Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Sofian (Asof)

Potret Kemiskinan dalam Islam

Agama | Saturday, 11 Sep 2021, 10:07 WIB

Kemiskinan adalah suatu kenyataan yang senantiasa eksis di mana-mana dan kapan saja. Al-Qurâ an menjelaskan hal ini dalam surat An-Nahl ayat 71:

à à à ±à à à à à à à à à ¶à à à à à ¨à à ¹à à ¶à à à à à à ¹à à à à à ° à ¨à à ¹à à ¶à à à à à ±à à ±à à à ²à à à à à à à à à § à ±à à à à °à à à à à à à ¶à à à à à à §à à ¨à à ±à à ¢à ¯à à à à ±à à ²à à à à à à à à ¹à à à à à ° à à à § à à à à à à à ªà à £à à à à à à °à à à à à à à à à à à à à à à à à à ³à à à à ¢à ¡à à à £à à à à ¨à à à à ¹à à à à ©à à ±à à à à à à à à à ¬à à ­à à ¯à à à Ã

"Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki. Tetapi, orang-orang yang dilebihkan (rezekinya) tidak mau memberikannya kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (menikmati) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah" .

Islam adalah agama yang sempurna. Islam mengatur seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Islam juga menjelaskan dan memberikan solusi terhadap seluruh problematika kehidupan, baik dalam masalah akidah, ibadah, moral, akhlak, muamalah, rumah tangga, bertetangga, politik, kepemimpinan, mengentaskan kemiskinan, dan lainnya.

Islam berusaha mengatasi kemiskinan dan mencari jalan keluarnya serta mengawasi kemungkinan dampaknya. Tujuannya, untuk menyelamatkan akidah, akhlak, dan amal perbuatan; memelihara kehidupan rumah tangga, dan melindungi kestabilan dan ketentraman masyarakat, di samping untuk mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama kaum muslimin. Karena itu, Islam menganjurkan agar setiap individu memperoleh taraf hidup yang layak di masyarakat.

Islam sebagai agama rahmatan lil'alamin menganjurkan setiap muslim agar bekerja dengan tangannya sendiri sehingga bisa memenuhi kebutuhan yang mereka inginkan. Kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Di saat seorang muslim mampu bekerja, dia telah melaksanakan suatu ibadah yang nantinya juga akan menjadi bekal dia menuju kehidupan sebenarnya, yaitu akhirat.

Secara umum, setiap individu wajib berusaha untuk hidup wajar, sesuai dengan keadaannya. Dengan hidup tenteram, ia dapat melaksanakan perintah-perintah Allah Azza wa Jalla, sanggup menghadapi tantangan hidup, dan mampu melindungi dirinya dari bahaya kefakiran dan kekufuran.

Tidak bisa dibenarkan menurut pandangan Islam adanya seseorang yang hidup di tengah masyarakat Islam dalam keadaan kelaparan, meminta-minta, menggelandang, atau membujang selamanya. Jadi, apa yang harus dilakukan oleh pemerintah/lembaga, orang kaya, dan kaum muslimin untuk menolong saudaranya agar mencapai taraf kehidupan layak? Dan bagaimana peran Islam dalam meningkatkan taraf hidup mereka?

Menurut Prof. Dr. Yusuf Qaradhawy, Islam menawarkan setidaknya 6 strategi penciptaan kondisi ideal pengentasan kemiskinan, yaitu:

Pertama, bekerja. Bekerja adalah senjata pertama dalam memerangi kemiskinan. Bekerja adalah penyebab utama penghasil harta/benda dan unsur utama pula dalam upaya memakmurkan diri dan bumi Allah. Dalam naungan sistem dan peraturan Islam, tidak ada seorang pekerja pun yang tidak mendapatkan upah dari hasil jerih payah dan keringatnya.

Kedua, Islam secara rinci sangat memerhatikan kelompok-kelompok miskin yang tidak mampu untuk melakukan aktivitas bekerja, seperti janda-janda tua, jompo, dan kelompok-kelompok lainnya. Islam memberikan dan menegaskan bahwa keluarga terdekat mempunyai tanggungjawab utama dalam menanggung beban mereka. Islam dengan tegas mengecam dan mengancam orang-orang yang sengaja memutus tali persaudaraan dan membiarkan saudaranya tenggelam dalam kesusahan. Memberikan nafkah kepada kerabat yang miskin berarti kita telah meletakkan batu pertama dalam bangunan solidaritas sosial.

Ketiga, zakat. Menurut Hukum Islam (istilah syara' ), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu, dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (al-Mawardi dalam kitab al-Hawiy). Artinya, zakat adalah sesuatu yang pasti, tentang kadar dan hitungannya, serta jelas siapa saja yang berhak menerima zakat itu sendiri. "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS At-Taubah [9]: 60).

Keempat, adalah pendapatan negara dari sumber-sumber pengelolaan kekayaan negara lainnya, baik yang dikelola sendiri ataupun dikerjasamakandengan pihak lain. Sumber-sumber ekonomi negara tidak boleh dikelola oleh individu agar seluruh masyarakat, terutama masyarakat miskin dapat merasakan manfaatnya.

Kelima, adalah kewajiban-kewajiban lain yang melekat pada diri seorang muslim, di antaranya adalah hak bertetangga. Berbuat baik kepada tetangga adalah bukti kesempurnaan iman. Selanjutnya adalah ibadah kurban pada hari raya Idul Adha, sanksi pelanggaran sumpah, kaffarat, sanksi hubungan suami istri pada bulan Ramadan, fidyah orang jompo, hady (sumbangan orang yang melaksanakan ibadah haji atau umroh), kewajiban saat panen di luar zakat, terakhir adalah saat zakat tidak mencukupi untuk kebutuhan orang-orang fakir/miskin maka ada kewajiban lain, yaitu tanggungan fakir miskin.

Keenam, adalah derma karena kesalehan. Derma lebih tergantung kepada keluhuran pribadi dan kedermawanan serta kepedulian orang-orang kaya terhadap orang-orang miskin. Tidak mengikat dan kurang memberikan dampak dalam upaya pemerataan distribusi kekayaan dan pengentasan kemiskinan. Apalagi, jika orang-orang kaya tersebut hatinya telah membatu dan lemah iman.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image