Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tuko Chaeron

Megapa Harus Berjumpa

Sastra | Tuesday, 10 May 2022, 08:29 WIB

Hari itu menjadi awal yang berkesan bagi Alan Purwoko. Pemuda yang dipanggi Alan ini memasuki hari pertama kuliahnya pada perguruan tinggi di salah satu kota besar di Jawa Tengah. Ia mengambil Fakultas Hukum karena ia mendambakan menjadi ahli hukum yang bisa bermanfaat bagi masyarakat dan bangsanya. Pemuda sederhana itu melangkah memasuki kampus kebanggaannya saat ini dengan penuh semangat. Walau terasa semua serba baru suasananya, tapi ia berusaha untuk merasa menjadi pemilik kampus tersebut. Maka sembari melangkah kedalam kampus, ia berusaha mengenal satu persatu lingkungan dan sudut-sudut ruang kampusnya.

Didalam ruang kuliah perdana mahasiswa baru yang memang sangat luas, telah berkumpul banyak mahasiswa baru.

Alan memilih bangku dibaris tengah paling pinggir kanan, karena baris depan telah terisi teman-teman barunya.

“ Permisi, saya duduk disini ya !” pinta Alan kepada teman sebelahnya.

“ O ya silakan, kita bebas memilih kok “ jawab teman barunya itu.

“ Perkenalkan saya Alan Purwoko “ kata Alan.

“ Oh ya, saya Lismawati “ sambut teman barunya.

Sejenak mereka terlibat perkenalan yang hangat tentang pribadi masing-masing, sambil menunggu dosen memasuki ruang kuliah.

Tiga jam kegiatan kuliah perdana dan pembinaan mahasiswa baru itupun berakhir, seluruh mahasiswa meninggalkan ruangan untuk kembali ke tempat tinggalnya. Mereka yang memang rumahnya dekat kampus kembali ke rumah masing-masing, dan mereka yang jauh ada yang kembali kerumahnya dan ada pula yang ke tempat kosnya.

Alan termasuk mahasiswa yang rumahnya tidak dekat tapi juga tidak terlalu jauh. Dia tidak ngontrak maupun ngekos. Berangkat dan pulang kuliah dia menggunakan kendaraan umum. Di sebuah terminal bus, ia bertemu dengan teman barunya Lismawati yang sedang menunggu bus ke arah tempat tinggalnya.

“ Lis, kamu tidak ngekos ?” tanya Alan.

“ Gak Lan, rumahku tidak terlalu jauh, cuman 20 menit perjalanan bus” jawab Lisma.

“ Kamu nunggu bus juga ya ?” tanya Lisma.

“ Ya Lis, .. nunggu bus sambil nungguin kamu juga ya !” canda Alan pada Lisma.

“ Ah kamu bisa aja Lan “ jawab Lisma sambil tersenyum manis.

Sambil menunggu bus ke arah kota masing-masing yang tergolong cukup jarang, Alan terlihat mulai mengagumi Lisma. Dalam hati ia berkata, “ Lisma memang kelihatan gadis baik, santun, sederhana. Dia juga cantik, ayu dan teduh wajahnya “ . Tapi kekaguman itu hanya dia simpan dalam hati. Dia memang bukan tipe pemuda yang grusa-grusu . Dia juga sangat menjaga dirinya tidak terlalu agresif dalam hal cinta dan asmara.

Tiba-tiba Alan dikejutkan oleh suara gadis menyapa , “ Lan !, aku duluan ya , bisku sudah datang !”

Kata Lisma.

“ Oh ya Lis, hati-hati ya !” jawab Alan sambil melambaikan tangannya.

Terasa sepi juga, ketika Lisma sudah lebih duluan naik bisnya. Selang beberapa menit, bis yang menuju arah rumah Alan datang. Bergegas ia naik ke bis itu.

Esok harinya, Alan kembali berangkat kuliah ke kampusnya. Hari ini perasaannya mulai bercabang antara mau kuliah dan ingin jumpa dengan Lisma. Entah kenapa begitu cepat perasaan kagum itu bersemi di hati Alan hanya dalam hitungan hari. Mungkin karena memang sudah umur dan masanya untuk ia tertarik pada wanita.

Namun rupanya Alan belum mampu apa-apa, dia hanya bisa mengagumi gadis cantik teman barunya itu. Dia hanya bisa menggoreskan kata-kata dalam buku catatan kuliahnya, dengan kata-kata kekaguman pada Lisma.

Memasuki ruang kelas kuliah pagi itu, Alan berusaha mencari-cari kursi dekat Lisma duduk.

“ Wah Alhamdulillah,” ucapnya dalam hati.

Ia melihat kursi dekat Lisma kosong belum ada yang mendudukinya. Diapun bergegas mantap menuju kursi itu.

“ Hai.., aku disini ya !” pinta Alan pada Lisma.

“ Iyalah, masak aku larang” jawab Lisma meledek.

Maka duduklah Alan di sisi Lisma. Mereka mengikuti mata kuliah dari dosen selama dua jam pelajaran. Waktu dua jam pelajaran itupun usai, dan Alan merasa waktu itu begitu cepat.

“ Kamu mau langsung pulang Lis ?” tanya Alan

“ Iya Lan, kan hari ini cuma belajar satu mata kuliah “ jawab Lisma

“ Kita bareng lagi yuk menuju terminal !” ajak Alan

“ Boleh, tapi aku mau mampir di toko buku dulu, kamu mau nemenin “ tanya Lisma

“ Mau sekali Lis, masak aku menolak ?” ledek Alan gantian.

Mereka saling ketawa sambil memukulkan buku mereka ke pundak lawan bicara mereka.

Mereka pun berjalan ke toko buku dan selanjutnya menuju terminal bis.

Hari-hari berlalu dalam masa kuliah Alan , kini sudah satu semester berlalu.

Setelah ujian semester dilaksankan, mereka kemudian memasuki masa libur semester . Tampak Alan selalu bingung dan merasa sepi dalam rindu kebersamaan kampus.

Ia pun segera mengambil kertas dan menuliskan kalimat-kalimat kerinduannya dalam kertas itu.

Selesai menulis , dilipatnya kertas itu lalu dimaskkan amplop dan ia berjalan menuju kantor pos terdekat dari rumahnya. Ternyata hari itu Alan berkirim surat untuk Lisma untuk melepas kerinduannya.

Waktu libur telah berlalu. Hari ini Alan kembali menuju kampusnya untuk kuliah semester dua.

Selesai kegiatan belajar, Alan kembali mencari Lisma yang belum sempat ditemuinya.

Di bangku halaman samping kampus, terlihat Lisma sedang duduk sendiri dengan wajah yang kurang ceria seperti biasanya.

Alan mendekati dan menyapanya, “ Hai Lis !, boleh aku menemanimu disini ?”

“ Oh kamu Lan, ..ya boleh “ jawab Lisma.

“ Kamu kok kurang ceria hari ini, ada masalah apa ? tanya Alan.

“ Lan, aku minta maaf ya, aku belum balas suratmu waktu liburan itu” kata Lisma

“ Ah biasa aja Lis, yang penting kan sudah dibaca!” jawab Alan sambil tertawa menghibur diri.

“ Lan.., sebenarnya aku sudah nyaman dekat dengan kamu, tapi sekarang aku dihadapkan masalah, karena orang tuaku pada liburan kemarin telah menerima lamaran pemuda kampungku untuk saya, aku bingung dan sedih Lan” cerita Lisma

Bagai petir menyambar disiang hari, Alan terkejut dan terdiam lama. Ia menarik nafas dalam-dalam.

Pelan-pelan ia berkata, “ Lis.., barangkali itulah jodohmu, kita tidak bisa apa-apa jika Tuhan sudah menghendaki, sebaiknya tawakal saja pada Allah!”

Mendengar ucapan Alan itu, Lisma pun meneteskan air mata.

“ Lan, aku minta maaf ya, aku akan tetap ingat kamu, aku akan tetap rawat persahabatan kita sampai kapanpun” kata Lisma dengan memelas.

“ Sudahlah Lis, ..jangan hanyut dalam kesedihan, kita harus tetap sabar dan semangat. Aku juga akan selalu mengingatmu sampai kapanpun “ jawab Alan.

Hari-hari selanjutnya Alan menjadi pemuda yang tidak mau memikirkan asmara. Ia hanya belajar dan belajar. Walaupun demikian perasaan terhadap Lisma tak bisa hilang begitu saja. Ia selalu masih berharap bisa bersama lagi dalam persahabatan dan persaudaraan.

Kini benar-benar langkah persahabatannya telah dibatasi oleh pinangan orang lain pada Lisma.

Alan harus merubah segalanya. Merubah sikapnya, merubah perasaan hatinya, dan merubah kedekatannya. Dalam hatinya berkeluh , “ Ah.. Mengapa Harus Berjumpa ?. kalau harus begini akhirnya !”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image