Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Taufiq Izhar

Kudeta Guinea Bisa Terjadi di Indonesia? Ah masak..

Politik | Wednesday, 08 Sep 2021, 06:17 WIB

Kudeta di Guinea yang dipimpin Kolonel Mamadi Doumbouya turut menyita perhatian masyarakat Indonesia. Isu ini menarik karena mirip dengan isu yang hangat di sini, yakni masa jabatan presiden 3 periode. Kebetulan, konstitusi di Guinea sebelum diubah mengamanahkan masa presiden 2 periode.

Kudeta di Guinea sendiri dilakukan oleh junta militer. Sebelum Guinea, kita mendengar kudeta Taliban dan sebelumnya Myanmar. Artinya, kideta susah dilepaskan dari senjata dan oposisi yang kuat. Lantas, bagaimana dengan militer dan oposisi kita?

Saya sendiri bukan pengamat militer Indonesia. Namun apa yang terjadi belakangan, seluruh komponen negara terlihat kompak. Dari mulai Pemerintah, TNI, Polri, mereka semua seiya sekata. Misalnya jika berbicara soal 'ancaman persatuan dan kesatuan'. Kita bahkan ingat ketika kendaraan tempur TNI harus berseliweran di Petamburan hanya untuk menurunkan baliho. Maka, dalam hal ini sangat sulit bila militer akan melakukan kudeta meski ada amandemen presiden jadi 3 periode.

Bicara oposisi parlemen, semakin mustahil bila mereka memimpin kudeta karena secara nyata hanya dua biji. PKS dan Demokrat. Sangat timpang bila dibanding dengan partai pro pemerintah yang obesitas. Menurunnya tensi oposisi dari periode lalu ke periode sekarang berefek pula pada pembentukan peraturan di tingkat DPR. Bila mayoritas partai setuju, otomatis sebuah aturan lebih mudah diloloskan.

Oposisi non partai? Sudah berulang kali demonstrasi terjadi untuk menentang maupun mendesak pembentukan undang-undang. Namun, beberapa kali juga langkah demonstrasi kurang efektif. Masih ada saja UU yang lolos maupun tidak segera diselesaikan.

Di samping itu, sekarang tidak ada yang mampu menjadi tokoh oposisi nomor wahid di periode kedua Jokowi. Para oposisi masih berjalan secara acak dan tidak seirama, bahkan terkadang antar oposisi sendiri masih saling senggol. Bila kudeta, siapa pemimpinnya? Siapa yang akan menggantikan presiden? Itu pertanyaan dasarnya.

Bila benar-benar terjadi amandemen masa jabatan presiden, agaknya kurang meyakinkan bila terjadi sebuah kudeta. Guinea mungkin bisa jadi pelajaran, tapi belum tentu bisa dijadikan patokan. Apa yang terjadi di sana tak bisa disamakan dengan apa yang ada di Indonesia.

Dalam kurun waktu lima tahun belakangan, masyarakat kita selalu dihebohkan dengan isu yang cukup sensasional. Entah yang dihembuskan oleh masyarakat sendiri atau pemerintah. Misalnya, narasi mensuriahkan Indonesia, revolusi PKI, revolusi syiah 2020 yang sampai sekarang tak terjadi.

Maka bila berkaca dengan isu-isu di atas kemudian mendengar isu kudeta Gueina bisa terjadi di sini, lebih aman bila mengawali dengan pertanyaan "ah masak". Kita tentu tak berharap sampai terjadi kudeta, karena pasti kondisi keamanan dan ketertiban akan kacau balau.

Karena tak mengharapkan kudeta, secara langsung kita juga tidak ingin ada perubahan amandemen presiden menjadi 3 periode. Karena dua periode saja kadang sudah berat, baik berat di presiden maupun di rakyat. Hehehe.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image