemangku kebijakan hingga pegiat seni nasional ataupun lokal. Semua saling merumuskan kegiatan bersama-sama.

Negeri ini dihadapkan dengan hilangnya identitas bangsa. Generasi muda, khususnya kalangan pelajar tentu akan menjadi ujung tombaknya kelak. Mereka inilah yang akan menjaga budaya bangsa dikemudian hari.

Sedangkan tugas kita saat ini, adalah mewujudkan dalam ragam aksi nyata yang berkaitan dengan pengembangan seni budaya. Misalnya melalui lomba-lomba tari secara virtual. Tidak sekedar bertujuan untuk reward semata. Melainkan demi terjaganya eksistensi budaya bangsa di masa kini dan yang akan datang.

Semoga dapat dijadikan pemahaman bagi kita semua. Tidak lain dan bukan adalah demi menjaga budaya bangsa Indonesia agar dapat tetap berdiri kokoh ditengah terpaan modernisasi dan globalisasi budaya luar saat ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image