Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sutanto

Cerita Fabel : Asyiknya Berkemah

Eduaksi | 2021-08-15 00:26:23

Sekumpulan kera sedang melakukan kemah di tepian hutan. Kemah dipimpin Kak Wawa yang sudah berpengalaman mendidik para kera. Kemah diikuti 4 regu, setiap regu beranggotakan 4 kera. Regu 1 dipimpin Tutung, regu 2 dipimpinTatam, regu 3 dipimpin Kobu, dan regu 4 dipimpin Natu.

“Adik-adik sekalian, kalian semua telah tiba di tempat kemah yang mengasyikkan,” sapa Kak Wawa dihadapan para ketua regu.

“Bagaimana penempatan tendanya?” tanya Tutung.

“Iya Kak. Teman-teman sudah ribut menanyakan,” sahut Tatam.

“Sabar adik-adik. Sebentar akan segera saya jelaskan,”ujar Kak Wawa sambil tersenyum.

Keempat ketua regu segera menyimak penjelasan Kak Wawa.

“Tenda pembina berada di sisi utara dekat pohon jati menghadap ke selatan. Tenda regu 1 dan regu 2 di sisi selatan menghadap tenda pembina. Tenda regu 3 di sisi timur, dan tenda regu 4 di sisi barat,”beber Kak Wawa.

Kak Wawa hanya memberi waktu satu jam untuk mendirikan tenda berkemah. Semua peserta bersemangat bekerjasama membangun tenda untuk melindungi diri selama sehari semalam.

Regu 1 mendirikan dua tenda berwarna merah, regu 2 mendirikan tenda berwarna kuning, regu 3 mendirikan tenda warna biru, dan regu 4 tendanya berwarna putih. Masing-masing dilengkapi dengan bendera penanda regu sebagai cirikhas.

Setelah semua tenda berdiri, semua peserta diberi waktu makan dan beristirahat. Khusus pemimpin regu berkumpul lagi untuk menerima penjelasan.

“Adik-adik. Sebagai pemimpin kalian memang tidak bisa santai seperti teman kalian. Tapi percayalah, dengan menjadipemimpin kalian akan menjadi pribadi yang tangguh,” jelas Kak Wawa.

“Siap Kak,” jawab keempatnya serempak.

“Nah. Sekarang tugas kalian adalah musyawarah bersama anggota selama 15 menit untuk menentukan jenis api unggun yang akan kamu tampilkan nanti malam,” tandas Kak Wawa.

Keempatnya segera berlari menuju anggota regu untuk bermusyawarah dan langsung menyiapkan diri agar bisa menampilkan jenis api unggun yang menarik.

Tutung bersama anggotanya menyiapkan lima oncor berupa bambu yang ruas bagian atasnya diberi minyak dan ditutup dengankain serta kumpulan ranting kayu yang dibentuk seperti gunung kecil. Tatam bersama temannya membuat bola dari bahan kain bercampur sabut diberi tali panjang serta potongan kayu yang ditumpuki dedaunan.Kobu membuat beberapa tiang dari bambu yang diatasnya diberi belahan bambu diberi sabut dan kain untuk merambat api, sedangkan Natu menyiapkan panah api, tumpukan dahan dan ranting.

***

Begitu malam tiba semua peserta berkumpul di tengah padang luas yang tak ada pepohonan.

“Kita sengaja mencari tempat yang lapang untuk acara ini. Coba apa sebabnya?” pancing Kak Wawa.

“Agar kita bebas bergerak Kak,” sahut Tutung.

“Tempat lapang memuat banyak peserta,” timpal Tatam.

“Agar kita tidak merusak alam,” jawab Kobu.

Kak Wawa mengangguk-angguk mendengar jawaban tersebut.

“Semuanya benar. Namun yang paling tepat adalah jawaban ketiga, yaitu agar kita tidak merusak alam. Tuhan menciptakan alam untuk dijaga dan dilestarikan. Kita boleh memanfaatkan,tetapitidak boleh merusaknya,” terang Kak Wawa.

“Tibalah kini atraksi penyalaan api unggun oleh masing-masing regu dilanjutkan bernyanyi dan menari urut dari regu 1 sampai regu 4. Bila ada satu regu yang tampil, regu lainnya memberikan tepuktangan yang meriah,” lanjutnya.

Giliran pertama regu 1 yang dipimpin Tutung.

Tutung memegang korek api sekaligus memimpin atraksi, sedangkan anggotanya masing-masing memegang sebuah oncor.Pada hitungan pertama Tutung menyalakan oncor, hitungan kedua tumpukan ranting dinyalakan bersama. Peserta lain menyambut dengan tepuk tangan meriah sambil menyaksikan nyanyian dan tarian yang disuguhkan.

Dua anak buah Tatam naik ke pohon, satu memegang bola dan satunya bertugas menyalakan. Tatam dan anggota lain menuang minyak di tumpukan kayu.

“Satu, dua, tiga,” teriak Tatam.

Sesaat kemudian bola api meluncur dari atas pohon menyambar tumpukan kayu dan dedaunan sehingga menyala berkobar.

Tepuk tangan membahana di rimba, disusul nyanyian dan tarian penuh kegembiraan.

Regu yang dipimpin Kobu melakukan atraksi dengan menyalakan sabut yang sudah diatur di atas belahan bambu, sedangkan regu terakhir yang dipimpin Natu menggunakan panah api yang diluncurkan dengan gandewa.

Terlihat pemandangan yang menakjubkan, saat panah api membumbung ke angkasa. Semua terkagum-kagum disambut teriakan meriah.

“Adik-adik. Penyalaan dan atraksi api unggun telah berjalan cukup meriah. Kakak ucapkan terimakasih atas peran serta dan kreasi kalian. Kita telah merasakan hidup di alam terbuka penuh kegembiraan dan tak lupa tetap menjaga kelestariannya. Semuanya tetap semangat!” seru Kak Wawa.

“Semangat Kak,” sahut semua peserta.

Belum lagi api unggun selesai, terdengar keributan di tenda Tutung. Ternyata puluhan ular datang ke kemah dipimpin Nagi,si Raja Ular dengan nada marah.

Melihat gelagat yang kurang baik semua peserta diperintahkan naik ke pohon yang tinggi. Kak Wawa mencoba menemui Nagi baik-baik.

“Apa yang terjadi. Mengapa kalian datang dengan nada marah?” tanya Kak Wawa.

“Salahsatu dari kalian telah merusak gua tempat kami tinggal,” desis Nagi.

“Sebentar. Setahu saya selaku pemimpin di kegiatan ini tak ada yang pergi dari tempat kemah apalagi merusak tempat tinggal kalian,” jelas Kak Wawa.

“Tapi dia menuju tempat ini. Jadi aku yakin bahwa perusak itu salahsatu dari kalian,” sergah Nagi.

“Kak Wawa, aku menangkap duaserigala yang bersembunyi di tendaku,” ujar Kobu.

Dua serigala yang telah terikat dihadapkan kepada Nagi dan Kak Wawa.

“Benarkah kamu yang merusak tempat tinggal kami?” desak Nagi.

“Benar. Kami mengaku khilaf, kami minta maaf,” jawab kedua serigala itu.

“Perbuatanmu telah menimbulkan fitnah bagi kami yang sedang kemah di sini,” sahut Kak Wawa.

Dua serigala itu hanya bisa menunduk tak berani menatap Nagi dan Wawa.

“Sebagai hukuman atas perbuatan kalianmaka kalian berdua harus tinggal dua bulan bersama kami dan meladeni keperluan sehari-hari,” jelas Nagi.

Anak buah Nagi segera membawa kedua serigala ke sarang mereka.

“Maafkan atas kesalahpahaman ini, kami telah menuduh kalian dengan membabibuta,” pinta Nagi kepada Kak Wawa.

“Kami memaafkan kalian. Semoga tak ada rasa dendam dan benci. Yang penting kita bersama harus menjaga hutan ini tetap lestari,” jawab Kak Wawa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image