Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hafidz Fuad Halimi

Kerinduan Pasca Pandemi

Lomba | Saturday, 11 Sep 2021, 10:55 WIB
Ada banyak harapan yang terseurat maupun tersirat di situasi ini.

Pandemi mengukir berjuta carita dari banyak manusia. Berjuta cerita dengan berjuta rasa pula, baik duka –sebagaimana cerita pada umumnya-, cerita suka –tak sedikit dan cukup memberi keseimbangan-, serta cerita jenaka di tengah panjangnya masa pandemi. Semua itu tentu memberi makna tersendiri bagi setiap manusia yang mengalami.

Panjangnya masa pandemi dan benyaknya cerita yang terkesan membuat banyak orang membangun harapan andai pandemi berakhir. Secara garis besar, tentu hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas sebelum pandemi akan menjadi pengandaian yang ideal. Ingin menikmati sekolah sebagaimana dahulu, ingin bekerja sebagaimana mestinya, ingin berbisnis tanpa pembatasan yang tidak perlu, ingin berwisata dengan riangnya, ingin kumpul dan bercengkerama sebagai ekspresi merdeka, dan banyak lagi keandaian yang tersirat dalam pribadi masing-masing sebagai bentuk harapan andai pandemi berakhir.

Namun, jangan pula kita lupa dengan peribahasa, “Kesulitan hari ini, adalah lelucon di hari kemudian”. Peribahasa tersebut mengajarkan kita banyak makna, salah satunya adalah penurunan tingkat tekanan diri saat mengalami kesulitan karena kesulitan tersebut akan dikenang sebagai kisah jenaka bagi dirinya di kemudian hari.

Demikian juga dengan pandemi ini. Kesulitan kita pada saat ini sangat mungkin akan menjadi cerita jenaka yang akan dengan bangga kita ceritakan kepada generasi masing-masing. Atau tidak menutup kemungkinan, ada hal-hal tersirat yang sudah dirindukan dari pendemi meski pandemi belum usai. Hal tersebut karena tak dipungkiri ada hikmah yang mendalam dan bernilai kebaikan dari musibah yang menimpa.

Bukankah di saat pandemi manusia dipaksa untuk hidup sehat dan menjaga vitalitas dirinya? Pandemi menantang manusia untuk bugar dari ancaman virus yang menyerang. Sehingga berbagai upaya dilakukan manusia untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya. Bagaimana kita ingat budaya bersepeda yang melonjak atas dasar meningkatkan kebugaran tubuh. Dan, di masa pendemi ini para pedangan sepeda itulah yang menuai keuntungan di sektor bisnis (contoh cerita suka di tengah pandemi). Banyak orangyang tergugah dengan olahraga murah meriah namun diyakini efektif meningkatkan imunitas tubuh, yaitu jogging. Kita pun akan mengenang bagaimana menjaga kebersihan diri kita, dimulai dengan kebiasaan mencuci tangan dan lain sebagainya yang mungkin jika pandemi berakhir kebiasaan itu akan luntur dengan sendirinya. Atau, bisa jadi jika pandemi berkahir kita akan lupa betapa pentingnya vitamin D yang diberikan oleh matahari pagi sebagai nutrisi imunitas tubuh. Bukankah bisa jadi hal-hal baik itu menjadi kenangan di masa pasca pandemi?

Belum lagi cerita pandemi ini mengajarkan kita untuk memiliki kepekaan sosial. Kita pasti ingat bagaimana sesama warga saling memerhatikan kondisi tetangga. Dengan sigapnya, jika terindikasi ada salah satu warga membutuhkan pertolongan, pasti bantuan akan datang dari tetangga terdekat. Bahkan, di tengah pandemi ini budaya berdonasi bukan dilakukan hanya orang yang mampu saja, melainkan mereka yang berkemauan. Meski tergolong tak mampu, tapi orang tergugah rasa kemauannya untuk membantu sesama. Bukankah hal tersebut pun bisa jadi momen yang akan kita rindukan jika pandemi berakhir?

Dari beberapa cuil kisah tadi, sangat mungkin nuansa di kala pandemi pun akan ada yang dirindukan. Bukan pandeminya, tapi hal-hal baik yang terjadi di masa pandemi. Alangkah eloknya jika hal-hal baik yang terbiasakan di masa pandemi bisa berkelanjutan di masa normal. Karena, tentu saja pandemi ini memberikan kita banyakpelajaran berharga, mengenai apa pun itu.

Ketika gerbang akhir pandemi mulai nampak, bisa jadi kita akan saling menceritakan ketangguhan diri kita masing-masing di tengah kesulitan pandemi sambil menikmati kopi di kedai kopi bersama kawan sejawat. Atau kita akan menceritakan kisah “konyol” kita waktu pandemi sambil menikmati indahnya kawasan wisata. Atau pun, kita bisa menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya lagi dengan rasa lebih haru penuh kerinduan di tengah supporter yang hendak menyaksikan Tim Garuda bertanding memperjuangkan nama baik bangsa dan negara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image